Jumat, 17 Juni 2011

Kakek berumur 99 tahun baru lulus kuliah



Mencari ilmu tidak pernah mengenal waktu. Inilah yang dilakukan Leo Plass, pria asal Redmond, Oregon, Amerika Serikat. Ia yang berhasil meraih gelar sarjana dari Eastern Oregon University, La Grande, pada 11 Juni lalu dalam usia 99 tahun.

Prestasi Leo Plass sekaligus meruntuhkan rekor manusia tertua, yang berhasil meraih gelar sarjana yang disandang oleh Nola Ochs. Nola berhasil meraih gelar sarjana dari Gubernur Kathleen Sebelius, Fort Hays State, 77 tahun kemudian setelah dia masuk tahun pertama kuliah pada 1930. Saat meraih gelar sarjana, Nola Ochs berusia 95 tahun.

"Saya cuma membutuhkan waktu 79 tahun untuk menyelesaikan kuliah," Leo Plass berkelakar saat dinobatkan sebagai manusia tertua sejagat seusai meraih gelar sarjana.

Atas desakan kemenakan pria itu, Eastern Oregon University yang dulu bernama Eastern Oregon Normal School memeriksa karya tulis Plass. Berdasarkan ketentuan yang diperbarui, Plass dinyatakan memenuhi syarat untuk meraih gelar setingkat sarjana.

Leo Plass meninggalkan bangku kuliah pada tahun 1930-an. Pada 79 tahun kemudian, Plass kembali ke kampus yang telah berubah banyak, untuk meraih gelar sarjana.

"Semua telah berubah. Mereka membawa saya keliling kampus. Ya ampun, semuanya sudah berubah," katanya.

Warga Redmond, Oregon, yang akan berusia 100 tahun pada 3 Agustus 2011 ini mengaku tidak memiliki keinginan atau rencana khusus untuk meniti karier lain dengan gelar barunya tersebut.

Ia mengatakan tak menyesal karena meninggalkan perguruan tinggi untuk bekerja. "Saya sempat kehilangan uang untuk kuliah sebesar 400 dolar AS. Jumlah itu sangat besar. Akhirnya saya terpaksa meninggalkan bangku kuliah," kata Plass.

"Saya kemudian bekerja di sebuah pabrik mantel. Saya mendapat uang dua kali lebih banyak. Saya terlena karena uang dan benar-benar meninggalkan bangku kuliah satu semester sebelum lulus," tambah Plass.

Jauh sebelum Nola Ochs berhasil menyabet gelar sebagai manusia peraih gelar sarjana tertua sejagat, gelar tersebut telah diraih oleh Allan Stewart yang berasal dari Australia.

Allan yang lahir pada 7 Maret 1915 ini berhasil meraih gelar sarjana hukum dari University of New England, New South Wales, Australia, pada usia 91 tahun 214 hari.

Jumat, 10 Juni 2011

11 Aturan Dasar Membesarkan Anak ala Nanny Stella

Penonton setia acara Nanny 911 pasti tak asing dengan nama Nanny Stella. Acara ini memiliki banyak penonton karena para nanny yang terlibat harus membantu keluarga tersebut mencapai kerja sama dan mengubah kekacauan menjadi ketenangan hanya dalam waktu 7 hari.
Beberapa waktu lalu, Nanny Stella mengunjungi Jakarta untuk berbagi 11 aturan dasar (11 Commandments) dalam membesarkan anak. Aturan-aturan ini ia buat bersama salah seorang sahabatnya, Nanny Deb, yang juga ikut dalam acara tersebut. Pengalamannya selama kurang lebih 15 tahun dalam mengasuh anak, ditambah pendidikannya selama 2 tahun di National Nursery Education Board membuatnya percaya diri untuk menerbitkan 11 aturan dasar ini. Menurutnya, aturan dasar ini lintas usia, lintas negara, tidak situasional, tidak emosional, absolut, dan dibuat untuk menghindari tindakan-tindakan buruk yang bisa saja terjadi di masa mendatang.

Berikut adalah 11 aturan tersebut, yang disampaikan Nanny Stella dalam seminarnya di JITEC, Mangga Dua Square, Jakarta, Sabtu (7/12/09) lalu.


1. Bersikap konsisten
Tidak artinya tidak. Ya, artinya ya. Jika Anda ingin memberlakukan “timeout” kepada anak Anda, lakukanlah. Jangan berhenti atau membatalkan hal tersebut hanya karena ada gangguan.

2. Setiap tindakan punya konsekuensi
Tingkah laku yang baik mendapat imbalan. Tingkah laku buruk mendapat hukuman. Berikan penjelasan jika memang ada imbalan untuk sesuatu yang baik yang ia lakukan, atau hukuman jika ia melakukan kesalahan. Misal, Anda sekeluarga akan berlibur ke tempat liburan yang menyenangkan jika anak bisa meraih angka bagus di rapor. Atau, jika malas belajar, ia akan tinggal kelas.

3. Katakan seperti apa yang Anda inginkan
Berpikirlah sebelum bicara, atau rasakan akibatnya. Jika si anak pernah melanggar perintah Anda, maka hukumannya pun harus jelas, dan Anda harus melakukan hukuman tersebut. Jika Anda melanggar sistem ganjaran Anda sendiri, maka si anak akan terbiasa mengabaikan hukuman yang Anda tetapkan untuk hal-hal lain. Bersiaplah, karena hal ini akan berujung pada pembangkangan.

4. Orangtua bekerja sama sebagai satu tim
Kalau Anda dan pasangan tidak saling setuju dalam satu hal, anak Anda tidak akan tahu siapa yang harus ia dengarkan. Hasilnya, ia tak akan mendengarkan siapa pun. Ini tak hanya berlaku untuk Anda dan pasangan saja, tetapi juga untuk semua orang yang berada di tempat Anda membesarkan si anak. Entah itu pengasuh, ibu-ayah, kakek-nenek, paman-bibi, semua yang terlibat dengan si anak. Jangan sampai ada yang memiliki kata-kata yang saling bertolak belakang, karena anak bisa bingung dan malah berakibat buruk baginya.

5. Jangan berjanji jika tak bisa ditepati
Kalau Anda menjanjikan sesuatu kepada si anak, pastikan janji tersebut terpenuhi. Jika Anda tak pasti bisa memberikan janji tersebut kepada anak, lebih baik jangan dikatakan. Karena ingkar janji bisa jadi hal yang sangat menyakitkan untuk anak.

6. Dengarkan anak-anak Anda
Akui perasaan mereka. Katakan, “Ibu mengerti”, tapi ucapkan dengan sungguh-sungguh, lalu luangkan waktu untuk benar-benar mendengarkan Anda. Karena mereka butuh orang yang bisa dan mau mendengarkan keluh-kesah mereka. Jika mereka bersandar kepada orang yang salah, hasilnya bisa menjadi hal yang tak benar untuknya. Cobalah untuk menjadi sahabat mereka dan dengarkan apa yang mereka rasakan. Rasakan nikmatnya menjadi orang terdekat yang mengerti mereka.

7. Tentukan rutinitas
Rutinitas membuat anak Anda merasa aman dan memberi struktur terhadap waktu yang mereka miliki. Namun tak selalu berarti harus mengikuti jadwal sesuai jam. “Rutinitas itu penting, agar anak-anak jadi tahu apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Tak perlu berdasarkan jam, berdasarkan rutinitas juga bisa. Dengan demikian mereka belajar keteraturan. Misalnya, usai bermain di sore hari, mereka mandi, makan malam, sikat gigi, cuci kaki, lalu tidur,” ujar Nanny Stella.

8. Rasa hormat berlaku dua arah
Kalau Anda tidak menghormati anak Anda, mereka tidak akan menghormati Anda. Hukumnya “perlakukan orang lain seperti Anda ingin diperlakukan”. Menghormati mereka dengan memberikan apa yang menjadi hak mereka tanpa menunda, juga mendengarkan apa yang mereka ingin katakan.

9.Penguatan positif lebih baik dari penguatan negatif
Sanjungan, pujian, dan kebanggaan jauh lebih bermanfaat daripada bersikap nyinyir, negatif, dan mengacuhkan. Lebih baik mengucapkan penguatan positif kepadanya untuk menyampaikan maksud Anda, bukan menunjuk ke suatu kata sifat yang melabeli. Misalnya, “Mama senang sekali melihat usaha kamu meningkatkan nilai Matematika kamu” lebih baik ketimbang, “Kamu pintar. Nilai Matematika kamu sudah naik 1 angka di rapor”. Ketika Anda melabeli suatu titik, ia akan berhenti di sana dan tidak berusaha untuk berkembang.

10. Tingkah laku adalah hal yang universal
Tingkah laku yang baik diterima oleh siapa pun. Contohkan padanya untuk mengucapkan “terima kasih, tolong, atau maaf” kepada orang-orang yang bersinggungan. Di mana pun, sopan-santun selalu diperlukan. Ajarkan tata krama kepadanya lewat tindakan Anda. Anak seperti kaset kosong yang merekam apa pun yang mereka lihat dari orang-orang, atau apa yang ia saksikan. Maka, berikan contoh terbaik kepadanya.

11. Definisikan peran Anda sebagai orangtua
Bukan tugas Anda untuk membuat anak menempel pada Anda. Tugas Anda adalah mempersiapkan anak untuk menghadapi dunia luar, dan membiarkannya menjadi diri sendiri. Jangan selalu menempel dan membantunya mengerjakan segala hal. Sesekali ia pun harus belajar menghadapi rasa sakit hati, rasa gagal, juga rasa tak mampu. Ini penting agar ia bisa mencari jalan untuk mengatasi keterbatasannya.

Sumber : http://www.kompas.com/

Inspirasi Pendidikan anak

 oleh Dorothy Law Nolte (1924-2005)

Jika anak-anak hidup dengan kritikan, mereka belajar untuk mengutuk.
Jika anak-anak hidup dengan permusuhan, mereka belajar untuk melawan.
Jika anak-anak hidup dengan rasa takut, mereka belajar untuk menjadi memprihatinkan.
Jika anak-anak hidup dengan belas kasihan, mereka belajar untuk merasa menyesal sendiri.
Jika anak-anak hidup dengan olokan, mereka belajar untuk merasa malu.
Jika anak-anak hidup dengan kecemburuan, mereka belajar untuk merasa iri hati.
Jika anak-anak hidup dengan rasa malu, mereka belajar untuk merasa bersalah.
Jika anak-anak hidup dengan semangat, mereka belajar percaya diri.
Jika anak-anak hidup dengan toleransi, mereka belajar kesabaran.
Jika anak-anak hidup dengan pujian, mereka belajar apresiasi.
Jika anak-anak hidup dengan penerimaan, mereka belajar untuk cinta.
Jika anak-anak hidup dengan persetujuan, mereka belajar seperti itu sendiri.
Jika anak-anak hidup dengan pengakuan, mereka belajar bagus untuk memiliki tujuan.
Jika anak-anak hidup dengan berbagi, mereka belajar kedermawanan.
Jika anak-anak hidup dengan kejujuran, mereka belajar sebenarnya.
Jika anak-anak hidup dengan keadilan, mereka belajar keadilan.
Jika anak-anak hidup dengan baik-baik, mereka belajar menghargai.
Jika anak-anak hidup dengan keamanan, mereka belajar untuk memiliki iman dalam diri mereka sendiri dan orang-orang di sekitar mereka.
Jika anak-anak hidup dengan keramahan, mereka belajar di dunia adalah tempat yang bagus untuk hidup.

Selasa, 07 Juni 2011

Universitas symbol ilmu atau pencari kebenaran?

-->
ISTILAH yang mungkin paling dikenal didunia pendidikan tinggi. Dosen posisi professional bagi seorang pendidik sedangkan universitas sendiri ternyata berasal dari bahasa latin klasik berarti “suatu paguyuban”. Baru pada abad ke 14 istilah ini diberlakukan untuk “suatu paguyuban pengajar dan pelajar yang secara resmi diakui hukum”.
Pada awalnya konon universitas terbentuk untuk untuk melindungi pengajar dan pelajar dari gangguan anggota masyarakat yang lain (perampok, mereka yang tidak tahu gunanya menghabiskan waktu dengan belajar, penjaga milik tuan tanah dan lainnya) yang sebelumnya entitas universitas ini disebut stadium generale sehingga  seorang selesai dari universitas, akan mendapat kan‘facultas docendi’ (ijin untuk menjadi pengajar) sehingga tempat mereka belajar disebut fakultas dan penyampai kelimuan biasa dinamakan dosen.
Tapi katanya universitas ini symbol ilmu. Dimana dipadukan seluruh antara ilmuawan dan ilmu pengetahuan yang kalau didata sangat banyak jumlahnya. Sehingga tidak terpecah dengan beragam ilmu sehingga lahirlah spesifikasi ilmu sesuai dengan kapasitas dan minat ilmiah terhadap pengetahuan yang dikandungnya.
Untuk kehidupan sekarang ini jarang ada seseorang dosen atau tenaga pengajar yang punya talenta menguasai berbagai ragam penegtahuan dengan sempurna sebagaimana para filosof yang memahami berbagai amcam corak ilmu. Alasannya kuat dengan beragam spesfikasi ilmu melahirkan adanya kualifikasi semakin menyempit karena tidak bisa semua orang mengambil jurusan beragam dalam waktu bersama dengan criteria keilmuan yang berbeda.
Sekali lagi universitas adalah kumpulan pembelajar yang memiliki keinginan untuk mengintegralkan pengetahuan didasari oleh kejujuran ilmiah. Idealnya kuliah adalah mencari ilmu bukan menjadikan kuliah sebagai media loncatan keilmuan. Asal lulus saja sudah cukup ditambah bisa mendapatkan pekerjaan baik selaras dengan kebutuhan ekonomi. Bisa juga iuniversitas bukan lembaga pendidikan utuh tapi hanya media menyiapkan karier seseorang untuk memenuhi keinginan bisnis semata dengan pasokan SDM siap pakai.
Sementara nilai kehidupan dan makna hidup hampir tidak menjadi porsi utama saat kita di universitas. Artinya urusan moral adalah personal yang penting kompeten dan professional dalam pekerjaan. Terkadang juga universitas hanya salesman gelar sesuai dengan nilai eksistensi personal di masyarakat, sehingga gelar menjadi tuhan kedua yang harus didapatkan dengan berbagai cara. Artinya universitas hanya memasok masyarakat yang lapar komoditi bukan untuk mengembangkan ilmu. Bahkan tidak sedikit pendirian universitas hanya untuk memenuhi keinginan industry akan pasokan para pekerja sehingga banyak universitas yang dikendalikan keberadaanya oleh industry yang secara manual hanya untuk keuntungan duniawi semata untuk menciptakan link and match. Sisi lain secara global imlikasi
--> dalam proses pendidikan adalah learning without boundaries (konsep belajar tanpa batas dengan system terbuka) yang sudah menyesuaikan diri dengan ekmajuan teknologi pemeblajaran sehingga ada anggapan proses pemeblajaran yang dikemukan oleh Paulo Feire tentang the banking system tidak reelvan lagi dengan ditempatkannya teknologi dalam proses pembelajaran karena era cyber learning bisa mendominasi untuk menjdikan universitas tanpa sekat dan tanpa ruang kelas sehingga para pemeblajar yang telah menguasai cara kemandirian belajar akan menemukan sebuah kebenaran sehingga antara universitas dengan monopoli industry terhadap pendidikan bisa lebih sempit, mereka belajar untuk mengembangkan keilmuannya sehingga bisa melahirkan dunia kerja tersendiri sesuai dengan spesifikasi ilmu yang diperoleh saat di universitas. Penegloaan symbol pendidikan hanya media untuk mendukung para pemebljar untuk lebih menekankan pengembangkan keilmuan sehingga bukans ekedar asal lulus tanpa mengetahui persiapan untuk setelah lulus, bukan sekedar pencari kerja tapi mengembangkan sebuah pekerjaan personal.  
Tapi tidak menapikan kalau membutuhkan pendanaan yang memadai untuk membiayai pengembangan symbol pendidikan dan merubah menjadi pengembangan kelimuan yang melahirakan kesadaran untuk berpikir dan bduaya malu untuk mengambil mentah-mentah hasil karya orang lain tanpa mengembangkan keilmuan dan  semuanya kembali pada mental bangsa.
Sehingga terhadi paradigma yang melihat posisi dosen, ilmuwan dan ilmu bukan faktor yang paling menentukan sehingga universitas hanya sekedar menjadi komoditi kemajuan ekonomi semata. Rasa haus akan kesejahteraan mengalahkan kelaparan akan sebuah makna kebenaran. Sehingga universitas mencari kebenaran yang bisa dikompromikan dengan pasar ekonomi. Sehingga kesibukan ilmiah sebuah universitas terpaku pada program ekonomis sebagai pola marketability. Sehingga mereka selalu emngungakpkan mendirikan universitas yang selaras dengan kebutuhan masyarakat atau menyusun kurikulum yang sesuai dengan tuntutan dunia industri artinya pendidkan berubah menjadi objek bisnis dengan dalih profesionalime manajemen dan universitas berubah menjadi pasar ilmu, tapi karena ilmunya mengambang sehingga universitas hanya sekedar sales dari symbol keilmuan.
Maka mahasiswa yang jenius dapat menyeelsaikan kuliahnya demngan cara membereskan symbol-simbol keilmuan itu. Symbol itu seperti : adminsitrasi kuliah, kartu hasil studi, kartu rencana studi, skripsi, ujian sidAng, ijazah dan gelar akademis. Tidak jarang suatu universitas dikondisikan untuk mempokuskan diri pada peneylesain symbol diatas. Apabila ada akreditas universitas, yang diverifikasi adalah symbol-simbol seperti apakah punya tanah dan bangunan sendiri, apakah ada perpustakaan, apakah mempunyai jumlah dosen dengan kualiats minimal S-2 untuk memenuhi itu semua membutuhkan uang pangkal dari mahasiswa untuk membiayai symbol tersebut. Sehingga tujuan pendidikan hayanya mencari mahaisswa sebanyak mungkin untuk membiayai symbol keilmuan. Sehingga kalau ada plagiat tesis, skripsi mahasiswa, bahkan mungkin terdengar sangat memilukan menteri pertahan As memplagiat tesis doktoralnya dan itu ada dinegara adidaya.
Tentu saja harus kembali pada tujuan dan makna dari universitas itu sendiri sebagai paguyuban yang melindungai amsyaraka pembelajar dan ilmuawan untuk mencari nilai kebenaran sehingga unsure kejujuran menempati posisi yang sangat tinggi. Menjadi komunitas pembelajar tidak sekedar mengejar ipk dan sekedar lulus dengan gelar tapi linglung mau kemana setela lulus dan sedikitpun lupa dengan
--> ilmu dengan spesifikasi ilmiahnya, lupa dengan skripsi yang dengan susah payah disusunnya. 
Artinya muara universitas adalah tersedianya orang yang bisa berpikir dan mengembankan pikiran. Kalau berpikir dan berilmu adalah tolak ukur tamatan universitas dan buka apakah ia memiliki symbol ilmu saja, akan menyusutlah jumlah orang yang menjiplak skripsi dan tesis. Jadi universitas didirikan untuk mengembakan ilmu bukan untuk mengembanKan symbol ilmu.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Komentar Anda

Nama

Email *

Pesan *