Jumat, 03 September 2010

ELearning or E-Learning

Dunia pendidikan telah dan sedang mengalami perubahan besar. Kebutuhan akan pendidikan untuk meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia menjadi semakin penting dan mendesak. Tuntutan dari stake holder pendidikan semakin besar, sementara perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat belum secara optimal dimanfaatkan oleh pengelola pendidikan.

Menjamurnya pengguna internet benar-benar mengubah kehidupan kita semua. Tempat dan jarak yang dulu memisahkan sekarang makin tidak terasa dampaknya. Kita mudah berhubungan dengan orang-orang di Negara lain, yang belum pernah kita kunjungi sebelumnya, melalui media email, chat room, web cam dan sebagainya. Pengguna internet sendiri selalu meningkat sehingga di kota-kota besar, internet sudah menjadi kebutuhan hidup sehari-hari. Kita dapat melihat berapa banyak warnet (warung internet) yang tumbuh di setiap kota. Hal tersebut menyebabkan jumlah pengguna internet meningkat pesat sampai 100% setiap tahun.

Kemajuan internetpun mempengaruhi hampir setiap sendi kegiatan operasional di organisasi. Banyak kegiatan perusahaan mulai dilakukan lewat internet dan menyebabkan fenomena penggunaan awalan “e” dan “online” di kamus bisnis. E-commerce, e-mail, online application, e-procurement, online hiring, e-CRM, e-HRM, online auction, e-catalogue adalah contoh tren penggunaan internet pada kegiatan yang biasa kita lakukan secara manual. Segala kegiatan mutakhir tersebut menjanjikan efektifitas dan efisiensi yang menakjubkan. Fenomena tersebut menyentuh dunia pendidikan dan pelatihan dengan lahirnya e-learning.

Definisi e-Learning

Menurut Onno W Purbo, istilah e-learning dapat didefinisikan sebagai sebuah bentuk teknologi informasi yang diterapkan di bidang pendidikan dalam bentuk sekolah maya. Definisi e-Learning sendiri sebenarnya sangatlah luas bahkan sebuah portal yang menyediakan informasi tentang suatu topik dapat tercakup dalam lingkup e-learning ini. Namun, istilah e-learning lebih tepat ditujukan sebagai usaha untuk membuat sebuah tranformasi proses belajar mengajar yang ada di kampus ke dalam bentuk digital yang dijembatani oleh teknologi Internet.

Inti dari e-learning sebenarnya adalah cara belajar secara virtual – melalui akses internet dan media elektronik yaitu komputer – interaktif dan mandiri. Dalam tekonologi e-learning, semua proses belajar mengajar yang biasa didapatkan di dalam kelas dilakukan secara live namun virtual, artinya pada saat yang sama seorang dosen mengajar di depan sebuah komputer yang ada di suatu tempat, sedangkan para mahasiswa mengikuti kuliah tersebut dari komputer lain di tempat yang berbeda. Dalam hal ini secara langsung dosen dan mahasiswa tidak saling berkomunikasi namun secara tidak langsung mereka saling berinteraksi pada waktu yang sama.

Dengan semua proses belajar mengajar hanya dilakukan di depan sebuah komputer yang terhubung internet, dan semua fasilitas yang biasanya tersedia di sebuah kampus konvensional telah tergantikan fungsinya hanya oleh menu di depan layar komputer. Rasanya pantas mengatakan bahwa kuliah menjadi lebih mudah dan menyenangkan dengan beberapa kali klik, semua proses belajar mengajar dapat diselesaikan dengan cepat, disamping secara psikologis, mahasiswa menjadi jauh dari tekanan dari pihak kampus maupun dosen.

Materi pelajaran pun dapat diperoleh secara gratis dalam bentuk file-file yang dapat di download. Sedangkan interaksi antara dosen dan mahasiswa dalam bentuk memberi tugas, maupun diskusi dapat dilakukan secara lebih intensif dalam bentuk forum diskusi dan e-mail. E-learning sebagai sebuah revolusi dalam bidang pendidikan sangatlah menakjubkan bahkan ketika pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat. Meskipun demikian tanggapan masyarakat bagi pemanfaatan teknologi ini masihlah berada dalam tahap embrio dan masih sangat terpecah-pecahnya peminat dan peserta dari teknologi ini. Namun sebagai sebuah teknologi baru rasanya tidak ada salahnya jika kita mempelajari kemungkinaan pemanfaatan sistem ini dalam ruang lingkup pekerjaan kita.

Harus diakui bahwa konsep e-learning lebih pada efisiensi belajar mengajar, cara pengajaran maupun materi ajar masih dapat mengacu pada kurikulum yang ada. Mahasiswa berposisi sebagai konsumen pengetahuan, sedangkan dosen sebagai otoritas pengetahuan yang didukung oleh sistem perpustakaan dan metode penyampaian. Pada tingkat lanjut, filosofi e-learning tidak lagi digunakan. Konsep knowledge management, belajar mandiri yang berbasis pada kreativitas mahasiswa dan mendorong mahasiswa melakukan analisa hingga sintesa pengetahuan menghasilkan tulisan, informasi dan pengetahuan sendiri menjadi fokus yang lebih mengarah ke masa depan. Mahasiswa tidak lagi dibombardir dengan doktrin ilmu pengetahuan, tetapi lebih dirangsang untuk mengeksplorasi pengetahuan dan menjadi bagian integral proses pemurnian pengetahuan itu sendiri.

Pada tahapan ini, metode belajar mengajar dan kurikulum perlu mengalami perombakan lumayan banyak. Terlepas dari adanya konsep yang revolusioner ini, piranti yang nanti digunakan di e-learning maupun knowledge management tidak jauh berbeda, hanya konsep dan filosofinya yang berbeda sangat radikal.

Pendidikan konvensional dan e-learning

Sejalan dengan perkembangan teknologi e-learning, terutama yang menyangkut dengan istilah “e” atau singkatan dari elektronik, e-learning juga mencakup banyak hal di luar lingkup teknologi internet itu sendiri. Istilah e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet. Meskipun demikian, e-learning memerlukan perencanaan yang sangat matang, seperti layaknya membangun sebuah kampus konvensional. e-learning mulai diperkenalkan pada dunia pendidikan sejak tahun 1996, dan hingga sekarang terus disempurnakan ke tingkat yang paling efektif dan bahkan melebihi tingkat efektifitas yang dapat dihasilkan oleh sebuah kampus konvensional.
Melalui pemanfaatan e-learning akan dapat diperoleh beberapa keuntungan yang cukup besar dibandingkan dengan usaha pembangunan kampus konvensional. Keuntungan yang paling nyata adalah keuntungan secara finansial. Keuntungan ini diperoleh dari berkurangnya biaya yang diperlukan untuk mengimplementasikan sistem secara keseluruhan jika dibandingkan dengan biaya untuk mendirikan bangunan kampus beserta seluruh perangkatnya termasuk pengajar. Di samping itu dari sisi mahasiswa, biaya yang diperlukan untuk mengikuti kuliah konvensional, misalnya tranportasi, buku-buku dan sebagainya dapat dikurangi namun sebagai gantinya diperlukan biaya akses internet. Dari sisi penyelenggara, biaya pengadaan e-learning sendiri dapat direduksi sampai hampir 50%, di samping itu jumlah peserta dapat dijaring mampu melebihi kapasitas yang dapat ditangani oleh metode konvensional dalam kondisi geografis yang lebih luas. Keuntungan lainnya adalah dengan adanya efisiensi waktu.

Dengan tidak diperlukannya berada di dalam kelas namun dari segala tempat yang dapat mengakses internet, waktu perjalanan dapat ditekan seminimal mungkin. Di samping keuntungan-keuntungan tersebut, masalah utama yang menghadang bagi penerapan teknologi e-Learning di Indonesia adalah keterbatasan akses internet serta masih kurangnya pemahaman masyarakat akan akses internet. Hal ini dapat dilihat masih kurangnya budaya berinternet di masyarakat. Namun, muncul warnet-warnet dan pemasyarakatan Internet di kampus (Internet Student Centre) diharapkan dapat menyelesaikan persoalan ini.

Bagi kampus yang cukup kreatif, sebetulnya biaya akses internet per mahasiswa dapat ditekan sampai ke Rp 100.000,-/mahasiswa/semester.

E-learning merupakan salah satu pemanfaatan teknologi informasi sebagai respon aktif-kreatif yang muncul dari kesadaran akan sisi positif teknologi informasi terhadap perkembangan yang ada. E-learning menjadi perlu dilakukan karena penyebaran pendidikan konvensional dibatasi oleh ruang dan waktu, sedangkan pendidikan digital atau e-Learning dapat dilaksanakan melintasi atas ruang dan waktu. Perbedaan tersebut dapat diilustratikan dalam tabel 1.


Tabel 1. Perbedaan Pendidikan Konvensional dan e-Learning


Aspek Pendidikan Konvensionale-Learning
• Metode Human touch• Hi-tech touch
• Cakupan Terbatas• Hampir tak terbatas
• Interaksi dosen dan mahasiswa Satu tempat, satu waktu• Interaksi dosen dan mahasiswa Satu Waktu Beda Tempat

Bagi mahasiswa akan mendapat keuntungan dengan adanya e-learning dalam hal jarak, biaya dan waktu. Mahasiswa yang belajar dengan e-learning tidak perlu berfikir jarak tempuh antara tempat tinggal dan tempat kuliahnya, karena dengan personal komputer yang terhubung dengan Internet belajar dapat dilakukan di mana saja. Biaya lebih murah, Waktu belajar dapat dilakukan kapan saja tanpa terikat jadwal kuliah.

Keuntungan dan keterbatasan e-learning

Kemajuan penggunaan e-learning dimotivasi oleh kelebihan dan keuntungannya. Ada beberapa kelebihan yang ditawarkan e-learning, antara lain : biaya, fleksibilitas, standardisasi pengajaran, efektivitas pengajaran, dan kecepatan distibusi.
Kelebihan pertama e-learning adalah pengurangan biaya pendidikan. Dengan adanya e-learning, lembaga pendidikan dapat menekan biaya transportasi dosen, makan siang, pengadaan gedung, maupun peralatan kelas seperti papan tulis, proyektor dan alat tulis.

Waktu dan tempat belajar dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja sehingga lebih fleksibel. E-learning dapat disesuaikan dengan kecepatan belajar masing-masing mahasiswa, karena mereka dapat mengatur sendiri kecepatan perkuliahan yang diikuti.
E-learning dapat menghapus perbedaan kemampuan dan metode pengajaran yang diterapkan dosen. Perkuliahan e-learning selalu memiliki standar yang sama setiap kali diakses dan tidak tergantung suasana hati dosen ketika mengajar.

Efektivitas pengajaran dengan e-learning meningkat 25% dibanding pengajaran secara tradisional. E-learning yang dirancang dengan course outline yang mutakhir membuat mahasiswa lebih mengerti isi perkuliahan.

Melihat kondisi geografis Indonesia berupa kepulauan yang terpisah oleh laut, maka dengan e-learning akan dapat membantu distribusi materi kuliah secara cepat. Perubahan materi kuliah cukup mengubah (update) di server e-learning dan pada saat itu juga materi dapat di akses di tempat lain.

Selain adanya keuntungan yang ditawarkan, e-learning juga memiliki keterbatasan yang harus diwaspadai oleh pengelola. Keterbatasan ini meliputi budaya, investasi, teknologi, infrastruktur dan materi.

Beberapa Penyelenggara e-learning yang potensial

Beberapa instansi yang sangat potensial untuk dijadikan mitra kerjasama dalam pengembangan teknologi ini adalah kalangan akademisi (Universitas, LPK, Sekolah umum) dan kalangan industri (misalnya perangkat lunak). Beberapa alasan mengapa organisasi tersebut dapat dijadikan patner ideal dalam pengembangan e-Learning, diantaranya adalah:
  • Kalangan akademisi terutama perguruan tinggi dikenal sebagai gudangnya ilmu pengetahuan karena di dalamnya berkumpul par staf pengajar yang terlatih, materi pelajaran yang telah terstruktur, perpustakaan dengan buku-buku yang memadai, sertta diakui kualitasnya secara resmi melalui akreditasi. Modal ini sangatlah besar nilainya bagi pembangunan proyek-proyek e-Learning yang baru. Proyek-proyek tersebut tidak perlu lagi dimulai dari nol, hal ini tentu saja akan sangat mengurangi biaya yang diperlukan dalam membangun sistemnya.
  • Kalangan industri memiliki modal yang cukup besar dan tenaga-tenaga ahli yang terlatih, disamping juga beberapa pengakuan akan kualitas perusahaan yang dapat digunakan sebagai sarana untuk menjaga mutu dari pendidikan yang dilakukan. Di samping itu dengan pengakuan yang dilakukan oleh pihak industri, di satu sisi akan menguntungkan industri tersebut terutama dalam hal mempersiapkan sumberdaya yang dibutuhkan oleh industri, maupun memberikan spesifikasi khusus bagi peserta itu sendiri. di samping hal itu, beberapa perusahaan juga telah memiliki materi pelatihan yang telah digunakan secara meluas di lingkungan internal perusahaan tersebut. Jadi bukan hal yang terlalu sukar, jika mengharapkan kalangan industri sebagai pelopor bagi pemasyarakatan e-learning. Beberapa perusahaan besar yang ada si Amerika, seperti Cisco System, Hewlet Packard, IBM, Oracle memanfaatkan sistem ini sebagai sarana promosi yang sangat efektif dan murah di samping usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang menguasai produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut.
Meskipun demikian ternyata bukan Amerika saja yang telah menerapkan e-Learning ini dalam sebuah sistem pendidikannya, beberapa negara Eropa diantaranya Swediapun telah berhasil dengan sistem e-Learning ini. Usaha-usaha pelatihan secara resmi maupun sertifikasi sumber daya manusia yang telah dilakukan bertahun-tahun oleh perusahaan-peruahaan tersebut mulai dialihkan dalam bentuk e-Learning yang lebih murah, namun memberi efek yang jauh lebih luas. Melalui proyek ini sumber daya manusia yang dialokasikan untuk memasyarakatkan teknologi yang dikembangkan oleh perusahaan dapat direduksi, dan dimanfaatkan untuk usaha lain yang lebih menguntungkan, misalnya riset teknologi. Hal yang sama juga dialami oleh kalangan akademis yang mulai beralih ke sistem e-Learning, namun dengan sedikit penekanan yang lebih tinggi di sisi pendidikan. E-Learning secara umum dapat diikuti oleh segala usia. Namun, fenomena lain yang sangat menarik dari perkembangan e-Learning di dunia barat adalah munculnya golongan usia rata-rata 38 tahun sebagai peserta terbesar dari kelas-kelas e-Learning yang disediakan. Bahkan umumnya mereka berstatus menikah dan telah memiliki rata-rata dua orang anak dan sebagian besar peserta adalah laki-laki.

Dari seluruh peserta hanya 53% saja yang berhasil menyelesaikan kuliahnya, sedangkan sisanya gagal dengan berbagai alasan seperti tidak memiliki waktu untuk terus mengikuti pelajaran, mengalami kesulitan dengan teknologi yang digunakan, maupun kurangnya waktu yang diberikan untuk berkonsultasi secara langsung dengan pengajar. Selain itu sebanyak 15% dari seluruh peserta memiliki teman diskusi yang disediakan oleh pihak penyelenggara pendidikan e-Learning.

Sebuah pendekatan sistem e-Learning yang patut dipertimbangkan adalah menggunakan teori games. Teori ini dikemukakan setelah diadakan sebuah pengamatan terhadap perilaku para penggemar games komputer yang berkembang sangat cepat.Bermain games komputer sangatlah mengasyikan. Para pemain akan dibuat hanyut dengan karakter yang dimainkannya lewat komputer tersebut, bahkan mampu duduk berjam-jam dan memainkan permainan tersebut dengan senang hati. Fenomena ini sangat menarik bagi para peneliti bidang pendidikan dalam menyusun sebuah sistem pendidikan yang efektif. Dengan membuat sistem e-learning yang mampu menghanyutkan para peserta untuk mengikuti setiap langkah belajar di dalamnya seperti layaknya ketika bermain sebuah games, diharapkan sumbangan positif bagi proses belajar mahasiswa itu sendiri.

Penerapan teori games pada sistem e-learning perlu dilakukan karena pada dasarnya setiap manusia menyukai permainan. Dengan menyisipkan matakuliah di dalam sebuah permainan, proses belajar menjadi lebih menyenangkan tanpa harus kehilangan makna dan tujuan yang ingin dicapai dari proses belajar iu sendiri. Hal ini merupakan modal awal yang sangat baik untuk proses belajar selanjutnya. Tanpa modal yang muncul dari pihak peserta sendiri, segala usaha pendekatan dari pihak pengajar menjadi mustahil dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya.

Oleh karena itu dalam merancang sebuah sistem e-Learning yang diminati dan berguna ada beberapa syarat yang wajib dipenuhi, yaitu sederhana, personal, dan cepat. Sistem yang sederhana akan memudahkan peserta dalam memanfaatkan teknologi dan menu yang ada, dengan kemudahan pada panel yang disediakan, akan mengurangi waktu pengenalan sistem e-Learning itu sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat diefisienkan untuk proses belajar itu sendiri dan bukan pada belajar menggunakan sistem e-learningnya.

Dengan merancang sistem e-learning yang personal, pengajar dapat berinteraksi dengan baik seperti layaknya seorang dosen yang berkomunikasi dengan mahasiswanya di depan kelas. Dengan pendekatan dan interaksi yang lebih personal, mahasiswa diperhatikan kemajuannya, serta dibantu segala persoalan yang dihadapinya dalam kuliahnya. Hal ini akan membuat betah para peserta yang ada. Dengan sistem yang cepat, respon terhadap keluhan dan kebutuhan dalam penyampaian materi dapat lebih ditingkatkan. Dengan respon yang cepat terhadap kondisi mahasiswa yang sedang belajar, memudahkan pengajar maupun pengelola untuk mengadakan perbaikan-perbaikan selama proses belajar mengajar berjalan tanpa perlu menunggu proses tersebut berakhir terlebih dahulu.
Dalam buku ini akan dijelaskan tahap demi tahap dalam merencanakan, maupun mengimplementasikan sebuah sistem e-Learning yang sederhana dari sisi teknologi, namun memiliki pendekatan secara personal pada siswa. Untuk itu akan diberikan contoh berupa aliran sistem e-Learning itu sendiri, serta penyediaan materinya. Dalam buku ini yang ingin ditangani oleh sistem dalam contoh meliputi :
  • User Authentication: menangani otentifikasi pengguna yang masuk, menentukan level dan status pengguna dan menampilkan interface yang sesuai, serta untuk registrasi anggota.
  • Information Alert: menangani hal-hal yang berkaitan dengan pengumuman dsb.
  • Discusion Forum: menangani fasilitas diskusi secara sekelompok dengan pengajar maupun siswa lainnya.
  • Learning tool: menangani proses belajar mengajar di kelas
  • Virtual Library: menangani pencarian informasi yang berkaitan dengan proses belajar mengajar.

Konsep e-Learning

Pada dasarnya konsep e-Learning adalah penyediaan kelas-kelas baru setara dengan kelas konvensional di sekolah-sekolah yang ada selama ini. Istilah setara ini berarti bahwa e-Learning diharapkan dapat menggantikan peran sekolah konvnsional bukan hanya sekedar sebagai pelengkap atau tambahan dari sistem konvensional yang sudah ada.Oleh karena itu pembangunan sebuah lembaga pendidikan virtual seperti e-Learning ini haruslah memberikan hasil yang kurang lebih sama dengan cita-cita untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan konvensional. Intinya, sistem e-Learning ini diadaptasikan dari sistem yang ada di sekolah-sekolah konvensional ke dalam sebuah sistem digital melalui internet. Sebagai sebuah hasil pencangkokan dari benih sistem pendidikan induk yang ada, e-Learning sendiri dapat dikatakan masih dalam taraf eksperimen. Artinya adalah disadari bahwa sebagai sebuah cangkokan , sistem ini memerlukan adaptasi dan penyempurnaan di lingkungan yang baru untuk dapat berkembang dan sejajar dengan sekolah konvensional yang ada.

Sebagai hasil cangkokan, e-learning juga mewarisi sifat-sifat dan sistem yang dilakukan oleh induknya. Salah satu contoh yang paling nyata adalah proses belajar mengajar, seorang pengajar akan memberikan materi kepada para siswa yang ada di berbagai belahan dunia dengan dihubungkan oleh internet. Metode ini kurang lebih sama dengan proses belajar mengajar yang ada di sekolah konvensional, tempat pengajar akan mengajar di depan kelas dan menuliskan materinya di atas papan tulis. Adaptasi yang dilakukan adalah pengajar tetap berhubungan dengan siswa, namun tidak lagi secara langsung melainkan menggunakan komputer yang saling terhubung dengan internet. Sedangkan papan tulis dan perlengkapan belajar lainnya digantikan dengan perlengkapan sejenis secara digital di layar komputer.

Dari sifat tersebut, jelaslah bahwa pengembangan teknologi e-Learning haruslah didasarkan pada sifat dan karakter asli dari sistem pendidikan yang sudah ada. Hal ini berarti bahwa fasilitas-fasilitas yang telah familier digunakan dalam sistem konvensional dapat diadaptasi untuk digunakan sebagai Learning Tool dalam sistem e-Learning.

Dari sisi teknologi, sistem yang paling disukai adalah sistem yang sederhana, mudah dan menarik digunakan . Dalam hal ini perencanaan sistem e-Learning yang baik haruslah memasukkan unsur permainan dalam desain antarmuka maupun alur penggunaannya. Tampilan yang interaktif membantu siswa untuk betah berada di dalam kelas virtual tersebut.

Perlu ditekankan sekali lagi bahwa konsep ini sebetulnya masih konservatif dan memposisikan siswa pada konsumen informasi /pengetahuan, pada konsep yang lebih maju seperti knowledge management – siswa akan menjadi bagian integral dalam siklus pemurnian dan penyebaran ilmu pengetahuan itu sendiri. Sialnya konsep maju tersebut akan banyak bertabrakan dengan pola kurikulum nasional yang dianut DIKNAS di Indonesia saat ini.
APLIKASI BERBASIS WEB

Web browser

Web browser biasanya digunakan dalam client tier dalam model arsitektur three-tier. Web browser memproses dan menampilkan sumber HTML, permintaan HTTP dan proses HTTP.
Ada beberapa produk browser yang tersedia dan masing-masingnya mempunyai perbedaan fitur. Dua produk yang cukup popular berbasis windows adalah Netscape dan Internet Explorer. Web browser mempunyai karakter dasar sebagai berikut:
  1. Semua web browser merupakan HTTP client yang mengirim request dan menampilkan respon dari web server (biasanya dalam bentuk grafik);
  2. Semua web browser menerjemahkan halaman HTML ke pemakai;
  3. Beberapa browser menampilkan citra (image), film dan suara serta mengubah beberapa tipe obyek;
  4. Browser dapat menjalankan JavaScript yang melekat di halaman HTML;
  5. Sebagian web browser dapat menjalankan komponen yang terbangun dalam Bahasa Pemrograman Java atau ActiveX;
  6. Beberapa browser dapat mengaplikasikan Cascading Style Sheets (CSS) ke halaman HTML untuk mengontrol elemen HTML.

HTML

HTML (Hypertext Markup Language) adalah suatu bahasa sederhana yang digunakan untuk mendeskripsikan suatu dokumen. HTML adalah suatu format data tabel digunakan untuk membuat dokumen hypertext yang dapat dibaca dari satu platform komputer ke platform komputer lain tanpa perlu melakukan perubahan karena pada dasarnya HTML adalah dokumen teks biasa.

Dokumen HTML mengandung data tertentu yang digunakan untuk menentukan pilihan suatu teks dan tingkat kepentingan dari teks tersebut dalam suatu dokumen. Dengan sistem hypertext pada dokumen HTML, dokumen tidak harus dibaca berurutan dari atas ke bawah. Topik-topik tertentu dapat secara langsung dituju dengan menggunakan teks penghubung yang akan membawa ke suatu topik atau dokumen lain secara langsung.

Web Server

Dalam sistem three-tier web database, mayoritas logika aplikasi berada di middle tier. Client tier menampilkan data dan mengumpulkan data dari dan ke pemakai, sedangkan database tier berfungsi menyimpan data. Middle tier melayani hubungan antara tier yang lain. Komponen middle tier adalah web server, bahasa script web dan mesin bahasa script.

Web server biasa disebut sebagai HTTP server. Web server adalah program yang menggunakan model client/server dan world wide web Hypertext Transport Protocol (HTTP), dari halaman web dalam server menjadi halaman web ke client. Setiap komputer di internet yang mengandung web site harus memiliki program web server. Ada beberapa jenis web server yaitu Apache, Microsoft Internet Information Server (IIS) dan Novel Web Server. Web server digunakan pada layanan email, penerimaan download file FTP dan membangun halaman web.

Fungsi dasar web server terutama adalah untuk memberikan layanan pengiriman data melalui protocol HTTP (Hypertext Transfer Protocol). Secara umum server menerima kiriman resource spesifik dan mengembalikan resource sebagai bentuk responnya. Sebagai contoh, client mengirimkan permintaan program kepada web server, kemudian web server merespon permintaan tersebut dengan cara melakukan eksekusi program dan mengirim kembali output eksekusi program kepada client.

Web server merupakan server yang mendukung satu atau lebih layanan protokol seperti TCP/IP. Ada dua hal penting dalam layanan protokol yaitu FTP dan HTTP. FTP (File Transport Protocol ) merupakan standar protokol untuk mengirimkan file melalui jaringan TCP/IP. Hubungan antara komponen client dan server sangat sederhana. Komponen client pada FTP mengirimkan permintaan koneksi, mengkopi file antar komputer, daftar file dalam directory, merubah nama file, dan menghapus file. Server membuat dan memelihara koneksi pada client , mengirimkan informasi pada client dan melakukan manipulasi file yang dikirimkan kepada client.

HTTP (Hypertext Transfer Protocol ) merupakan protokol yang digunakan untuk pengiriman file dari HTTP server kepada HTTP client. HTTP menggunakan metode koneksi spesifik. Ketika server mengirim file dari HTTP server kepada HTTP client maka terjadi koneksi, kemudian setelah file diterima oleh client maka koneksi ditutup.
Di dalam pemrograman web dikenal adanya jenis pemrograman client side dan server side, yang dibedakan atas pelaku yang mengolah pemrograman tersebut. Pada pemrograman client side, script pada client side diolah oleh browser, untuk itu browser harus mampu menerjemahkan kode-kode yang ada pada script. Jika browser tidak mampu menangani maka hasilnya tidak akan dapat ditampilkan di halaman browser. Script jenis client side dapat diletakkan di server manapun, karena server tidak bertanggung jawab dalam mengolah kode-kode script.

Sedang di pemrograman server side, script berjenis server side secara umum merupakan script yang diolah oleh server. Karena diolah oleh server maka script diterjemahkan oleh suatu server sebelum dikirim ke browser. Setelah diterjemahkan script tersebut diubah menjadi HTML murni dan selanjutnya dikirim ke browser untuk ditampilkan ke layar.

Server yang dipakai untuk mengolah script harus memiliki kemampuan untuk menerjemahkan kode-kode script. Oleh karena itu pemilihan script harus tepat dan tidak boleh sembarangan. Karena script yang diolah telah menjadi HTML murni ketika dikirim ke browser, maka kode-kode pemrograman server side yang telah disusun tidak akan terbaca oleh orang lain. Inilah yang dikatakan bahwa script yang berjenis server side aman dari intipan programmer lain.

Dalam pemakaian permograman server side tidak perlu mengkhawatirkan tentang kemampuan browser bagi para pengunjung website, apakah browser dapat menerima pemrograman server side yang dipakai. Karena script yang diolah oleh server dikembalikan ke browser telah berupa HTML murni.

MERANCANG E-LEARNING SEBAGAI MEDIA PENGAJARAN

Merencanakan e-Learning

Sebelum memutuskan untuk mengubah proses pendidikan dari sistem yang konvensional menjadi sistem e-Learning, para penyusun kebijaksanaan di bidang pendidikan perlu melakukan observasi dengan mengemukakan pertanyaan-pertanyaan berikut:
  • Berapakah biaya untuk mengobservasikan kursus di dalam kelas menjadi format electronic Multimedia?
  • Perlukah semua kursus dimigrasikan ke dalam model e-Learning tersebut?
  • Dapatkah kita melakukan migrasi tersebut sendiri atau memerlukan campur tangan orang ketiga?
  • Bagaimana kita memeriksa efektifitas dari proses migrasi tersebut?
  • Faktor manusia apa yang terlibat dalam penerimaan terhadap perubahan tersebut?
  • Bagaimana mengimplementasikan migrasi yang terbaik bagi perubahan tersebut?
Oleh karena itu, marilah kita membahas satu persatu pertanyaan tersebut. Biaya untuk mengkonversi instruksi dalam kelas menjadi format electronic multimedia Biaya pembangunan kursus berbasis web atau electronic multimedia bergantung pada sejumlah factor yang berbeda untuk masing-masing jenis kursus. Di samping tiap-tiap kursus berbeda dari segi biaya , juga bergantung pada apakah kursus tersebut diselenggarakan secara internal, eksternal atau dua-duanya. Beberapa factor yang kritis tersebut adalah :
  • Apakah kursus diadakan menggunakan sistem pengajaran di dalam kelas yang sudah dikonversi ke dalam format elektronik? Artinya apakah Anda mengadopsi secara sederhana metode pengajaran di dalam kelas berbentuk presentasi video secara live terhadap terhadap beberapa pemirsa pada waktu yang bersamaan. Jika demikian biaya yang diperlukan relative minimal, Anda hanya menggunakan software yang sudah ada. Meskipun dengan menggunakan cara ini, Anda akan dapat menjangkau peserta yang lebih luas, akan tetapi keuntungan yang lebih besar dari pemanfaatan sistem e-Learning ini masih kurang meliputi di antaranya kemampuan untuk belajar di mana pun dan kapanpun , pengurangan waktu belajar dan peningkatan interaktifitas.
  • Apakah kursus yang diinginkan menggunakan metode pengajaran di dalam kelas yang sudah ada dengan konversi menjadi sistem yang interakif? Keuntungan dari penggunaan tipe ini adalah kemampuan potensial untuk menggali keuntungan dari sistem e-Learning lebih dalam lagi. Jika demikian pembangunan sistem oleh vendor yang berpengalaman merupakan sebuah saran yang direkomendasikan. Tentu saja biaya yang diperlukan juga bervariasi tergantung pada vendornya sendiri dan tingkat kesulitan pembuatan sistem.
Salah satu cara penentuan biaya tersebut adalah dengan menentukan tingkat isi dari sistem yang dibuatnya sebagai berikut:

Web-Based Training Development Levels

Level I : Polish and Publish Level

Grafik, teks, pertanyaan-pertanyaan disediakan oleh vendor dalam bentuk elektronik. Tidak ada modifikasi grafik dan pengembangan desain yang minimal. Pre dan Post test diberikan dan interaktivitas diberikan untuk setiap delapan halaman.

Level II : Standard Interface

Grafik, teks dan pertanyaan-pertanyaan dikonversikan dalam bentuk web oleh vendor. Mengguinakan grafik diam. Basic Testing (benar-salah dan ormat multiple choice; pre dan posttest) dengan feedback sederhana (benar/salah). Animasi sederhana menggunakan 2-4 sel. Hanya satu inteaktivitas untuk setiap enam halaman.

Level III : standar Interface

Grafik, teks dan pertanyaan-pertanyaan dibangun oleh vendor. Penggunaan pilihan graik dengan materi yang disuplai oleh costumer dan tidak memerlukan onsite travel oleh vendor. Extensive testing (benar/salah, multiple choice, isisn dan mencocokan jawaban). Pre dan posttes dengan relational feedback. Animasi dasar menggunakan 20+ sel. sebuah interaktivitas untuk setiap tiga halaman.

Level IV : Grafik, teks dan pertanyaan-pertanyaan

Dibuat oleh vendor. Kreasi dari pilihan grafik. Tes yang komprehensif (benar/salah,pilihan ganda, isisan dan simulasi yang representative) dengan pra dan pasca test. Relational Feedback dan koordinasi dengan materi-materi tambahan. Latihan erbentuk animasi dan games. Animasi yang kompleks animations menggunakan 40+ sel. Sebuah interaktivitas untuk setiap dua halaman.

Instructional Design Levels

Level A : Pure Production work
Tidak ada instruksi desain yang diperlukan vendor. Storyboard dan dokumentasi yang lengkap disediakan vendor dalam format elektronik.

Level B : Storyboarding only
Dibangun berdasarkan petunjuk instruktur khusus. Memerlukan analisis, obyektif, outline kursus secara detil dan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada vendor dalam format elektronik yang dapat diterima.

Level C: Basic Instructional Design
Dibangun berdasarkan petunjuk instruktur kursus. Outline pendahuluan kursus tersedia. Isi nkursus diorganisasi dan ditempatkan di satu tempat (dengan pemilik kursus atau ahli pemilihan subyek). Memerlukan kreasi dalam desain dokunen pendahuluan, outline kursus yang detail dan stroryboard yang disediakan vendor.

Level D : Comprehensive Instructional Design
Kursus baru dibangun berdasarkan petunjuk instruktur kursus . isi kursusu disediakan akan tetapi harus dikumpulkan dan diorganisasi. Memerlukan desain kurikulum yang ekstensive melibatkan kemampuan analysis, profil peserta, obyektif dari kursus, analisa dan isi outline, Desain pendahuluan, outline yang detail dan storyboard.

Migrasi Semua Kursus pada Saat yang Bersamaan atau Dalam Satu Bagian

Perusahaan-perusahaan seperti Motorola Corporation, CISCO, dan IBM yang merupakan pemimpin dalam implementasi e-Learning telah menemukan bahwa tidak semua kursus dapat dimigrasikan menjadi format e-Learning (Online Corporae University Week 2000). Semakin tinggi tingkat sebuah kursus memerlukan tingkat pengetahuan integrasi dan sintesis yang besar terutama dalam pendekatan untuk menghasilkan kelas yang nyaman. berdasarkan pengalaman yang harus dikuasai terlebih dahulu untuk dapat memasuki tingkat kelas yang lebih tinggi.

Membangun Sistem Sendiri atau Menggunakan Tenaga Perusahaan Lain

Jika kursus dibangun untuk presentasi di depan kelas, dan tujuan anda adalh mencatat secara sederhana pelajaran dari instruktur selama kursus, membangun sendiri sistem tersebut merupakan pilihan termurah dan paling masuk akal untuk dikerjakan . Sedangkan jika anda merencanakan untuk menampilkan materi dalam bentuk web yang sinkron untuk semua peserta, terdapat beberapa paket software yang dapat digunaklan yang secara mudah dapat menampilkan presentasi secara sinkron ke seluruh peserta.

Cara Terbaik Untuk Memeriksa Efektivitas dari Migrasi

Cara terbaik dan direkomendasikan untuk memeriksa dan mencari efektifitas dari migrasi dari ruang kelas ke e-Learning adalah dengan mengimplementasikan sebuah leaning management system (lms) yang komprehensif bagi proses migrasi tersebut. Kenyataannya cara terbaik untuk melacak, memonitor, mencatat dan mengelola berbagai program kursus adalah melalui learning management system yang komprehensif. Sebuah learning management system yang baik didasarkan pada berbagai program training yang modern. Sistem tersebut akan melacak pemanfaatan kursus, menangani registrasi, jadwal kelas, memonitor keefektivan biayadan sebagainya. Sebagai tambahan , migrasi ini harus dapat memenuhi tujuan strategis perusahaan dan kemudian LMS anda dapat mengukur bagaimana efektifitas dari migrasi tersebut dalam rapat tentang tujuan perusahaan tersebut.

Isu-Isu Mengenai Faktor Manusia dalam Penerimaan Migrasi ke e-Learning dan Latihan Terbaik untuk Mengatasi Faktor-Faktor Tersebut

Studi telah menunjukan bahwa manusia sangat resisten terhadap perubahan dan bahwa para pekerja yang berusia lebih lanjut cenderung mengalami kesulitan dengan transisi ke e-Learning tersebut. Motorola Corporation, Cisco dan IBM telah menemukan bahwa beberapa pengukuran dapat dilakukan untuk mempermudah transisi. Sebagai contoh Motorola Corporation mempermudah transisi tersebut dengan:
  • Mencari dukungan dari CEO turun ke bawah sampai ke karyawan;
  • Pertama-tama menentukan LMS yang ingin diterapkan salah satunya adalah yang memungkinkan untuk melacak dan memanajemen baik kursus di kelas dan e-Learning) dan mampu meyakinkan bahwa transisi tersebut ssesuai dengan tujuan strategis perusahaan;
  • Mendorong kerjasama seluruh karyawan untuk mendapatkan maukan tentang bagaimana melaksanakan transisi tersebut;
  • Secara bertahap beralih ke dalam solusi sistem e-Learning secara penuh. Sebagai bagian dari factor ini, Motorola secara bertahap melakukan transisi bagikaryawannya untuk setiap waktu dan tempat mengubah hanya satu factor saja hingga mencapai sistem pelatihan berbasis web secara penuh
Dari rincian transisi berikut dapat diketahui bahwa hanya satu faktor saja yang berubah dalam setiap tahap.
  • Classroom Learning : waktu dan tempat yang sama.
  • Synchronous e-Learning : waktu sama namun berbeda tempat
  • e-Learning dalam sebuah multimedia corporate lab : Tempat sama dan waktu berbeda
  • Web based learning : Sembarang tempat dan waktu
Kemudian, Motorola melanjutkan kelas-kelas tradisionalnya sambil melakukan konversi isi kursus ke dalam bentuk media elektronik. Mereka kemudian melakukan transisi ke sistem e-Learning secara sinkron sambil memberikan metode pelajaran di dalam kelas melalui film secara live via intra atau internet pada workstation mereka atau ketika berada di rumah. Pada transisi ketiga, mereka diarahkan untuk berpartisipasi dalam multimedia learning pada multimedia centr yang ada. Akhirnya, para pekerja dapat megikuti kursus multimedia berbasis web dengan baik pada waku dan tempat yang bebas.

Mengukur Kesuksesan e-Learning

Dalam implementasi sebuah sistem e-Learning yang baik, diperlukan pula sebuah perencanaaan yang matang seperti layaknya membangun sebuah sekolah.Perencanaan tersebut meliputi perhitungan-perhitungan yang berhubungan dengan keuntungan financial maupun di sisi pendidikan. Dalam perhitungan tersebut perlu dipertimbangkan tentang return of investment dari penyelenggaraan sistem e-Learning. Untuk pengukuran tersebut, Philips (1996)menyarankan penggunaan metode pengukuran yang digunakan oleh Kirkpatrick (1994). Model yang digunakan Philips menambahkan lima tingkat pada model lama Kirkpatrick untuk menghitung return of investment. Masing-masing tingkat pengukuran tersebut bergantung pada tingkat sebelumnya dan masing-masing tingkat berhubungan dengan tingkat yang lain. Sebuah perusahaaan tidak akan dapat menghitung secara akurat nilai return of investment pada level kelima dari training tanpa mengkur secara akurat nilai pada keempat level yang lain. Model lima tingkat dari Philips adalah sebagai berikut:

  • Reaksi dan perencanaan aksi : Apa reaksi peserta terhadap kursus dan apa yang mereka ingin lakukan dengan materi yang ada?
  • Learning : Kemampuan, pengetahuan, atau sikap apa yang berubah atau diperoleh serta untuk kepentingan apa?
  • Aplikasi pekerjaan : Apakah para peserta menggunakan apa yang mereka peroleh dalam kursus dalam pekerjaannya?
  • Hasil dari sisi bisnis : Apakh hal tersebut dalam aplikasi kerja sesungguhnya menghasilkan sesuatu yang dapat diukur?
  • Return of investment (ROI) : Apakah nilai financial yang dihasilkan melebihi biaya dari kursus itu sendiri?
Level I Biasanya diukur dengan menggunakan apa yang disebut oleh trainer sebagai happy sheets. Mereka umumnya menggunakan metode survey-survey atau angkaet untuk mengukur apakah kursus berguna dan menyenangkan. Mereka juga harus menambahkan pertanyaan-pertanyaan apakah rencana para peserta untuk menggunakan kursus tersebut.

Level II biasanya diukur dengan apa yang dinamakan tes penerimaan belajar. Pengukuran tes ini dilakukan untuk melihat seberapa besar informasi dan kemampuan yang diserap.

Level III biasanya diukur menggunakan observasi dan rating pengamatan . Pengukuran rating ini meliputi tingkat pemanfaatan apa yang dipelajari oleh peserta ke dalam pekerjaannya. Pengamat ( biasanya manager dan supervisor) haruslah diberi pelatihan secara mendalam tentang sistem evaluasi dan pengukuran yang konsisten terhadap parameter yng diukurnya.

Level IV merupakan pengukuran terhadap hasil dari proses bisnis yang specific dari kursus. Hasil tersebut termasuk peningkatan pruduktivitas, peningkatan efisiensi, penurunan ketidakhadiran dan kecelakaan kerja, penurunan keluhan dari pelanggan dan lain sebagainya. Pengukuran hasil ini harus dihindarkan dari efek lain di luar kursus. hal ini dapat dilakukan secara statistik atau melaui kendali grup.

Level V merupakan pengukuran dari ROI. Ada beberapa cara untuk menghitung dari kursus. Tiga buah formula yang paling umum digunakan dalam literatu-literatur adalah:
  • ROI = total biaya administrasi untuk program kursus yang ada – Total biaya administrasi dari program krsus baru
  • ROI = Total biaya kursus / jumlah peserta
  • ROI (%) = Net benefit dari kursus (dalam jumlah dollar)/total biaya program kursus (kali) 100
Masing-masing formula tersebut, mengacu pada definisi ROI yang ada. Formula pertama mengacu pada konsep ROI sebagai jumlah yang disimpan dengan mengimplementasikan sebuah program baru atau metode kursus (LMS, e-Learning dan sebagainya) terhadap program yang lama. Hal tersebut sebenarnya tidak sungguh-sungguuh mengukur ROI namun mengukur projected net savings. Meskipun penghematan biaya merupakan sesuatu yang penting, ROI mencakup lebih dari sekedar penghematan biaya. Dengan formula ini biaya administrsi total(LMS,computer, staf dan sebagainya)darim program yang direncanakan akan dikurangi dari biaya administrasif dari sistem yang ada 9instruktur, materi, ruang kelas dan sebagainya). Hasilnya adalah net savings projected oleh sistem baru. Seperti telah disebutkan sebelumnya, hal ini tidak menggam,barkan pengukuran sebenarnyaterhadap return on investment.

Formula kedua menggambarkan ROI sebagai biaya untuk setiap kursus. Hal ini juga berguna namun sekali lagi bukan merupakan pengukuran yang sebenarnya terhadap return of investment.

Kedua formula, meskipun seringkali dikemukakan sebagai pengukuran terhadap mROI namun tidak mengukur nilai moneter atau keuntungan yang dihasilkan dari investasi kursus yang ada. hanya formula ketiga saja yang memberikan gambaran tentang ROI yang sebenarnya.

untuk menghitung ROI keuntungan-keuntungan yang dapat dirasakan dari kursus perlu ditetapkan dan nilai moneter dari keuntungan tersebut perlu ditetapkan. Keuntungan seperti peningkatan produktifitas (jumlah unit yang diproduksi, item yang terjual, bentuk-bentuk yang dihasilkan, tugas tugas yang dapat diselesaikan dan sebagainya), peningkatan kualitas (kerusakan yang lebih kecil dan sedikit, perbaikan berkurang, dan sebagainya) berkurangnya berang yang dikembalikan, pengurangan waktu lembur, berkurangnya kompensasi terhadap klaim asuransi untuk pekerja, dan peningkatan kepuasan pelanggan. Keuntungan-keuntungan tersebut mudah dikonversi dalam bentuk nilai nominal sehingga disebut hard benefit.

Keuntungan training lainnya lebih susah untuk dikonversi ke dalam nilai nominal sehingga sering disebut soft benefit. Hasil kursus seperti peningkatan komunikasi, peningkatan image perusahaan, peningkatan resolusi konflik, peningkatan sensitifitas keragaman manusia, peningkatan moral pekerja dan peningkatan loyalitas karyawan susah untuk dikonversikan dalam bentuk uang.

Sumber : UBB

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Komentar Anda

Nama

Email *

Pesan *