Judul ini bukanlah senandung orang yang lagi diliputi suasana senang. Akan  tetapi, judul ini adalah kutipan dari dua bait syi'ir. Kitab Ta'liimul  Muta'allim menisbatkan dua bait itu kepada 'Ali bin Abi Thalib (Radhiyallahu  'anhu). Sementara dalam kitab Diwan Imam Syafi'i, dalam bab qafiyah nuun (syi'ir  yang berakhiran huruf nun) dua bait syi'ir inipun ada, meskipun kata pembukanya  bukanlah ALAA LAA. 
Dua bait syi'ir itu lengkapnya adalah sebagai  berikut: 
Ketahuilah, engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali setelah  memenuhi enam syarat. 
Yaitu : Kecerdasan, semangat, sabar dan pakai ongkos  (biaya) Petunjuk (bimbingan) guru dan dalam tempo waktu yang lama. 
Dalam  berda'wah, ilmu merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar. Istilah Arabnya:  syai-un la budda minhu (sesuatu yang mesti dan tan kena ora). 
Allah swt  berfirman : 
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang  Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa)  orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu  berusaha dan tempat tinggalmu. (QS Muhammad: 19). 
Mengomentari firman  Allah swt ini, Imam Bukhari berkata : Ilmu dulu sebelum berbicara dan berbuat  
Sudah pasti, da'wah termasuk dalam al qaul dan al 'amal, karenanya,  'ilmu dalam da'wah adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.  
Gerakan ta'allama (belajar) dan 'allama (pengajaran) harus gencar, mulai  dari berbagai bentuk ta'lim; ada ta'lim fil masjid, ada ta'lim rutin, ada majlis  ta'lim dan ada halaqah-halaqah ilmiyyah, baik di mushalla, ataupun rumah. Agar  gerakan ta'allama dan 'allama ini sukses –bi idznillah- marilah kita bahas dua  bait syi'ir yang dikemukakan oleh Imam Syafi'i di atas. 
Dalam dua bait  di atas, untuk sukses mendapatkan 'ilmu, Imam Syafi'i menyebutkan enam syarat,  yaitu: 
1. Dzaka' (kecerdasan). Kecerdasan ada dua macam; pertama:  pemberian dari Allah swt (minhah) dan kedua: muktasab, dalam arti seseorang bisa  menumbuh kembangkan dan mengupayakannya. 
Sering-sering membaca buku,  malu kita kalau tidak rajin membaca buku, jangan sampai kita terkena ejekan  ummatu IQRA' LA TAQRA' (ummat yang wahyu pertamanya berbunyi IQRA' kok malah  tidak MEMBACA).
Sering-seringlah menuliskan apa-apa yang anda baca, anda  dengar dan anda saksikan. Belajarlah merapikan ide-ide dan pengetahuan anda.  Tuangkanlah segala gagasan anda dalam bentuk tulisan. Ingatlah bahwa wahyu kedua  yang turun kepada nabi Muhammad saw adalah surat AL QALAM (pena), sebagaimana  pendapat yang paling kuat yang dipegang para ulama'. Dalam surat ini Allah swt  bersumpah dengan AL QALAM dan APA YANG DITULISKAN OLEHNYA. 
Biasakanlah  mengikuti dan melakukan diskusi-diskusi ilmiyah, ya … ilmiyah, bukan diskusi  penuh emosi, adu otot, debat kusir dan semacamnya, akan tetapi , sekali lagi,  diskusi ilmiyah. 
Ajarkanlah apa-apa yang telah anda ketahui kepada orang  lain. Atau istilah para ulama': tunaikanlah zakat ilmu anda, sebab, dengan zakat  ilmu ini, ilmu anda akan bersih (thahir) dan semakin tumbuh dan berkembang  dengan lebih baik (tazkiyah). Kalau istilah guru kampung saya, ilmu itu ibarat  api (sebenarnya yang lebih pas sih cahaya, nur, tapi nggak mengapa-lah), bila  kita mempunyai api, lalu ada orang lain datang membawa kayu, dan ia meminta api  kepada kita, maka api itu akan semakin besar dan semakin banyak. 
2.  Hirsh (semangat). Menurut saya, hirsh itu adalah hasil dari kesadaran, kesadaran  akan kelemahan dirinya dalam ilmu pengetahuan, kesadaran bahwa dirinya mempunyai  potensi untuk mendapatkan ilmu, kesadaran bahwa thalabul 'ilmi itu faridhah,  kesadaran bahwa dirinya –sebagai da'i- mesti dan harus berbekal ilmu dan  kesadaran bahwa dirinya termasuk dalam kategori orang-orang yang la yadri  lakinnahu yadri annahu la yadri (tidak tahu, tetapi tahu bahwa dirinya tidak  tahu), bukan orang-orang yang la yadri wala yadri annahu la yadri (tidak tahu,  dan ia tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu), sebagaimana yang diungkapkan Imam  Ghazali dalam kitab Ihya'-nya. Saudara dan saudariku yang dimulyakan Allah swt …  Sebagai kader da'wah, kita tidak boleh kehilangan hirsh ini, jangan sampai kita  datang ke majlis ta'lim untuk sekedar memenuhi buku kehadiran, atau karena  pertimbangan daripada, daripada…kita harus datang ke majalisul 'ilmu karena  sifat hirsh kita, dan dalam rangka memenuhi faridhah islamiyyah. 
3.  Ishthibar (penuh kesabaran). Ilmu adalah kesabaran, jangan banyak keluh kesah,  jangan terburu-buru, dan jangan frustasi. 
4. Bulghah (biaya, ongkos).  Berbagai acara ta'lim yang sangat murah, bahkan gratis, artinya, persyaratan ini  telah banyak dipangkas olehnya, karenanya, jangan kehilangan persyaratan  lainnya. 
5. Irsyadu Ustadz (petunjuk dan bimbingan guru). Menghidupkan  kembali apa-apa yang ada pada salafush-saleh. Diantara yang ada pada mereka  adalah adanya model-model QARA-A 'ALA (membaca kitab/ilmu dihadapan … ), SAMI-'A  MIN (mendengar pembacaan kitab/ilmu dari …), AKHADZA 'AN (mengambil dalam arti  mendapatkan kitab/ilmu dari …), HASHALAL IJAZATA MIN (mendapatkan ijazah atau  ijin untuk mengajarkan kitab/ilmu dari …) dan seterusnya. Karenanya, kita semua  harus menghidupkan kembali sunnah (jalan, dan metode) ini, sebab, salah satu  tolok ukur ke-orisinil-an sebuah 'ilmu adalah diambil dari mana (siapa gurunya)  dan siapa saja yang belajar kepadanya. 
6. Thulu Zaman (dalam jangka  waktu yang panjang). Janganlah mengandalkan hal-hal yang serba KILAT, kursus  kilat, belajar cepat, dan semacamnya. Ingat, Rasulullah saw menerima Al Qur'an  bukan dalam tempo cepat, padahal beliau adalah orang Arab, dari suku yang paling  fasih bahasanya, dan beliau sangatlah cerdas dan masih banyak lagi kelebihan  beliau, namun, beliau menerima Al Qur'an itu dalam tempo lebih dari dua puluh  dua tahun (22 tahun lebih). 
Dan akhirnya, semoga Allah swt senantiasa  menambahkan ilmu kepada kita dan menjadikan semua ilmu kita itu bermanfa'at  fid-diini wad-dun-ya wal akhirah, amiiin. 
sumber : keadilan.or.id  
Tidak ada komentar:
Posting Komentar