Rabu, 23 Juli 2014

COOPERATIVE LEARNING



Petunjuk atau paradigma adalah suatu teori, perspektif , atau kerangka berpikir yang menentukan bagaimana kita memandang, menginterpretasikan, dan memahami aspek-aspek kehidupan. Untuk bisa mencapai tujuan dengan benar, kita membutuhkan peta yang baik dan tepat. Jadi, paradigma bisa dikataka sebagai peta dalam perjalanan kita dalam kehidupan ini.

Paradigma yang lama adalah guru memberikan pengetahuan kepada siswa yang pasif. Banyak guru dan dosen masih menganggap paradigm lama ini sebagai satu-satunya alternative. Mereka mengajar dengan metode ceramah dan mengharapkan siswa Duduk, Diam, Dengar, Catat, dan Hafal (3DCH) serta mengadu siswa satu sama lain.

Pendidik perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar berdasarkan beberapa pokok pemikiran sebagai berikut :

  1. Pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa.
  2. Siswa membangun pengetahuan secara aktif.
  3. Pengajar perlu berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa.
  4. Pendidikan adalah interaksi pribadi di antara para siswa dan interaksi antara guru dan siswa.

Transformasi Pendidikan dan Globalisasi
Pada abad 21 ini, kita perlu menelaah kembali praktik-praktik pembelajaran di sekolah-sekolah. Peranan yang harus dimainkan oleh dunia pendidikan dalam mempersiapkan anak didik untuk berpartisipasi secara utuh dalam kehidupan bermasyarakat di abad 21 akan sangat berbeda dengan peranan tradisional yang selama ini dipegang erat oleh sekolah-sekolah.

Ada beberapa alasan penting mengapa system pengajaran ini perlu dipakai lebih sering di sekolah-sekolah. Seiring dengan proses globalisasi, juga terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan demografis yang mengharuskan sekolah dan perguruan tinggi untuk lebih menyiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan baru untuk bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat.

Nilai-Nilai Gotong Royong dalam Budaya Indonesia 
Ini menjabarkan nilai-nilai gotong royong dalam budaya Indonesia yang akan sangat memungkinkan digunakannya metode pembelajaran cooperative learning dalam proses belajar mengajar di sekolah-sekolah.
Metode pembelajaran cooperative learning bukan sekedar kerja kelompoknya, melainkan pada penstrukturannya. Jadi, sistem pengajaran cooperative learning bisa didefinisikan sebagai sistem kerja/belajar kelompok yang terstruktur.

Model Pembelajaran Cooperative Learning 
Model pembelajaran cooperative learning, kompetensi bukanlah satu-satunya model pembelajaran yang bisa dan harus dipakai. Ada 3 pilihan model, yaitu kompetisi, individual, dan cooperative learning. Dalam model pembelajaran kompetisi, siswa belajar dalam suasana persaingan. Tujuan utama dalam metode pembelajaran kompetisi adalah menempatkan anak didik dalam urutan mulai dari yang  paling baik sampai dengan yangpaling jelek. Secara positif, model kompetisi bisa menimbulkan rasa cemas yang justru bisa memacu siswa untuk meningkatkan kegiatan belajar mereka.

Model individual, setiap anak didik belajar dengan kecepatan yang sesuai dengan kemampuan mereka sendiri. Asumsi yang mendasari sistem pengajaran individual adalah bahwa setiap siswa belajar sendiri tanpa atau dengan sedikit bantuan dari pengajar. Asumsi lainnya menyatakan bahwa setiap anak didik adal unik dengan segala kebiasaa, kemampuan, minat, dan bakatnya yang sangat berbeda dengan yang lainnya. Anak didik bisa diharapkan belajar sesuai dengan kemampuan mereka sendiri dan bebas dari stress yang mewarnai system kompetisi. Selain itu, model pembelajaran individual ini jelas memakan biaya yang relative mahal.

Model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model cooperative learning dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.

Lima Unsur Model Pembelajaran Cooperative Learning
Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus ditetapkan.

  1. Saling Ketergantungan Positif.
  2. Tanggung Jawab Perseorangan.
  3. Tatap Muka.
  4. Komunikasi Antaranggota.
  5. Evaluasi Proses Kelompok.

Pengelolaan Kelas Cooperative Learning
Pengelolaan kelas model Cooperative Learning yang bertujuan untuk membina pembelajar dalam mengembangakan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengan pembelajar yang lainnya. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model Cooperative Learning, yakni pengelompokan, semangat Cooperative Learning, dan penataan ruang kelas.
Ability grouping adalah praktik memasukkan beberapa siswa dengan kemampuan yang setara dalam kelompok yang sama. Praktik ini bisa dilakukan pada pembagian kelompok di dalam satu kelas atau pembagian kelas di dalam satu sekolah.

Agar kelompok bisa bekerja secara efektif dalam proses pembelajaran gotong royong, masing-masing anggota kelompok perlu mempunyai semangat gotong royong. Niat siswa bisa dibina dengan beberapa kegiatan yang bisa membuat relasi masing-masing anggota kelompok lebih erat seperti di bawah ini :

  1. Kesamaan kelompok;
  2. Identitas kelompok;
  3. Sapaan dan sorak kelompok.

Dalam metode pembelajaraan Cooperative Learning, penataan ruang kelas perlu memperhatikan prinsip-prinsip tertentu. Bangku perlu ditata sedemikian rupa sehingga semua siswa bisa melihat guru/papan tulis dengan jelas, bisa melihat rekan-rekan kelompoknya dengan baik, dan berada dalam jangkauankelompoknya dengan merata. Kelompok bisa dekat satu sama lain, tetapi tidak mengganggu kelompok yang lain dan guru bisa menyediakan sedikit ruang kosong di salah satu bagian kelas untuk kegiatan lain.

Teknik-Teknik Pembelajaran Cooperative Learning 
Teknik Belajar-Mengajar Cooperative Learning antara lain :

  1. Mencari Pasangan. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.
  2. Bertukar Pasangan. Teknik belajar mengajar Bertukar Pasangan memberi siswa kesempatan untuk bekerja sama dengan orang lain.
  3. Berpikir-Berpasangan-Berempat. Teknik ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain.
  4. Berkirim Salam dan Soal. Teknik belajar mengajar Berkirim Salam dan Soal memberi siswa kesempatan untuk melatih pengetahuan dan keterampilan mereka.
  5. Kepala Bernomor. Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
  6. Kepala Bernomor Terstruktur. Teknik ini siswa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan kelompoknya.
  7. Dua Tinggal Dua Tamu. Struktur Dua Tinggal Dua Tamu memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain.
  8. Keliling Kelompok. Dalam kegiatan Keliling Kelompok, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain.
  9. Kancing Gemerincing. Dalam kegiatan Kancing Gemerincing, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain. Keunggulan lain adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok.
  10. Keliling Kelas. Dalam kegiatan Keliling Kelas, masing-masing kelompok mendapat kesempatan untuk memamerkan hasil kerja mereka dan melihat hasil kerja kelompok lain.
  11. Lingkaran Kecil Lingkaran Besar. Salah satu keunggulan teknik ini adalah adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk berbagi dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur.
  12. Tari Bambu. Dalam kegiatan belajar mengajar dengan teknik ini, siswa saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Dan keunggulannya yaitu adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk berbagi dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur.
  13. Jigsaw. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna.
  14. Bercerita Berpasangan. Dalam kegiatan ini, siswa dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajinasi. Buah-buah pemikiran mereka akan dihargai sehingga siswa makin terdorong untuk belajar.

Model Evaluasi Belajar Cooperating Learning 
Berikut ini uraian tiga model evaluasi berdasarkan ketiga sistem pembelajaran :

  • Model Evaluasi Kompetisi. Sistem peringkat jelas menanamkan jiwa kompetitif, sistem kompetisi ini tampak sangat mendomonasi kegiatan pendidikan. Sistem ini hanya menekankan pada hasil belajar yang bersifat kognitif.
  • Model Evaluasi Individual.Tampaknya, sistem pengajaran individual lebih menarik disbanding sistem kompetisi. Anak bisa diharapkan belajar sesuai kemampuan mereka sendiri dan bebas dari stres yang mewarnai sistem kompetisi.  
  • Model Evaluasi Cooperative Learning. Alternatif lain yang perlu ditambahkan untuk mengimbangi atau mengganti sistem peringkat adalah sistem pendidikan Cooperative Learning. Sistem pendidikan gotong royong merupakan alternative menarik yang bisa mencegah tumbuhnya keagresifan dalam sistem kompetisi dan keterasingan dalam sistem individu tanpa mengorbankan aspek kognitif.

Penutup 
Banyak nilai yang didapatkan seorang siswa di dalam ruang kelas akan terbawa terus dan tercermin terus dalam tindakan orang tersebut dalam kehidupan bermasyarakatnya. Berdasarkan asumsi ini , dapat disimpulkan seorang pengajar mempunyai peranan yang sangat besar untuk ikut membina kepribadian anak didiknya.

Sampai saat ini, metode pembelajaran Cooperative Learning belum banyak diterapkan di sekolah. Jika sekolah juga bertujuan untuk menghasilkan manusia yang bisa berdamai dan bekerja sama dengan sesamanya, metode pembelajaran Cooperative Learning perlu lebih sering dipakai.

Selain itu, suasana positif yang timbul dari metode pembelajaran Cooperative Learning bisa memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencintai pelajaran dan sekolah/guru. Dalam kegiatan-kegiatan yang menyenangkan ini, siswa merasa lebih terdorong untuk belajar dan berpikir.

Sumber :
Anita Lie, Cooperative Learning, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, Juli 2008










Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Komentar Anda

Nama

Email *

Pesan *