Kuliah harus linier jenjangnya dari S-1 dan S-2 begitu diungkapkan para petinggi pendidikan dinegeri ini untuk memverifikasi sebuah beasiswa dosen yakni kompetensi ilmu yang diambil supaya
linier dengan S1 dan seterusnya. Hal ini penting karena dosen pada
puncak karir fungsionalnya adalah memperoleh gelar Profesor atau Guru
Besar. Seorang Guru Besar tentu adalah akademisi senior yang jelas
keahlian akademiknya di bidang ilmu tertentu yang juga harus jelas dan
kuat akar ilmunya.
Demikian, selamat menjadi dosen dan ilmuwan sejati.Benarkah begitu, bukankah itu sebuah pemasungan intelektual?, Bukankah dengan kuliah lintas jurusan justru lebih memperkaya ketajaman akademis dosen supaya berwawasan multi kompetensi yang selama ini menjadi bagian yang dilupakan dengan pemahaman tekbook, tanpa memberikan kebebasan dalam mengembangkan wawasanya tentu saja dalam rumpun setingkat dalam kurikulum pendidikan tinggi. keahlian spesifik justru diverifikasi berdasarkan pengujian pendidikan terakhir. Dilapangan Persyaratan ini tentu saja memupus harapan bagi para dosen yang tidak linier jenjang kepakarannya. Namun, masih bayak dosen yang
bingung mengenai konsep linieritas ini.
Ada linieritas dilihat dari 1). Institusi penyelenggara, dimana seorang dosen berada dalam fakultas yang sama yaitu S-1 di fakultas ekonomi jurusan ekonomi, S-2 nya di fakultas ekonomi jurusan MSDM dan S-3 nya di fakultas ekonomi jurusan manajemen publik, 2). Linieritas bidang ilmu (S-1 nya jurusan manajemen pemasaran, S-2 nya MSDM dan S-3 nya manajemen pendidikan jadi S-1,S-2 dan S-3 dalam rumpun yang sama dalam ilmu manajemen cuma fokus yang berbeda dan fokus interest.
Kendala linieritas ini terjadi manakala ingin pengajuan kepangkatan fungsional dosen, untuk pengurusan PNS dan pengajuan beasiswa, jadi rumit dan banyak rekan dosen yang secara ekonomi membutuhkan bantuan jadi tidak mendapatkan peluang itu dan bukankah hal itu sebagai sebuah diskriminasi sistematis yang dilakukan pemerintah terhadap potensi anak bangsa yang beragam.
Hal ini hanya pendapat semoga bisa diperbaiki biar harapan para dosen terutama Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang jumlahnya ribuan bisa ikut berkiprah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bukankah pemerintah juga tidak konsisten dengan menghapus PTN pendidikan (seperti IKIP) dikerdilkan menjadi Fakultas pendidikan dan membiarkan STKIP swasta masih berdiri dimana-mana dan membiarkan siapapun bisa menjadi dosen.
20 komentar:
Negeri kita ini terlalu banyak orang pintar (baca:kunci inggris),sehingga yang diperlukan adalah mutlak kompetensi. Untuk menjadi pemain sepakbola profesional, mungkinkan kita ikutlatihan basket atau voli? Untuk menjadi guru (S1)mapel biologi yang profesional, kudu belajar S2 pendidikan biologi bukan ngambil S2 manajemen pendidikan yg hanya sekedar memperpanjang nama. Jadilah specialis yg mumpuni bukan jadi "abdul rauf ilmu"
untuk bola okei bisa, berbeda dong dengan pendidikan dialamnya ada kebebasan untuk mengembangkan ilmu di luar komptensinya adalah hak keilmuan semua orang, asalkan dalam rumpun yang berkaitan dan bisa memberikan kekayaan talenta yang luas dengan wawasan keilmuan juga bisa memperkaya keilmiahan kita. dan kebebasan ini yang dipermasalahkan bukan masalah linieritas yang merupakan aturan tidak konsiten kemendikbud dalam menata administrasinya dan kompetensi hanya salah satu faktor keilmuan seseorang dan tidak semua orang belajar hanya untuk memperpanjang nama dan jangan menafikan terhadap suatu kebebasan berfikir, tidak semua kita gambarkan secara sempit. butuh kedlaman analisa bukan sekedar memformalkan semuanya.
linearitas yang diterapkan secara kaku akan membuat individu seperti memakai kacamata kuda. bila itu terjadi pada dunia akademik, jangan harapkan ada perkembangan ilmu pengetahuan secara signifikan dan holistik, karena kehidupan tidak pernah linear. bayangkan, apa yang terjadi bila tidak ada dokter yang mengembangkan teknologi kedokteran, apa yang terjadi bila tidak ada ahli komputer yang mengerti ilmu statistik... banyak orang yang dianggap jenius yang hidup pada masa lalu "tidak linear"...
Saya sangat setuju dengan bp yang satu ini,,tp org tua saya cuma blng : tenang saja suatu saat atrn bikinan manusia itu pasti berubah lagy",hehehe
singgahlah sejenak : www.robbirahman87.blogspot.com
Yang lebih parah lagi ketika konsep linieritas diterapkan pada perguruan tinggi eks IKIP/LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) dimana ilmu yang dikembangkannya bersifat hybrid (hybrid science).Contoh Jurusan Pendidikan Ekonomi yang bertujuan menghasilkan guru-guru ekonomi. Disitu ada dua disiplin ilmu yg dikembangkan yakni ilmu pendidikan dan ilmu ekonominya itu sendiri. Nah lho gimana tuuh.....
Hahahha..saya setuju dengan masalah linearitas yg amburadul ini.. di salah satu univ malah ada prodi yang seluruh dosennya S2 demografi, pertanyanya apa yang mereka ajarkan kepada mahasiswa ? jika mereka semua dosen di Prodi pendidikan geografi. itu masalah yang timbulkan karena linearitas
pantas saja perguruan tinggi di indonesia tidak masuk ranking world top universities, karena kebodohan para petinggi yang selalu mempermasalahkan linearitas, mengkotak2an ilmu.
jika linearitas diterapkan, maka tidak mungkin ada dosen/ilmuan indonesia yang menguasai nanoteknologi, bioinformatika, bioteknologi, dll, karena ilmu-ilmu yang state-of-the-art dan cutting-edge research merupakan gabungan/overlap dari berbagai bidang ilmu. contoh: nanoteknologi=math+komputasi+computer science+materials science+biology+physics+chemistry. bioinformatics=math+physics+biology+computer science+informatics.
jadi para researcher/experts di bidang2 spt di atas jangan harap bisa naik jabatan akademik di indonesia, karena bidang ilmunya dianggap tidak linier....
ao indonesia, indonesia, indonesia, negri dagelan, bahkan pendidikan dan research pun dagelan ...wkwkwkwk...
saya setuju banget dengan komentar di atas,,,,bingung saya melihat linieritas pendidikan yg dimaksud oleh dikti,,saya S-1 kimia murni dan S-2 teknik kimia,,,tapi ketika saya mengajukan permohonan untuk menjadi dosen,,ternyata dikatakan tidak linier,,,sampai2 saya berfikir sayang banget saya mengambil S-2 mati2an (dana dan pikiran)..saya bingung knpa bisa begitu,?padahal ilmu kimia yang saya pelajari di S-1 itu dikembangkan dalam skala lebih besar dengan ilmu teknik kimia,,dan selama saya belajar di S-2 teknik kimia, yg saya pelajari itu tidak jauh berbeda dengan apa yg saya pelajari di S-1 kimia..bahkan bukannya saya sombong ya,,saya yg S-1 nya kimia murni lebih paham daripada teman2 saya yg S-1 nya dari teknik kimia..nah klu begitu siapa yang bodoh ni?dosen kah? kalau tidak linier, kenapa isi materi kuliahnya hampir sama...atau pemerintah yg salah menerapkan tentang linieritas pendidikan? weleh2
saya setuju banget dengan komentar di atas..saya bingung dengan kebijakan linieritas yg tidak jelas mksudnya itu..saya lulusan S1 kimia dan S2 teknik kimia,,tapi ketika saya mengajukan permohonan untuk menjadi dosen,,ternyata dikatakan tidak linier,,padahal dasar ilmunya sama yaitu kimia..sampai2 saya sempat berfikir sampai saat ini (sayang bener ya saya ngambil S2 tpi tdak bisa saya salurkan, krna ditempat saya bekerja pun ilmu S1 saya saja blum sepenuhnya terpakai)...ilmu kimia yg saya pelajari di S1 itu diterapkan dalam skala besar dengan menggunakan ilmu teknik kimia,,dan isi materi yg disampaikan pada S2 teknik kimia itu tidak jauh berbeda dengan apa yg ada pada S1 kimia,,bahkan bukannya saya sombong ya,,selama kuliah di S2 teknik kimia, saya yg S1 nya kimia lebih paham dari teman2 saya yg S1 nya teknik kimia..jadi siapa sebenarnya yg bodoh?apakah dosen?klu dikatakan tidak linier knapa isi materi kuliahnya hampir sama,,atau pemerintah yg tidak jelas maksud dan misinya dalam menerapkan linieritas pendidikan tersebut?
betul sekali..... saya pun mengalami pendapat2 di kampus tempat saya bekerja, S1 dan S2 saya adalah fokus pada Manajemen SDM, sekarang saya sedang melanjutkan studi S3 di Unair dengan mengambil jurusan Pengembangan SDM, banayk pihak yang mengatakan bahwa ilmu saya TIDAK LINIER!!! padahal justru program studi yang sy ambil adalah pengembangan dari ilmu2 sebelumnya yang telah saya pelajari bahkan lebih spesifik. mungkin karena PSDM berada pada Program Pascasarjana karena bersifat multidisiplin sedangkan Manajemen SDM berada pada Fakultas Ekonomi itulah yang dikatakan tidak linier karena Gelar sy SE coba kalo gelar sya SSDM dan berada pada 1 Fakultas pasti dikatakan LINIER!!! hehehehe itulah bodohnya para petinggi kita melihat linieritas bukan pada keterkaitan keilmuannya tetapi melihat dari Fakultas atau Prodi mana ilmu itu berada???? semoga pihak2 berwenang cepat INSYAF!!!!
with
jika S1 mengambil jurusan pendidikan biologi dan S2 mengambil jurusan biologi(mipa), apakah hal tersebut dapat dikatakan linier?
menurut aturan dikti, itu tidak liner. yang lllinear tetap pendidikan biologi.
dan itu sangat menjengkelkan. sempit.
Jika S1 nya jurusan matematika (mipa) lalu ingin melanjutkan ke s2 pendidikan matematika, apakah itu masih linier? Mohon konfirmasinya, trims
Memang amburadul... saya ikut penerimaan PNS karna untuk guru ekonomi bisa dari akutansi,
Saya S1 akutansi, dari fakultas ekonomi dengan gelar SE, dan sekarang tidak bisa mengikuti sertifikasi guru karna di anggap tidak linear, padahal pelajaran ekonomi SMA adalah gabungan dari akutansi dan ekonomi, jadi dimana letak tidak linear... klu memang tidak linear kenapa bisa di gabung. Dan klu tidak linear kenapa waktu penerimaan untuk tenaga pengajar ekonomi bisa dari S1 akutansi....???????????????????
Kalau s1 pendidikan fisika lalu s2 jurusan pengembangan kurikulum linear apa nggak sih? Kalo dilihat Kan masih satu rumpun ilmu pendidikan?
Mohon maaf sebelumnya mungkin bisa cek surat 0404/E3.2/2015 Belmawa,
Sehingga konsep linieritas dosen mungkin bisa berubah, sumber Twitter @InfoDosen. Terima kasih
Mohon maaf sebelumnya mungkin bisa cek surat 0404/E3.2/2015 Belmawa,
Sehingga konsep linieritas dosen mungkin bisa berubah, sumber Twitter @InfoDosen. Terima kasih
Mohon maaf sebelumnya mungkin bisa cek surat 0404/E3.2/2015 Belmawa,
Sehingga konsep linieritas dosen mungkin bisa berubah, sumber Twitter @InfoDosen. Terima kasih
Lptk (lembaga pencetak
Posting Komentar