Selasa, 06 November 2012

FRAMEWORK PENDIDIKAN DI INDONESIA


Oleh : Ahmad Kurnia, SPd,MM*

Apabila melihat ulasan yang diungkapkan oleh Steve O.Michael diatas akan peran perguruan tinggi terhadap peningkatan kemajuan bangsa merupakan suatu hal yang sangat diharapkan dan menjadikannya sebagai suatu visi kemajuan yang membutuhkan adanya keseriusan dalam pengelolaan dan pemberdayaannya.
Apalagi dengan derasnya arus globalisasi yang ditandainya adanya persaingan antar bangsa dalam ekonomi dan bidang lainnya tentu jawabannya adalah upaya peningkatan kompetensi bangsa dan peningkatan kesadaran akan adanya perubahan dan perguruan tinggi sebagai sub sistem kemasyarakatan mempunyai tanggungjawab moral unuk mengsukseskan kemajuan bangsa, menjadi pelopor perubahan sosial yang mendorong masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang menghargai pretasi dengan membentuk kehidupan kampus yang demokratis, edukatif dan religious.

Sehubungan dengan arus globalisasi ini, Kenichi Ohmae (1987) menggambarkannya sebagai suatu tatanan dimana dunia begitu terbuka dan transparan sehingga ada kesan seolah-olah tak ada batas Negara (borderless world) yang berimbas pada berimbas pada kesiapan suatu bangsa terhadap perubahan tersebut yang berimplikasi pada bidang lain salah satunya adalah pendidikan tinggi sebagai pilar terakhir peningkatan SDM suatu bangsa dan menjadikan sebagai sistem nilai dunia.sedangkan Dertouzos (1997) menggambarkan bahwa kekuatan global itu akan mendorong perkembangan masyarakat secara revolusioner keluar dari ikatan-ikatan negara dan bangsa dan ikatan budaya untuk masuk dalam pola hubungan global yang menjadi begitu mudah dan cepat. Hal ini disebabkan terjadianya superhighway information system, Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi serta terciptanya information market place. Sehingga kurangnya siap bangsa kita dalam menghadapi perubahan global ini mengakibatkan munculnya ketidakpuasan masyarakat kita terhadap sistem pendidikan tinggi dapat dilihat indek pembangunan manusia (human development index) indonesia berada pada posisi 102 dari 173 negara dunia[1] ini menunjukan faktanya betapa rendahnya daya saing manusia indoensia sebagai salah satu indikator yang menunjukan kurang daya adaptasi perguruan tinggi terhadap tuntutan lingkungan yang berubah sangat cepat terutama dalam lingkungan proses pembelajaran tanpa batas. 

Seiring dengan proses adaptasi tersebut menimbulkan keraguan terhadap kontribusi perguruan tinggi padahal sesuai dengan pendapat Frank Rhodes (2001) dari kutipan Michael diatas, diharapkan bahwa“Pendidikan tinggi menginformasikan pemahaman publik, memupuk rasa percaya masyarakat, dan memberikan kontribusi untuk kesejahteraan bangsa ..."

Dasar pijakan dari masalah pendidikan diatas dengan mengambil pendapat dari Dr.Sufyarma (2004:5-7) yang berkaitan dengan issue penting dalam pendidikan perguruan tinggi di Indonesia antara lain adalah :

  1. Pentingnya mencapai/merealisasikan Pemerataan kesempatan pendidikan dan implikasi dari tujuan masyarakat untuk mewujudkan keadilan
  2. Masalah keterbatasan data yang tersedia untuk mempelajari masalah pembangunan dan kemajuan pendidikan.
  3. Masalah-masalah dalam ketersalingkaitan antara pendidikan dan penyedian tenaga kerja (labor market)
  4. Hubungan yang rumit antara pandangan mengenai perencanaan dan dasar-dasar filosofis criteria pilihan individual.
  5. Masalah fundamental indigeunity pendidikan baik yang dipandang secara nasional maupun dalam kontek yang lebih luas dari matrik kekuatan internasional.

Konsepsi issu pendidikan bisa juga mengadopsi pendapat Andreson, Chiswik, Palmer, Heyneyman, Holsinger, Windham dan Cohrane dari kutipan Sufyarma (2004:6) dengan tujuh issue sebagai berikut :1). Korporasi multinasional dan relevansi pendidikan dinegara berkembang. 2). Pendidikan dan pasar tenaga kerja dinegara kurang berkembang (less-developed countries-LDCS). 3). Pendidikan dan emigrasi dinegara yang sedang berkembang. 4). Sumber yang tersedia, pemertaan dan kesempatan pendidikan antar Negara. 5). Asesmen dampak pendidikan nonpormal pada tujuan pembangunan nasional. 6). Dilemma perencanaan pendidikan dan 7). Pendidikan dan pola parental dalam pembuatan keputusan suatu pendekatan dua generasi..

Isu tentang kebijakan pendidikan yang diungkapkan komisi X DPR RI [2]) dapat dilihat antara lain : a). Kebijakan penjaminan mutu pendidikan tinggi belum terpola dan terintergrasi secara komprehensif untuk menjamin peningkatan mutu penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan tinggi; b). Penyelenggaraan pendidikan tinggi belum menjamin aspek keterjangkauan utamanya dari sisi keterjangkauan mahasiswa dan pemerataan akses pendidikan tinggi; c). Kebijakan penyelenggaraan pendidikan tinggi dalam struktur birokrasi Pemerintah, yaitu penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh Kementerian Lain/LPNK dan Kementerian Agama disesuaikan dengan ketentuan UU Sisdiknas; d). Perguruan Tinggi belum sepenuhnya melaksanakan fungsinya sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, utamanya dalam sisi pengembangan dan pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi.
TAP MPR RI No. II/MPR/1993 dijelaskan bahwa program utama pengembangan pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut.

  1. Perluasan dan pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan
  2. Peningkatan mutu pendidikan
  3. Peningkatan relevansi pendidikan
  4. Peningkatan Efisiensi dan efektifitas pendidikan
  5. Pengembangan kebudayaan
  6. Pembinaan generasi muda

Mengambil pendapat dari Rhodes diatas salah satu masalah dalam dunia pendidikan tinggi kita adalah kurang rasa percaya (Trust) masyarakat terhadap keberadaan perguruan tinggi sebagaimana yang diungkapkan oleh kennedy (1997: 2) dari kutipan Steve O. Michael dalam pengamatannya bahwa, "semacam ada disonansi antara tujuan yang diharapkan masyarakat terhadap peran  Universitas dan cara universitas melihat dirinya”.  Sehingga membuat masyarakat skeptis terhadap keberadaan perguruan tinggi, kepemimpinan pendidikan nasional dan birokrasi pemerintah yang diindikasikan dengan adanya berbagai masalah :

  1. Komersialisasi kampus sebagai imbas dari otonomi kampus (uu no 2 tahun 1989 pp no 60 &; 61 tahun 1999),
  2. Mudahnya pendirian kampus kecil dengan balutan lembaga politeknik dan kampus jarak jauh yang menurunkan kualitas SDM kita,
  3. Kurikulum yang dibebaskan tanpa adanya control, masa kuliah S-1 yang lebih cepat yang berimbas pada output lulusan yang buruk, tidak berkinerja dan hanya mencari iajazah semata hanya melambungkan jumlah pengangguran sarjana sera Kurikulum juga cenderung tidak punya arahuntuk bisa eksis secara global yang ditandai indek SDM kita sangat rendah,
  4. Mudahnya mencari ijazah daripada mencari kualitas lagi-lagi tanpa adanya control yang tegas,dari pemerintah termasuk lokalisasi pendidikan yang tidak layak (adanya kelas jauh yang di franchising-kan, bukan bagian dari induk perguruan tunggi tersebut)
  5. Adanya diksriminasi dalam pembinaan antara kampus negeri dan kampus swasta,(perhatatian akan dosen, alokasi anggaran, fasilitas, pembinaan kampus kecil, akreditasi, beassiwa dosen lokalisasi pendidikan dan industry/perdagangan, beasiswa dan alokasi anggaran Negara untuk pendidikan.,dill) sehingga peluang pemerataan akses informasi dan alokasi perguruan tinggi sepenuhnya masih didominasi oleh kampus negeri ).Dikhotomi negeri swasta yang diskriminatif (perhatian akan dosen, fasilitas, akrediatsi kampus,
  6. Kualitas dosen yang berimbas pada kualitas lulusan dan kinerja kampus
  7. Alokasi pembiayaan perguruan tinggi semakin berat terutama bagi PTS dan
  8. Tentu saja bahaya besar kita adalah Gagalnya perguruan tinggi dalam pembentukan karakter dan sikap mental bangsa.
  9. kepemimpina yang dirasakan belum terlihat dalam pengelolaan pendidkan kita(dari beberapa menteri dalam kurikulum dan upaya perubahan in-consitance


B.  REFRAMING
Setelah melihat pola masalah yang secara sederhana diungkapkan dalam berbagai issu dan permasalahan klasikal diatas perlu adanya perbaikan dan pembenahan. Dengan mengambil pendapat Tilaar (1997:167) dalam bukunya “Pengembangan SDM Dalam Era Globalsiasi” peran perguruan tinggi harus berperan sebagai :

  •  Pendidikan Tinggi Sebagai Partner In Progress

Ada empat ciri yang menunjukan perguran tinggi menunjukan partner of progress antara lain : a). output pergruan tinggi haruslah merupakan output yang mempunyai kualitas. b). harus mampu melahirkan calon-calon pemimpin dialam berbagai kehidupan masyarakat dan kehidupan ilmu pengetahuan dam kemajuan teknologi. c).perguruan tinggi harus marupakan bagian dari system kelembagaan nasional yang ikut serta memecahkan maslah kekaryaan.d). perguran tinggi harus mampu memacu pertumbuhan ekonomi.

  • Prinsip Link And Match

Tilaar (1997:169) mengungkapkan kalau kesenjangan antara demand dan supply didunia kerja terhaadap tenaga kerja tingkat tinggi telah menempatkan perguruan tinggi dalam situasi kurang menguntungkan. Kebijakan ini menuntut adanya keserasian antara penyiapan tenaga kerja yang dihasilkan perguran tinggi dengan kebutuhan akan tenaga kerja, sampai saat ini walaupun sudah ada konsoloidasi  program studi diperguruan tinggi tetapi belum juga bisa memenuhi apa yang diharapakan industry dan jasa. Steven O. Michael dari kasus diatas memberikan pendapatnya antara lain :
“Banyak cara yang bisa kita lakukan mengakui tantangan kepemimpinan yang akan dihadapinya dan mencurahkan peningkaan perhatian dalam memenuhi harapan masyarakat dan concern terhadap keprihatinan diartikulasikan oleh para stakehoulders eksternal yang memberikan dukungan moral dan finansial  yang diperlukan untuk meningkatkan fungsi universitas. Ada beberapa kelompok yang bisa meng-support universitas antara lain: siswa potensial, orang tua mahasiswa dan Alumni; anggota penasehat dan kelompok pengawas; pengusaha; pejabat pemerintah; kelompok komunitas; pembayar pajak; lembaga dan pemeberi donor dan masyarakat umum”.
Kemenade and Garre (2000) mengidentifikasi delapan kategori yang dibutuhkan dari lulusan perguruan tinggi sehingga dapat memenuhi permintaan bisnis dan industri di Belgia, Belanda, Finlandia, dan Inggris, yaitu: (1) berorientasi pada pelanggan, (2) memiliki pengetahuan praktis dan aplikasi alat-alat total quality management (TQM), (3) mampu membuat keputusan berdasarkan fakta, (4) memiliki pemahaman bahwa bekerja adalah suatu proses, (5) berorientasi pada kelompok (teamwork), (6) memiliki komitmen untuk peningkatan terus menerus, (7) pembelajaran aktif (active learning), dan (8) memiliki perspektif sistem.

  • Proses Belajar Mengajar Dan Inovasi Perguruan Tinggi.

Intinya harus adanya perubahan paradigm dalam proses belajar mengajar di perguruan tingi dimana budaya kemandirian dalam perguran tinggi di Indonesia yang texybook, masih menyuapi mahasiswa dengan teori, dosen yang maha tahu dan sulit dikritis dan belajar sekedar ingin lulus.

Makagiansar yang dikutip Surya (1997:18-21) mengungkapkan paradigma ideal antara lain : a). dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat. B). dari belajar yang berfokus ke penguasaan ppengetahuan ke belajar holistic. c). Dari citra hubungan dosen-mahaiswa yang bersifat konfronttaif ke citra hubungan bersifat kemitraan. D). dari pengajaran yang menekankan penguasaan pengetahuan skolastik ke seimbangan focus pendidikan karakter. E) dari melawan buta aksara ke literasi teknologi, budaya dan computer.

  • Otonomi Perguruan Tinggi

Otonomi dimaksudkan adalah pemberian kewenangan secara luas kepada perguran tinggi untuk mengatur organisasi dan rumah tangganya sendiri dengan badan hokum yang bersifat nirlaba(Sufyarma, 2004:151). Model desentralsiasi  perguruan tinggi antara 1). manajemen berbasis kampus. 2).restrukturisasi kelembagaan pendidikan didaerah 3). Community base education dan 4). Otonomi perguruan tinggi

Otonomi terhadap perguruan tinggi menyangku aspek : a) otonomi eksternal dalam bentuk pemebrian status sebagai badan hokum (PP no 61/99 pasal 1 ayat 2), b). otonomi organisasi, perguruan tinggi memiliki kebebasan untuk menetapkan struktur organisasi. C). otonomi kelembagaan, dimana perguruan tinggi hendaknya mempunyai kebebasan dalam hal untuk mene, tapkan bagaimana fungsi dan kontribusi dalam mengembangkan, melanggengkan, mentransmisi dan menggunakan ilmu pengetahuan.

Permasalahan utama yang dihadapi perguruan tinggi dalam menghadapi otonomi perguruan tinggi adalah 1). kualitas SDM terbatas 2). Sikap dan budaya kerja yang kurang disipln. 3).terbatasnya sumber daya pemerintah untuk menyediakan biaya operasi tahap awal 4) terbatasnya kemampuan orang tua untuk menyekolahkan anaknya dengan SPP yang tinggi. 5). Kurangnya kesabaran dosen, teknisi dan tenaga adminisrasi untuk berjuang bersama dengan penghargaan yang terbatas sebelum perguran tinggi menghasilkan cukup dana danri usaha swadananya.

C PERENCANAAN STRATEGI 
Dasar utama perlunya sebuah formulasi perencanaan untuk melihat tingkat pentingnya suatu organsiasi yang dialamnya ada formulasi strtaegis dan impeentasi strtaegis. Perencanaan strategis di perguruan tinggi digunakan untuk memprediksi kecendrungan pasar dan peluang-peluang memperoleh keunggulan dalam persaingan dan untuk lebih mengefektifkan pengalokasian sumber daya yang ada dalam pencapaian tujuan pendidikan.

Proses perubahan dan pengembangan perguruan tinggi yang dilakuakn dalam rangka pecapaian tujuan strategis yang harus disupport oleh berbagai pihak. Steven O. Michael dari kasus diatas memberikan pendapatnya antara lain :
“Banyak cara yang bisa kita lakukan mengakui tantangan kepemimpinan yang akan dihadapinya dan mencurahkan peningkaan perhatian dalam memenuhi harapan masyarakat dan concern terhadap keprihatinan diartikulasikan oleh para stakehoulders eksternal yang memberikan dukungan moral dan finansial  yang diperlukan untuk meningkatkan fungsi universitas. Ada beberapa kelompok yang bisa meng-support universitas antara lain: siswa potensial, orang tua mahasiswa dan Alumni; anggota penasehat dan kelompok pengawas; pengusaha; pejabat pemerintah; kelompok komunitas; pembayar pajak; lembaga dan pemeberi donor dan masyarakat umum”.
Banyak model perencanaan strategis salah satunya kita mengambil pendapat Sharplin (1985:9) dari kuitipan Sagala ada dua tahapan dalam perencanaan strategis yaitu fase Strategi Formulasi yang mencakup tahapan penetapan visi dan misi organisasi, assessment lingkungan, menetapkan arah dan sasaran dan menentukan strategi. Sedangkan fase kedua adalah Strategi Implementasi yaitu menggerakan strategi,  melakukan evaluasi strategik, dan control strategik.

  • Visi dan misi

Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dapat diwujudkan melalui pendidikan.  Pendidikan nasional sesuai Undang-Undang No.20/2003 Pasal 3 Sisdiknas berfungsi untuk mengembangkan  kemampuan, dan  membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tindak lanjut penyelenggaraan pendidikan diatur melalui UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
·      
Strategi Mengembangkan Perguruan Tinggi .Strategi adalah sebuah rencana yang komprehensif yang mengintegrasikan segala resources dan capabilities yang mempunyai tujuan jangka panjang untuk mencapai suatu tujuan.  Sedangkan manajemen strategik adalah suatu proses yang continuous, iterative dan crossfunctional yang bertujuan untuk menjamin agar universitas mampu menyesuaikan diri dengan dinamika perubahan yang ada. Agar perguruan inggi  dapat bergerak dengan cepat dan benar, maka diperlukan kemampuan menentukan posisi baru dengan paradigma dan orientasi baru yang disebut dengan repositioning.

Reposisi universitas dilaksanakan dengan menilai dan mereview seluruh kekuatan dan kelemahan sehingga dapat menentukan mana yang harus diperbaiki dan diperkuatAda beberapa usaha strategis bagi pengembangan peruruan tinggi yang bisa dikembangkan untuk menjawan permasalahan yang diuraikan diatas antaralain diungkapkan oleh Muhajir Efendi dalam makalahnya ”Implementasi Manajemen Pendidikan Tinggi Pengalaman Universitas Muhammadiyah Malang” [3]

  • Menciptakan Trust Dan Confidence Untuk Stakeholder  

Strategi pengembangan ini amatlah penting bagi perguruan tinggi, karena merupakan salah satu bentuk dari public and social accountability perguran tinggi. Membangun infrastruktur yang merata yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana sebagai daya dukung pengembangan keilmuan yang dibutuhkan (multimedia classis, monitoring system for learning processes).

Sebuah perguruan tinggi harus  telah memiliki sejumlah dosen tetap yang cukup, baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya. Telah tersedia sejumlah Laboratorium yang diperlukan, perpustakaan modern, fasilitas olahraga, seni maupun pusat pembinaan keagamaan berupa masjid yang tidak saja difungsikan sebagai tempat ibadah melainkan juga sebagai tempat kajian dan pendalaman wawasan keislaman dan kemasyarakatan.
            
Secara ideal bukan sekedar  sebagai tempat transformasi ilmu dari pihak dosen kepada mahasiswa yang berlangsung secara formal dan mekanis sifatnya, begitu pula tidak sekedar menyelenggarakan ujian-ujian untuk memperoleh sertifikat dan tanda lulus, lebih dari itu ingin menjadikan dirinya benar-benar sebagai  Rumah Ilmu.  Yakni sebagai rumah ilmu para penghuninya yang selalu memiliki ciri khas mengedepankan keberanian yang bertanggung jawab,  kebebasan yang didasari kekuatan nalar yang kokoh serta keterbukaan dalam menerima segala informasi keilmuan yang diperlukan. Orang-orang yang menyandang predikat seperti ini adalah para pecinta ilmu dan kebenaran yang hakiki.  Kampus yang demikian,  di dalamnya terdapat orang-orang yang dalam hidupnya mencurahkan pikiran dan tenaganya hanya untuk mengembangkan llmu Pengetahuan.
            
Sebagai orang-orang yang tinggal di rumah ilmu yang dilakukan adalah kegiatan-kegiatan akademik, seperti kegiatan perkuliahan, diskusi, dialog, meneliti, mencari temuan-temuan melalui literatur, penelitian di laboratorium, dan perenungan terhadap hasil-hasil pengamatannya. Kampus sebagai rumah llmu sebagaimana tergambar dengan sederet ciri khas yang dikedepankan diatas tentunya lulusan yang diinginkan adalah terwujudnya sumberdaya manusia masa depan yang memiliki kekokohan intelektual, kedalaman spiritual, moral yang tinggi, ketrampilan yang handal, yang kesemuanya termanifestasikan dalam bentuk kesalehan individu maupun kesalehan sosial serta memiliki visi yang jelas dan wawasan yang luas. Cita-cita itu menuntut sikap, perilaku dan cara berpikir yang rasional dari setiap sivitas akademika. Karena itu, Universitas ini dari waktu ke waktu terus melakukan penyempurnaan melalui penambahan sarana dan prasarana. Dalam bidang akademik, pembangunan rasa percaya diri ini di manisfestasikan dalam berbagai kegiatan ilmiah seperti penelitian dosen muda, fundamental dan hibah bersaing dengan kecenderungan perolehan yang meningkat, perolehan program-program hibah, Hibah Peralatan, Hibah Peningkatan Mutu Pendidikan, Inherent dan Presidential Scholar Fund oleh Dirjen Dikti.

  • Membangun competitive advance centres.

Dengan membangun pusat-pusat keunggulan di bidang akademik dan eunterpreuner akan membangun brand image di masyarakat. Strategi USE PDSA  dapat dipergunakan dalam membangun competitive advance centres. Pengembangan bidang ini harus dipandang sebagai suatu perbaikan terus menerus (continues improvement), sehingga tugas utama pimpinan yaitu melakukan perbaikan proses yang terjadi secara terus menerus dengan membuat keputusan yang efektif untuk menyelesaikan masalah-masalah bisnis yang ada berkaitan dengan ini bisa menggunakan pembuatan keputusan USE PDSA, yaitu;
U         Understand improvement needs
S         State the problem
E         Evaluate the root Cause (s) 
P         Plan the solution
D         Do or implement the solution


  • ·Mengembangkan ICT (Information and Communication Technology)

Dengan membangun dan mengembangkan ICT yang dipergunakan dalam proses-proses belajar mengajar, manajemen dan interaksi antar unit di universitas. Pengembangan komunitas ICT di dalam kampus diimbangi dengan pembangunan prasarana IT yang memadai seperti koneksi dengan menggunakan serat optik, layanan Hot spot  secara gratis bagi mahasiswa, Server dengan multi processor, koneksi internet 2 MB dan terhubung dengan Jardiknas, dukungan software-software yang legal, sertifikasi internasional, pengembangan monitoring system for learning processes, digital library, Manajemen Administrasi Akademik, Keuangan dan Kepegawaian, dll.

  • Membangun profesionalisme, menjamin kualitas dan menjaga hubungan baik dengan stakeholder.

Perguruan tinggi sebagai organisasi pendidikan memiliki kepentingan terhadap pelestarian budaya, nilai, pemandirian dan juga bisnis. Oleh karena itu universitas dituntut untuk mengikuti perkembangan jaman (fashionable). Pendidikan menyangkut dimensi sistem, paradigma dan kultur. Budaya universitas perlu disesuaikan dengan pergeseran paradigma dunia, yang berorientasi pada customer, kepuasan pelanggan (customer satisfaction), keterbukaan manajemen, dan jaminan kualitas. Jaminan kualitas pendidikan (quality assurance) merupakan titik temu antara harapan para pemakai layanan (client) dan pemberi layanan pendidikan (provider). Kualitas pendidikan merupakan hal yang selalu di diskusikan para ahli pendidikan. Untuk masyarakat yang berbeda, mungkin definisi kualitas pendidikan akan berbeda, demikian pula dengan indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas pendidikan. Quality Assurance sebagai alat ukur kualitas telah diimplementasikan dalam pendidikan di beberapa negara yang telah maju sebagai sebagai bentuk akuntabilitas

untuk standar profesional di bidang pendidikan. Quality Assurance yang terencana dengan baik dan tersistematis akan dapat digunakan untuk merefleksi diri, memonitor kinerja pendidikan, memberikan gambaran komprehensif kefektifan proses pendidikan dan kinerja universitas, sustainable improvement universitas, serta dapat digunakan untuk memberikan jaminan atau kepercayaan suatu produk atau jasa pendidikan dikatakan berkualitas. 
Standard Australia (Cuttance, 1995) Quality Assurance (QA) di definisikan sebagai semua tindakan yang terencana dan sistematis untuk memberikan kepercayaan/jaminan bahwa suatu produk atau jasa memenuhi syarat untuk dikatakan berkualitas.

Dari sisi efektivitas kinerja, Ellis J (2001) mendefinisikan QA sebagai aktivitas yang dilakukan untuk menilai keefektifan proses penyedia layanan, membangun gambaran yang komprehensif mengenai kinerja dan pembaharuan informasi melalui siklus tahunan. Disamping itu CDQA (the Chief Directorate for Quality Assurance) pada tahun 2001 mendefinisikan Quality Assurance sebagai kegiatan monitoring dan evaluasi kinerja dari berbagai macam level sistem pendidikan untuk mencapai tujuan sistem tersebut.

Menurut Harman dan Meek (2000) QA adalah manajemen yang sistematis dan prosedur penilaian yang diadopsi oleh insitusi atau sistem untuk memonitor kinerja dan meyakinkan pencapaian ouput yang berkualitas atau peningkatan kualitas. QA adalah suatu proses yang bertujuan menyatukan semua stakeholder dalam mencapai satu tujuan yaitu peningkatan kualitas pendidikan.  Aktivitas ini memberikan penghargaan pada pelaksanaan kegiatan program yang baik, bukan menghakimi pelaksanaan kegiatan yang kurang baik. QA dimaksudkan untuk meyakinkan stakehorlders bahwa institusi memberikan layanan yang bisa diterima (Dahlgren, P. dkk, 2001).

Dengan adanya penjaminan mutu di bidang akademik, karyawan, layanan, keuangan, dan kesesuaian antara produk akademik yang dihasilkan oleh Universitas Muhammadiyah Malang dengan stakeholder, akan menumbuhkembangkan rasa saling percaya dan membangun image universitas yang baik di masyarakat. Apabila masyarakat merasa puas, maka akan terjalin keterikatan secara emosional dan secara bertahap akan mengembangkan loyalitas pada universitas.


  • ·Membangun kerjasama dengan institusi lain.

Membangun jalinan kerjasama dengan institusi lain merupakan hal yang tidak dapat di hindari. Karena pesatnya perkembangan teknologi informasi dalam era globalisasi ini, maka dunia akan terasa menjadi lebih kecil karena jarak sudah tidak lagi menjadi hambatan dalam berkomunikasi. Dengan komunikasi keterbatasan geofrafis seakan menghilang dan menjadi satu kesatuan masyarakat global.
·         
Perubahan paradigma
Dengan melihat peran dan perubahan paradigma dalam pendidikan di Negara kita dengan mengambil pendapat dari Steven O. Michael :
Dari prespektif perguruan tinggi ini, college dan universitas dipandang sebagai penyedia jasa pendidikan. Sama seperti penyedia layanan jasa lainnya, merubah kebutuhan pasar dan harapan untuk menciptakan permintaan dan peluang yang muncul. untuk memeriksa dan merespon semua kebutuhan,  harapan dan peluang dari lingkungan lembaga pendidikan tinggi ini sangat membutuhkan perencanaan strategi, yang meliputi menciptakan misi dan pernyataan visi, merumuskan prinsip-prinsip inti dari kegiatan.
Tantangan terpenting dari sudut pandang diatas adalah adanya integrasi dari setiap kegiatan pengkajian, perencanaan dan perbaikan. Dengan adanya Integrasi tersebut memungkinkan universitas untuk mengidentifikasi kekuatan organisasi dan kebutuhannya, membantu menentukan prioritas, mendorong segera dan terus menerus untuk mengadakan dialog antar fakultas, staf dan administrasi dalam menentukan  bagaimana mendorong pengembangan lembaga dan bagaimana untuk mencapai “Pendidikan tinggi menginformasikan pemahaman publik, memupuk rasa percaya masyarakat, dan memberikan kontribusi untuk kesejahteraan bangsa ..." (Rhodes, 2001, PXI)

KESIMPULAN
            Implementasi manajemen perguruan tinggi yang dikembangkan mengacu pada beberapa hal yaitu: (1) Sistem dan proses pendidikan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan customer internal dan eksternal bagi semua stakeholders, (2) Pemenuhan kepuasan stakeholders (3) kualitas dikembangkan kedalam setiap tahapan proses dan sistem (4) benchmarking yang merupakan perbandingan antara proses dan sistem yang telah dirancang tersebut dengan fungsi pendidikan tinggi harus telah dilaksanakan semua jurusan dan (5) adanya Team dan Teamwork dalam pengembangan universitas, sehingga selalu terbangun adanya konsolidasi ideal, struktural dan personal. 

Bidang ideal yaitu berupa pembentukan tekad, wawasan dan kesepakatan secara terpadu akan makna Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan tinggi Ini sangat menentukan terhadap sistem maupun cara-cara pengelolaan dan pengembangan masa mendatang, yaitu profesionalisme. Bidang struktural, yaitu berupa penyederhanaan organisasinya.  .  Kebijakan ini ditempuh untuk memperoleh efisiensi dan efektifitas yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan yang dimiliki waktu itu.  Bidang personal, yaitu berupa penggantian pimpinan dan pembinaan disiplin kerja, baik ditingkat universitas maupun fakultas yang dilakukan secara periodik. Dengan kinerja sivitas akademika yang tinggi, prestasi di bidang penelitian dan akademik yang baik, tersedianya fasilitas pendukung yang memadai serta ditopang manajemen yang baik

Referensi :
·         Sagala, Ir. Syaiful, Manajemen Stratejik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan,Alfabeta, Bandung, 2007
·         Bennis, warent & Michael, mitsche, organisasi abad 21 reinveting melalui reengineering, pustaka binaman, Jakarta, 1999.
·         Tilaar, H.A.R, Pengembangan SDM Dalam Era Globalisasi, Grasindo, Jakarta, 2007
·         Salis Edwar, Total Quality Management In Education, Ircsodd, Jakarta, 2008.

* Mahasiswa program Doktoral Universitas Negeri Jakarta

[1] Human development index :
[2] Kerangka acuan Kunjungan kerja panja komisi X DPR RI dalam rangka  masukan terhadap ruu tentang pendidikan tinggi tanggal 27 Februari 2012
[3] Makalah disampaikan pada acara Seminar dan Lokakarya Nasional “Manajemen Perguruan Tinggi Masa Depan Untuk Meningkatkan Daya Saing bangsa” pada tanggal 21 -23 Agustus 2007 di Balikpapan

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Komentar Anda

Nama

Email *

Pesan *