Jumat, 22 Oktober 2010

Kriminalitas Facebook, Salah Siapa?

Oleh: Arzil Muhammad*
 

Setiap anak dilahirkan dalam fitrahnya. Keduanya orangtuanya yang menjadikannya sebagai Yahudi, Nashrani atau Majusi Lagi-lagi jejaring sosial Facebook bikin ulah, sebut saja namanya DV, anak umu 13 tahun ini siswi kelas delapan SMPN  Jawa Barat hilang entah kemana. DV yang hilang sejak 05 oktober lalu sampai saat ini belum pulang, dan berdasarkan info yang disampaikan temannya dV pergi karena ada janjian dengan teman yang ia kenal lewat jejaring social Facebook.

Isak tangis kedua orangtua DV dan harapan mereka agar dV segera kembali pulang. Selain itu, pihak SMPN juga mengadakan doa setiap harinya, agar dv selamat dan segera pulang kerumah orangtuanya.(liputan6.com)

Kisah kehilangan DV, bukan baru pertama kali terjadi di tanah air kita. Akhir-akhir ini tidak sedikit kita melihat di media-media masa, berita tentang kriminalitas yang terjadi karena dampak Facebook.

Dampak dari pertumbuhan teknologi yang tak bisa dibendung lagi, sehingga menyebabkan berbagai lapisan masyarakat mengenali berbagai media jejearing sosial, mulai dari Facebook, Twitter, Friendster dan lain-lain.

Sebut saja Facebook, jejaring sosial satu ini sering kali dianggap mudah dimanfaatkan untuk kriminalitas. Mulai dari pencurian anak-anak hingga sampai kasus pemerkosaan yang disebabkan oleh perkenalan dunia maya.

Gaya hidup online rupanya sudah menjadi bagian remaja. Bahkan tak jarang di jam sekolahpun banyak anak-anak masih online. Kalau begini ceritanya, di mana peran orangtua dalam kehidupan anak? Apakah peran orangtua masih diperlukan?
Karena itu, jangan kaget jika ada berita orangtua kehilangan anak gadisnya, hilangnya keperawanan atau hubungan bebas akibat mudahnya seseorang mengenal lawan jenis.

Nasi telah menjadi bubur, kalau sudah begini siapa yang akan disalahkan? Kalau terjadi sesuatu yang tak diinginkan siapa yang disalahkan? Anak kah? atau kedua orangtuanya? Atau kita menyalahkan teknologinya, sepeti Facebook?

Madrasah

“Rumah adalah madrasah (sekolah) utama bagi anak,” demikian ulama mengatakan.  Justru kedua orangtuanya adalah guru pertama bagi anak-anak mereka. Apa yang mereka peroleh di rumah, maka itu yang akan tercermin di kehidupan anak ketika bergaul di luar rumah.

Jauh-jauh Nabi Muhammad telah menjelaskan, “Setiap anak dilahirkan dalam fitrahnya. Keduanya orangtuanya yang menjadikannya sebagai Yahudi, Nashrani atau Majusi.." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Hadis ini menggambarkan, bahwa dalam keadaan anak belum mengenal sosok teman atau lingkungan sekitarnya, pertama ia kenal orangtuanya, mau jadi apa anaknya kelak, orangtualah dasar dari pembentukan karakter itu.

Ada beberapa penyebab terpuruknya akhlak anak-anak muda jaman sekarang:

Pertama, sifat control yang minim dari orangtua.
Membiarkan anak menikmati masa-masa muda nya.Karena kesibukan urusan kantor atau kesibukan lainnya, sehingga anak dimanja dengan memberikan semua fasilitas dunia tanpa adanya kontrol dari orangtua.

Terkadang rasa sayang kepada anak menyebabkan  orangtua memanjakan  anak sehingga takut menegur apa yang dilakukan sang anak, dan membiarkan kehendaknya tanpa membatasi. Walau terkadang, perbuatan si anak telah melanggar norma-norma agama.

 “Biarlah, kan udah dewasa,” kalimat ini sering diucapkan kedua orangtua, seolah member legitimasi bolehnya mereka melakukan sesuatu meski melanggak agama.

Kedua, minimnya pengetahuan agama
Agama adalah petunjuk bagi umat untuk menuju kehidupan yang abadi, dengan agama maka prilaku dan gaya kehidupan sehari-hari seorang insan berjalan diatas rambu-rambu yang telah ditentukan.

Solusi tangguh yang harus dilakukan kedua orangtua adalah menghidupkan suasana agamis di dalam rumah, mulai dari ibadah, terutama  mengajarkan shalat kepada anak sejak dini.

Rasulullah saw bersabdam, ”Suruhlah anak anakmu sholat bila berumur tujuh tahun dan gunakan pukulan jika mereka sudah berumur sepuluh tahun dan pisahlah tempat tidur mereka.”

Memberikan pendidikan agama kepada anak sejak dini --terutama memasukkan anak kesekolah-sekolah agama—adalah bagian dari cara orangtua menyelematkan anak-anak mereka.

Jika orangtua tak mengingkan anaknya sekolah di pesantren atau sekolah agama, mereka harus bisa meyakinkan  akan mampu mendidik anak-anak mereka tentang dasar-dasar agama yang kuat agar kelak di kemudian hari ia tak menyesali yang akan terjadi.

Sebab mengajarkan agama merupakan kewajiban kedua orangtua, sehingga anak tumbuh besar dalam lingkungan keluarga dan akhlak islami.

Ketiga, teman bergaul yang tak mendukung
“Berteman dengan tukang minyak wangi, maka sedikit banyaknya akan terbau wanginya. Dan berteman dengan tukang besi, sedikit banyaknya akan kena percikan-percikan apinya.”

Orangtua sering tak bertanya, dengan siapa anaknya bergaul.  Bagi anak, teman adalah tokoh terbesar yang bisa mempengaruhi akhlaknya, bahkan peran seorang teman bisa menggeser posisi kedua orangtuanya.

Dalam Islam sangat dianjurkan untuk mencari teman yang berkepribadian baik. Tak salah lah penyanyi Opick menganjurkan untuk berteman dengan orang-orang sholeh untuk mengobati hati dalam lagunya  “Tombo Ati”. Ia mengatakan, berkumpul dengan orng sholeh bagian dari obat hati sehingga terbentuk lah anak yang berkarakter muhsiniin (orang baik).

Dengan dipanjatkan doa kepada Allah, semoga anak tercinta menjadi pribadi yang sholeh dan sholehah, berbakti kepada agama, orangtua, nusa dan bangsa, sehingga menjadi qurrotu a`yun bagi masyarakat sekelilingnya. Waallahua`lam bishowab.
 
*)Penulis adalah Mahasiswa tingkat II Universitas Al Azhar Mesir

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Komentar Anda

Nama

Email *

Pesan *