Oleh: Iis Zatnika
Sertifikasi dosen telah berlangsung, di mana nantinya dosen yang telah mengantongi sertifikasi akan mendapat tambahan tunjangan fungsional yang besarannya belum ditentukan pemerintah.
Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas Satryo Sumantri Brojonegoro mengungkapkan hal itu usai membuka Kongres Asosiasi Dosen Indonesia di Jakarta, Rabu.
Satryo mengungkapkan Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi payung hukum program tersebut kini tengah disusun pihaknya. Rencananya, PP tersebut akan dikeluarkan berbarengan dengan PP tentang sertifikasi guru.
Sebelumnya, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Fasli Jalal mengungkapkan Depdiknas akan menerbitkan sejumlah PP yang menjabarkan UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pada Juli 2006. PP tersebut di antaranya mengatur tentang sertifikasi guru serta dosen.
Satryo mengungkapkan untuk mendapatkan sertifikasi, seorang dosen harus menempuh proses pelatihan di sejumlah perguruan tinggi (PT). Pemerintah akan menunjuk PT-PT yang dianggap layak melakukan proses pelatihan tersebut.
Setelah melalui pelatihan, mereka diwajibkan mengikuti ujian sertifikasi untuk mengukur kompetensi mereka sebagai pengajar. Selama mengikuti proses tersebut, dosen-dosen tersebut tetap mengajar di kampusnya masing-masing.
"Rincinya belum bisa saya sebutkan, tapi yang jelas tunjangan fungsional itu kita alokasikan dari anggaran negara," ujar Satryo. Satryo mengaku belum dapat memberikan keterangan rinci tentang jumlah dosen yang akan masuk dalam program tersebut.
Ia juga menolak menyebutkan daftar kampus yang nantinya akan ditunjuk pemerintah. Prosedur rinci termasuk tahapan yang harus dilalui dosen untuk mendapat sertifikasi tersebut masih terus digodok Depdiknas. Kendati begitu, Satryo memastikan bahwa pemerintah akan mengatur dengan tegas agar semua dosen, baik itu yang mengajar di kampus negeri maupun swasta memiliki tempat mengajar utama atau home base.
Para dosen tetap diperbolehkan mengajar di berbagai kampus, dengan batasan jumlah tertentu yang dianggap layak. Namun, ia harus terdaftar resmi di satu kampus tertentu. Guna mewujudkan hal itu, kata Satryo, pihak kampus tetap harus memberikan kesejahteraan yang layak bagi para dosennya. Pasalnya, selama ini sebagian dosen terpaksa mengajar di berbagai kampus sekaligus untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ketua Pengarah Kongres Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) Zoer'aini Djamal mengungkapkan sebagian besar dosen terpaksa menjadi dosen terbang untuk dapat hidup layak. Sebagian bahkan mengajar di delapan kampus sekaligus. Namun, umumnya dosen mengajar di tiga sampai empat kampus.
"Sebenarnya ketika seorang dosen mendapat jabatan akademik yang diberikan pemerintah, ia sudah terikat aturan tidak mengajar lebih dari tiga tempat," ujar Zoer'aini.
Persoalan lainnya yang tak kalah krusial, kata Zoer'aini, adalah masih rendahnya kualitas dosen di Indonesia.
Indikator utamanya adalah tingkat pendidikan. Hampir 70 persen dosen di Indonesia hanya mengantongi ijasah S1. Hal itu jelas menyalahi ketentuan. Pasalnya, pemerintah mewajibkan dosen untuk strata satu mengantongi gelar master.
"Penyebabnya macam-macam, sebagian kampus belum mampu menyekolahkan dosennya kembali. Di sisi lain, dosen juga tak mampu bersekolah kembali karena kesejahteraannya kurang," kata Zoer'aini.
Kondisi itulah, kata Zoer'aini, yang kemudian menyebabkan sebagian besar dosen makin jauh dari tataran ideal.
Kewajiban untuk melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat tentu sangat sulit direalisasikan dalam kondisi yang serba terbatas. Kesibukan dosen mengajar di berbagai kampus serta minimnya rangsangan yang diberikan kampus serta pihak industri, membuat dosen makin terpisah dari masyarakat.
Sumber : Media Indonesia online, 1 Desember 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar