Filsafat
ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial
maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat,
sebaiknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Kelahiran
filsafat di Yunani menunjukkan pola pemikiran bangsa Yunani dari
pandangan mitologi akhirnya lenyap dan pada gilirannya rasiolah yang
dominan.
Perubahan dari pola pikir
mite-mite kerasio membawa implikasi yang tidak kecil. Alam dengan segala
gejalanya, yang selama itu ditakuti kemudian didekati dan bahkan bisa
dikuasai. Perubahan yang mendasar adalah ditemukannya hukum-hukum alam
dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang terjadi, baik
alam semesta maupun pada manusia sendiri.
B. PENGERTIAN
Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang disusun oleh Ismaun (2001)
Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang disusun oleh Ismaun (2001)
- Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
- Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan)
- A. Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.)
- Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.)
- May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis, description, and clarifications of science.” (Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
- Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other, it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error. (Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan
- Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry observational procedures, patens of argument, methods of representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical methodology and metaphysics”. (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika).
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa
filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan
mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun
aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari
epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat
ilmu, seperti :
- Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
- Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
- Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ? (Landasan aksiologis). (Jujun S. Suriasumantri, 1982)
C OBJEK FILSAFAT
1.Objek Material filsafat
Yaitu
suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan
pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di Pandang atau di sorot oleh
suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit
ataupun yang abstrak.
Menurut Drs.
H.A.Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu yang ada, baik
yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam
kemungkinan. Segala sesuatu yang ada itu di bagi dua, yaitu:
- Ada yang bersifat umum (ontologi), yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada pada umumnya.
- Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak (theodicae) dan tidak mutlak yang terdiri dari manusia (antropologi metafisik) dan alam (kosmologi).
2. Objek Formal filsafat
Yaitu
sudut pandangan yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau
pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu di
sorot.
Contoh : Objek materialnya
adalah manusia dan manusia ini di tinjau dari sudut pandangan yang
berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia di
antaranya psikologi, antropologi, sosiologi dan lain sebagainya.
E. FUNGSI FILSAFAT
Filsafat ilmu
merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat
ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan,
yakni :
- Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
- Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
- Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
- Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
- Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya. Disarikan dari Agraha Suhandi (1989)
Sedangkan Ismaun (2001) mengemukakan fungsi filsafat ilmu
adalah untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan
teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori
ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua
fungsi, yaitu: sebagai confirmatory theories yaitu berupaya mendekripsikan
relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation
yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara
sederhana.
G. SUBSTANSI FILSAFAT
Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001)
memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1)
fakta atau kenyataan, (2) kebenaran (truth), (3) konfirmasi dan (4) logika
inferensi.
1.Fakta atau kenyataan
Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam,
bergantung dari sudut pandang filosofis yang melandasinya.
- Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya.
- Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas, kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.
- Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik dengan skema rasional, dan
- Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empiri dengan obyektif.
- Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.
Di sisi lain,
Lorens Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan fakta
ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang
merupakan obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta
ilmiah merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Yang
dimaksud refleksi adalah deskripsi fakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta
ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis. Tanpa fakta-fakta ini bangunan
teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang
diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu
deskripsi ilmiah.
2. Kebenaran (truth)
Sesungguhnya,
terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional,
kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik
(Jujun S. Suriasumantri, 1982). Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori
kebenaran dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi,
kebenaran performatif, kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan,
Noeng Muhadjir menambahkannya satu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik.
(Ismaun; 2001)
a.
Kebenaran koherensi
Kebenaran
koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain
dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut,
baik berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan
sensual rasional mau pun pada dataran transendental.
b.Kebenaran
korespondensi
Berfikir benar
korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu
lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan
arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan belief yang
diyakini, yang sifatnya spesifik
c.Kebenaran
performatif
Ketika pemikiran
manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukan apapun yang
ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun yang filosofik, orang
mengetengahkan kebenaran tampilan aktual. Sesuatu benar bila memang dapat
diaktualkan dalam tindakan.
d.Kebenaran
pragmatik
Yang benar
adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki kegunaan
praktis.
e.Kebenaran
proposisi
Proposisi adalah
suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang dari yang
subyektif individual sampai yang obyektif. Suatu kebenaran dapat diperoleh bila
proposisi-proposisinya benar. Dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah
bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain yaitu dari
Euclides, bahwa proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya, melainkan
dilihat dari benar materialnya.
f.Kebenaran
struktural paradigmatik
Sesungguhnya
kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan perkembangan dari kebenaran
korespondensi. Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisis
statistik lanjut lainnya masih dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan
lainnya. Padahal semestinya keseluruhan struktural tata hubungan itu yang
dimaknai, karena akan mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih
menyeluruh.
3.Konfirmasi
Fungsi ilmu
adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, atau
memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi
absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan
asumsi, postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah
bila mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat
penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik
dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif.
4.Logika inferensi
Logika inferensi
yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logika matematika,
yang menguasai positivisme. Positivistik menampilkan kebenaran korespondensi
antara fakta. Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi antara yang
dipercaya dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih
bersifat spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga
inferensi penelitian berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.
Post-positivistik
dan rasionalistik menampilkan kebenaran koheren antara rasional, koheren antara
fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran
koherensi antara fakta dengan skema moral. Realisme metafisik Popper
menampilkan kebenaran struktural paradigmatik rasional universal dan Noeng
Muhadjir mengenalkan realisme metafisik dengan menampilkan kebenaranan
struktural paradigmatik moral transensden. (Ismaun,200:9)
Di lain pihak,
Jujun Suriasumantri (1982:46-49) menjelaskan bahwa penarikan kesimpulan baru
dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara
tertentu, yakni berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika terbagi ke
dalam 2 bagian, yaitu logika induksi dan logika deduksi.
H CORAK DAN RAGAM FILSAFAT
Ismaun (2001:1)
mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya:
- Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta ideologi, (2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.
- Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means. Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide manusia.
- Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan praktis.
Produk domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria:
nyata, benar, dan logis. Bila etik dimasukkan, maka perlu ditambah koheren
dengan moral. Produk alasan praktis tampil memenuhi kriteria oprasional,
efisien dan produktif. Bila etik dimasukkan perlu ditambah human.manusiawi,
tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih diekstensikan lagi menjadi tidak
merusak lingkungan.
Dafatar Pustaka
. 1982. Epistemologi Bagian I Teori Pengetahuan. Diktat. Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM.
. 1980. Disekitar Masalah Ilmu; Suatu Problema Filsafat. Surabay: Bina Ilmu.
. Epistimologi Masa Depan dalam jurnal filsafat. Seri 1, februari 1990.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar