PENDAHULUAN
Kata komunikasi
berasal dari kata latin cum, yaitu kata depan yang berarti “dengan” dan
“bersama dengan”, dan unus, yaitu kata bilangan yang berarti “satu”. Dari kedua
kata itu terbentuk kata benda communio yang dalam bahasa Inggris menjadi
communion dan berarti “kebersamaan, persatuan, persekutuan, gabungan,
pergaulan, hubungan”. Untuk ber-communio, diperlukan usaha dan kerja. Dari kata
itu dibuat kata kerja communicare yang berarti membagi sesuatu dengan
seseorang, memberikan sebagian kepada seseorang, tukar-menukar, membicarakan
sesuatu dengan seseorang, memberitahukan sesuatu kepada seseorang, berteman.
Kata kerja communicare itu pada akhirnya dijadikan kata kerja benda
communication, atau dalam bahasa Inggris communication, dan dalam bahasa
Indonesia diserap menjadi komunikasi.
Berdasarkan berbagai arti kata
communicare yang menjadi asal kata komunikasi, secara harfiyah komunikasi
berarti pemberitahuan, pembicaraan, percakapan, pertukaran pikiran, atau
hubungan.
Komunikasi
pendidikan adalah aspek komunikasi dalam dunia pendidikan, atau komunikasi yang
terjadi pada bidang pendidikan. Jadi segala interaksi yang terhubung dalam
semua aspek pendidikan yang saling berkaitan dan saling mendukung satu sama
lain.
Hal ini sesuai
dengan konsep pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu: ing
ngarso sung tulodho, ig madya mangun karso, tut wuri handayani, yang artinya:
di depan memeberi contoh atau teladan yang baik, di tengah membangun kehendak /
kemauan (inisiatif), di belakang memberi dorongan / semangat.
Komunikasi
sebagai suatu proses pertukaran ide, pesan dan kontak, serta interaksi sosial
termasuk aktivitas pokok dalam kehidupan manusia. Melalui komunikasi, manusia
bisa mengenal satu sama lain, menjalin hubungan, membina kerja sama, saling
mempengaruhi, bertukar ide dan pendapat, serta mengembangkan suatu masyarakat
dan budaya.Bisa dikatakan bahwa komunikasi memiliki peran penting dalam
kehidupan manusia dan manusia yang tidak berkomunikasi akan sulit berkembang
dan bertahan.
Kata komunikasi
atau communication dalam bahasa
Inggris berasal dari bahasa Latin communis
yang berarti “sama”, communico, communication, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah
pertama (communis) paling sering
disebut sebagai asal kata komunikasi yang merupakan akar dari bahasa Latin
lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna,
atau sesuatu pesan dianut secara bersama (Mulyana, 2009: 46). Akan tetapi,
beberapa definisi kontemporer menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara
berbagai hal-hal tersebut.
Komunikasi yang dimaksud dalam buku ini
adalah komunikasi antarmanusia (human
communication). Penulis perlu menegaskan di sini karena di tengah
masyarakat berkembang berbagai pemahaman tentang ruang lingkup komunikasi,
seperti komunikasi hewan (animal
communication) , dan komunikasi anatomi tubuh (cell communication). Komunikasi insani (human- communication)
adalah komunikasi yang dilakukan oleh seseorang.
Secara lebih detail, komunikasi antarmanusia yang dimaksud adalah komunikasi yang menggambarkan bagaimana seseorang menyampaikan sesuatu pesan/informasi lewat simbol-simbol verbal atau nonverbal kepada orang lain sehingga si penerima pesan/informasi menafsirkan pesan tersebut dan terjadi perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan sesuai dengan tujuan dan maksud si pengirim pesan. Prosesnya bisa satu arah, interaksi, maupun transaksi. Karena begitu luasnya komunikasi yang dilakukan oleh manusia dan agar tidak tumpang-tindih dengan bidang kajian yang lain, maka jenis komunikasi manusia (human communication) yang dimaksud dalam buku ini adalah komunikasi dalam praktik pendidikan dan pembelajaran.
B.
PENTINGNYA
KOMUNIKASI
Komunikasi adalah hal fundamental dalam kehidupan manusia. Sepanjang manusia hidup, ia perlu berkomunikasi. Terbentuknya masyarakat sebagai suatu kesatuan juga diawali dengan adanya komunikasi antarpribadi dalam masyarakat tersebut. Komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab, tanpa komunikasi tidak mungkin suatu masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat, manusia tidak akan dapat mengembangkan komunikasinya (Schramm dalam Cangara, 2011: 1-2). Disadari atau tidak, komunikasi adalah kebutuhan bagi setiap manusia dan merupakan bagian kekal dari kehidupan sepanjang manusia itu ingin tetap bertahan dan meningkatkan kualitas kehidupannya.
Berkat komunikasi, jarak yang jauh
menjadi dekat, hemat biaya dan mampu menembus ruang dan waktu. Komunikasi juga
berusaha menjembatani antara pikiran,
perasaan, dan kebutuhan seseorang dengan dunia luarnya. Nyaris tidak ada lagi
masyarakat yang terisolasi berkat kemajuan komunikasi.
Komunikasi tidak akan bisa lepas dari kehidupan manusia. Komunikasi diperlukan untuk mengatur irama pergaulan antar manusia. Cara manusia berkomunikasi akan sangat menentukan posisi dan keseimbangannya di tengan masyarakat. Ini tentunya sejalan dengan dengan pesan Rasulullah Muhammad SAW, yang menganjurkan umatnya untuk rajin bersilaturahmi yang didalamnya terdapat kegiatan berkomunikasi.
C.
FUNGSI
KOMUNIKASI
Fungsi berkomunikasi banyak dirumuskan
oleh para ahli komunikasi.
Diantaranya oleh Rudolf F.
Verderber dalam Mulyana (2009) yang
mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi, yaitu:
1.
Fungsi
sosial, yakni untuk tujuan kesenangan, menunjukkan ikatan dengan orang lain,
membangun, dan memelihara hubungan.
2.
Fungsi
pengambilan keputusan, yakni memutuskan untuk melakukan atau tidak sesuatu pada
waktu tertentu seperti apa yang akan dimakan hari ini, pergi kuliah atau tidak,
masuk kantor atau bolos.
Adapun Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson
dalam Mulyana (2009) yang mengutarakan pendapat bahwa fungsi komunikasi ada
dua, yaitu:
1.
Untuk
kelangsungan hidup diri sendiri yang meliputi: keselamatan fisik, meningkatkan
kesadaran pribadi, menampilkan diri kita sendiri kepada orang lain, dan
mencapai ambisi pribadi.
2. Untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat.
Lebih lengkapnya, seperti rumusan
yang dibuat oleh William I. Gorden, di mana dijelaskan ada empat fungsi
komunikasi (Mulyana, 2009: 5-38), sebagai berikut:
1.
Fungsi Sosial
Komunikasi
Jika ada
orang yang tidak berkomunikasi dengan orang lain, maka bisa dikatakan bahwa
orang tersebut “tersesat” dalam pergaulan sosial. Dengan berkomunikasilah
manusia bisa mendapatkan rujukan dan pedoman untuk mengerti situasi apa pun
yang ia hadapi dalam kehidupan. Komunikasi juga merupakan mekanisme untuk
menyosialisasikan norma-norma dan budaya pada suatu masyarakat serta
mewariskannya kepada generasi berikutnya.
Dalam
fungsi sosial komunikasi terdapat tiga subfungsi, yaitu:
a)
Pembentukan
Konsep Diri
Konsep
diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita dan itu hanya bisa kita
peroleh lewat informasi oleh orang lain kepada kita. Dengan banyak
berkomunikasi sebagai instumen interaksi sosial kita banyak mendapatkan masukan
dan penilaian dari orang lain yang bisa dijadikan sebagai bahan untuk membentuk konsep diri.
b)
Pernyataan
Eksistensi Diri
Berkomunikasi juga sebagai ajang untuk
menunjukkan eksistensi diri. Orang orang menggunakan fungsi komunikasi ini
untuk menunjukkan siapa dia dan keberadaanya. Walaupun terkadang salah dan
terkesan dipaksakan.
c)
Untuk
Kelangsungan Hidup, Memupuk Hubungan, dan Memperoleh Kebahagiaan
Subfungsi
dan fungsi sosial komunikasi lainnya adalah untuk kepentingan sosial dan
penerusan budaya dan norma. Ada sebuah penelitian yang mengungkapkan bahwa
orang yang terkucilkan secara sosial akan lebih cepat meninggal dunia.
2.
Fungsi Ekspresif
Fungsi
ekspresif komunikasi adalah untuk menyampaikan dan menyalurkan emosi, perasaan,
dan pikiran. Perasaan-perasaan tersebut bisa disalurkan melalui simbol-simbol
verbal dan atau nonverbal.
3.
Fungsi Ritual
Fungsi ini erat kaitannya dengan fungsi
ekspresif. Biasanya dilakukan dengan cara kolektif atau bersama, seperti
upacara, perayaan, kegiatan keagamaan yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu
oleh komunitas atau umat beragama tertentu yang dalam antropologi disebut “rites of passage”.
4.
Fungsi
Instrumental
Fungsi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan dan mengubah perilaku atau menggerakan tindakan dan bertujuan menghibur. Semua tujuan tersebut bersifat persuasif atau membujuk.
D.
PRINSIP
KOMUNIKASI
Prinsip-prinsip
komunikasi pada dasarnya merupakan penjabaran lebih jauh definisi atau hakikat
komunikasi. Kesamaan dalam berkomunikasi dapat diibaratkan dua buah lingkaran
yang bertindihan satu sama lain. Daerah yang bertindihan itu disebut kerangka
pengalaman (field of experience),
yang menunjukkan adanya persamaan antara A dan B dalam hal tertentu, misalnya
bahasa dan simbol.
Secara
lebih luas, Mulyana (2009: 92-126) menjelaskan bahwa terdapat 12 prinsip
komunikasi, yaitu:
a)
Komunikasi
adalah proses simbolik.
b)
Setiap
perilaku mempunyai potensi komunikasi.
c)
Komunikasi
mempunyai dimensi isi dan dimensi hubungan
d)
Komunikasi
berlangsung dalam berbagai tingkat kesengajaan
e)
Komunikasi
terjadi dalam konteks ruang dan waktu.
f)
Komunikasi
melibatkan prediksi peserta komunikasi.
g)
Komunikasi
bersifat sistemik.
h)
Semakin
mirip latar belakang sosial-budaya semakin efektiflah komunikasi.
i)
Komunikasi
bersifat nonsekuensional.
j)
Komunikasi
bersifat prosesual, dinamis, dan transaksional.
k)
Komunikasi
bersifat irreversible.
l)
Komunikasi
bukan panasea untuk menyelesaikan berbagai masalah.
Menurut Joseph A. DeVito dalam
bukunya Human Comunication (1994) dan
Essential of Human Communication (1996)
terdapat Sembilan prinsip komunikasi, yaitu komunikasi:
a)
Merupakan
“kemasan dari tanda-tanda”.
b)
Merupakan
proses penyesuaian diri.
c)
Mempunyai
dimensi isi dan hubungan.
d)
Dapat
dilihat sebagai hubungan simetris atau hubungan komplementer.
e)
Merupakan
proses transaksional.
f)
Urutan
peristiwa komunikasi dapat dijelaskan.
g)
Tidak
dapat dihindari.
h)
Tidak
dapat diubah dan diulang.
i) Mempunyai tujuan tertentu.
HAKIKAT
KOMUNIKASI PENDIDIKAN
Secara
umum, pendidikan diartikan sebagai upaya mengembangkan kualitas pribadi manusia
dan membangun karakter bangsa yang dilandasi nilai-nilai agama, filsafat,
psikologi, sosial-budaya dan Ipteks yang bermuara pada pembentukkan pribadi
manusia yang bermoral, berakhlak mulia, dan berbudi luhur. Pendidikan juga
dapat diartikan sebagai upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia yang
memiliki idealism nasional dan keunggulan profesional serta kompetensi yang
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bangsa dan negara (Natawidjaja, 2007:
1-2). Landasan formal dan operasional tentang pendidikan dapat kita temukan
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
Bahasa, Logika, Serta Komunikasi Verbal Dan
Nonverbal
1.
Asal-Usul
dan Fungsi Bahasa
Walaupun hingga
saat ini belum ada suatu yang diterima luas mengenai bagaimana bahasa itu
muncul, namun bahasa menjadi faktor penting dalam komunikasi. Bahasa nonverbal
diduga kuat lebih awal lahir daripada bahasa verbal.
Dalam kajian
linguistik, bahasa diartikan sebagai sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat
arbitrer yang digunakan manusia sebagai alat komunikasi atau alat interaksi
sosial. Sebagai sesuatu sistem, maka bahasa itu mempunyai struktur dan kaidah
tertentu yang harus ditaati oleh para penuturnya.
Beberapa ahli
bahasa berpendapat bahwa struktur dasar bahasa adalah bawaan manusia dan
keperluan belajar anak hanyalah rincian permukaan dari bahasa lisan dalam
lingkungannya. Para ahli lain juga berpendapat bahwa penguasaan bahasa atau
pemrosesan bahasa sebagai bagian dari perkembangan umum individu. Namun kedua kelompok
ini setuju bahwa kompetensi linguistik adalah penting untuk interaksi antara
individu dan lingkungannya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tanpa
kapasitas dan kesempatan untuk berbicara dengan orang lain, tidak ada kemampuan
berbahasa yang berkembang.
Ruben dan
Stewart (2013:142-145) berpendapat bahwa ada dua perspektif utama mengenai
pengembangan bahasa, yaitu pendekatan psikolinguistik dan pendekatan
sosiolinguistik.
a)
Pendekatan
psikolinguistik menyatakan bahwa tuturan awal kata-kata bawaan (protoword) atau pratanda kata-kata dan
kata-kata itu sendiri didasarkan atas pemahaman pribadi anak-anak tentang
dunia. Bahasa adalah sarana untuk menyampaikan makna yang telah mereka
pelajari.
b)
Pendekatan
sosiolinguistik menyatakan bahwa perkembangan bahasa terjadi ketika anak
mengalami kebutuhan untuk berkomunikasi. Bahasa dipelajari melalui interaksi
sosial dan merupakan sarana untuk mengakomodasi tuntutan kehidupan sosial.
Fungsi
bahasa yang mendasar adalah untuk menamai atau menjuluki orang, objek, dan
peristiwa. Penamaan adalah dimensi pertama bahasa dan basis bahasa dan pada
awalnya itu dilakukan manusia sesuka hatinya, yang lalu menjadi konvensi.
Menurut Larry L. Barker seperti yang dikutip oleh Riswandi (2013: 5657) menyatakan
bahwa bahasa memiliki tiga fungsi yaitu :
1.
Fungsi
penamaan (naming atau labeling). Penamaan atau penjulukan
merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan atau orang dengan namanya
sehingga dapat dirujuk dalam berkomunikasi. Contoh, di Indonesia bintang yang
terbit dari Timur dan terbenam di Barat dinamai Matahari.
2.
Fungsi
Interaksi. Menekankan berbagai gagasan dan emosi yang dapat mengundang simpati
dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
3.
Fungsi
Transmisi informasi. Keistimewaan bahasa adalah berfungsi sebagai penghubung
masa lalu. Kini dan masa datang, melestarikan budaya dan tradisi. Tanpa bahasa
tidak mungkin kita bisa bertukar informasi dan berkomunikasi.
Fungsi bahasa juga ditegaskan oleh Cassandra L. Book
dalam buku Psikologi Komunikasi yang
dikarang (2013: 57) yang meliputi:
1)
Alat
untuk mengenal dunia sekitar kita
2)
Sebagai
alat untuk berhubungan dengan orang lain, serta
3)
Untuk
menciptakan koherensi dalam hidup manusia.
Adapun
pakar komunikasi, Hafied Cangara mengemukakan pula tiga fungsi bahasa bagi
manusia yakni:
1)
Sebagai
alat yang sangat penting untuk memahami lingkungan
2)
Untuk
mengembangkan pengetahuan, serta
3) Sebagai alat untuk pengikat dan perekat dalam hidup bermasyarakat.
Logika & Bahasa. Logika ialah
ilmu berpikir yang tepat, logika sekedar menunjukkan adanya kekeliruan di dalam
rantai proses pemikiran sehingga kekeliruan itu dapat dielakkan, maka hakikat
dari logika dapat pula disebut sebagai teknik berpikir. Adapun bahasa merupakan
alat dari proses pemikiran atau alat dari logika.
Dapat dijelaskan bahwa hasil yang
diperoleh dari menggunakan suatu teknik (logika), akan tergantung dari baik
buruknya alat bahasa yang digunakan. Penggunaan bahasa sebagai alat logika
harus memperhatikan perbedaan antara bahasa sebagai alat logika dan bahasa
sebagai alat kesusasteraan.
Penggunaan bahasa sebagai alat dari
logika masih memiliki kekurangan, contohnya puisi yang diubah ke dalam bentuk
prosa.
Bahasa juga merupakan salah satu sarana berpikir ilimiah di samping logika, matematika, dan statistika. Sarana berpikir ini juga mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuan.
Komunikasi
Verbal
Aktifitas manusia dalam berkomunikasi
yang paling mudah dikenali adalah berkomunikasi melalui kata-kata atau
komunikasi verbal. Dalam konteks pembelajaran pun, komunikasi verbal ini cukup
dominan dilakukan dengan baik oleh pendidik maupun peserta didik. Komunikasi
verbal (Verbal Communication) terdiri
dari:
1. Komunikasi Lisan (Oral Communication). Komunikasi yang dilakukan dengan pengucapan kata-kata lewat mulut yang dikeluarkan oleh komunikator. Komunikasi lisan dapat juga diartikan sebagai proses di mana seorang pembicara berinteraksi secara lisan dengan orang lain untuk tujuan-tujuan tertentu. Contoh, seorang guru berbicara kepada anak didiknya tentang materi pelajaran atau sedang memberikan Nasihat. Banyak sekali contoh komunikasi lisan yang dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari yang intinya penggunaan kata-kata atau bahasa oleh dua orang atau lebih dalam konteks berkomunikasi.
2. Komunikasi Tulisan (Written Communication). Penyampaiannya kata-kata pesan yang disampaikan melalui tulisan. Komunikasi tulisan juga memiliki peran dan fungsi yang tidak kalah pentingnya disbanding dengan komunikasi lisan. Malah, komunikasi tulisan memiliki posisi dan gengsi tersendiri. Jika komunikasi lisan bisa saja terdistorsi oleh berbagai faktor eksternal dan sangat dipengaruhi oleh perilaku komunikasi lisan itu sendiri, maka komunikasi tulisan lebih bersifat tertata, terstruktur, dan ada aturan atau kaidah yang perlu dipatuhi bersama. Contoh, seorang guru merancang bahan ajar yang akan dipelajari siswa maka bahan ajar tersebut harus menggunakan bahasa tulisan yang baik dan benar. Baik dalam artian sesuai dengan keadaan dan tujuan serta benar maksudnya sesuai dengan kaidah bahasa yang digunakan. Seperti, Jika menggunakan bahasa Indonesia maka dalam bahasa tulisan harus mengikuti kaidah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dan kalimat-kalimat baku serta formal. Untuk itu, seseorang yang ingin melakukan komunikasi verbal dalam bentuk komunikasi tulisan, maka yang bersangkutan harus mengikuti beberapa kaidah, seperti kebenaran tata tulis, tata letak, kebenaran isi, petunjuk penggunaan, kejelasan, dan kesopanan dalam hal berbahasa (Muhammad, 2014: 96-97).
Komunikasi
Nonverbal
·
Pengertian
Komunikasi Nonverbal
Secara
sederhana dapat diartikan bahwa komunikasi nonverbal (nonverbal communication) adalah komunikasi yang disampaikan dengan
syarat yang bukan kata-kata atau melalui symbol atau lambang. Larry A. Samovar
dan Richard E. Porter dalam Mulyana (2009: 343) berpendapat bahwa komunikasi
nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi yang dihasilkan oleh
individu dan penggunaan lingkungan oleh individu yang mempunyai nilai pesan
potensial bagi pengirim atau penerima, baik yang disengaja maupun tidak
disengaja. Faktanya, dalam berkomunikasi, banyak pesan nonverbal yang kita
kirimkan kepada orang lain yang tanpa kita sadari namun pesan-pesan tersebut
bermakna bagi orang lain.
Merujuk
kepada Muhammad (2014: 131) yang menyatakan tentang ada tiga hal yang perlu
diingat dalam komunikasi nonverbal, yaitu:
a.
Komunikasi
nonverbal harus dilakukan dalam konteks yang spesifik. Karena berbeda budaya
atau berbeda daerah, akan berbeda pula penerimaan dan pengertian simbol atau
kode nonverbal.
b.
Komunikasi
nonverbal tidaklah merupakan sistem bahasa tersendiri. Tetapi lebih merupakan
bagian dari sistem verbal. Komunikasi nonverbal umumnya tidaklah membawa
informasi cukup, yang menjadikan penerima menyampaikan arti keseluruhan yang
timbul dari pertukaran pesan tertentu. Sistem komunikasi nonverbal terbatas dan
tidaklah memperlihatkan ketepatan bila hanya digunakan tersendiri.
c.
Komunikasi
nonverbal dapat dengan mudah ditafsirkan. Oleh sebab itu, adalah berbahaya
membuat arti tingkah laku nonverbal tertentu, karena adanya perbedaan dalam
kebudayaan. Tanpa latar belakang yang cukup atau data verbal yang mendukung,
seseorang dapat salah menafsirkan pesan.
Hal penting lainnya harus diketahui dan
dipahami oleh semua orang yang berkomunikasi terutama dalam berkomunikasi
secara nonverbal yaitu komunikasi nonverbal itu sangat dipengaruhi oleh sistem
sosial dan budaya masyarakat tertentu. Sebagai contohnya tindakan meludah:
a)
Bagi
kelompok masyarakat Asia dianggap sebagai tindakan yang kurang terpuji.
b)
Bagi
suku Indian di Amerika Serikat diartikan sebagai penghormatan.
c)
Bagi
suku di Afrika dianggap suatu penghinaan.
d)
Bagi
masyarakat Eropa Timur dianggap sebagai lambang kesialan.
Contoh berikutnya aksi mengeluarkan lidah. Bagi orang Eropa dan Amerika dianggap sebagai lelucon atau ejekan tapi bagi beberapa suku tradisional di Papua Nugini dilambangkan sebagai ucapan selamat datang (Cangara, 2012:119).
·
Fungsi
komunikasi Nonverbal
Karena
komunikasi nonverbal mempunyai peran yang cukup penting dalam praktik
komunikasi, Mark Knapp dalam Cangara (2012: 118) menyatakan minimal ada empat
fungsi komunikasi nonverbal, yaitu
a.
Meyakinkan
apa yang diucapkannya (repetition).
b.
Menunjukkan
perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata (substitution).
c.
Menunjukkan
jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya (identity).
d.
Menambah
atau melengkapi ucapan-ucapan yang belum sempurna.
Lebih lanjut, Muhammad (2014: 132)
menjelaskan bahwa komunikasi nonverbal memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a.
Fungsi
pengulangan. Sering kita melakukan pengulangan dalam berkomunikasi. Diawali
dengan pesan verbal lalu diulang dengan pesan nonverbal.
b.
Fungsi
pelengkap. Komunikasi nonverbal berfungsi melengkapi komunikasi verbal.
c.
Fungsi
Pengganti. Fungsi komunikasi nonverbal ini terjadi jika ada kondisi yang
menyebabkan komunikasi verbal sulit dilakukan atau situasi tertentu yang
menghalangi.
d.
Fungsi
Penekanan. Fungsi ini erat kaitannya dengan keinginan yang besar dari pengirim
pesan agar pesan yang baru disampaikan dapat diterima dengan lebih cepat dan
bermakna oleh penerima pesan.
e.
Fungsi
Memperdayakan. Fungsi ini erat kaitannya dengan pemaknaan yang kontradiktif di
mana pesan verbal dicoba artikan lain dengan pesan nonverbal.
Terkait
dengan hubungan antara komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal, maka Mulyana
(2009: 349-351) menjelaskan lima fungsi khusus komunikasi nonverbal, yaitu:
a.
Perilaku
nonverbal dapat mengulangi perilaku verbal, misalnya saat mengatakan “iya”
disertai dengan anggukan kepala atau saat mengatakan tidak diikuti dengan
menggelengkan kepala.
b.
Memperteguh,
menekankan atau melengkapi perilaku verbal, contoh, saat menyatakan selamat
jalan lalu Anda juga melambaikan tangan.
c.
Menggantikan
perilaku verbal, contohnya saat kita di lampu merah menggoyangkan tangan dengan
telapak tangan mengarah ke depan sebagai tanda kepada pengamen.
d.
Meregulasi
perilaku verbal, contoh guru memandang kepada siswa yang sedang berbicara saat
gurunya menerangkan pelajaran, lalu siswa itu berhenti.
Implikasi Dalam
Pembelajaran
Komunikasi verbal dan non-verbal adalah
modal besar bagi pembelajaran. Tidak hanya dari aspek guru saja, tapi
pengembangan kedua jenis komunikasi ini dalam pembelajaran kepada anak didik
akan mempertinggi kualitas pembelajaran. Hanya saja, ada sebagian manusia yang
berpikir bahwa komunikasi verbal lebih penting daripada komunikasi non-verbal
sehingga sering komunikasi non-verbal ini sering terabaikan. Padahal, kedua
jenis komunikasi tersebut saling berhubungan dan berlangsung secara simultan
dan tidak sekuensial.
Komunikasi verbal dalam artian
komunikasi yang menggunakan kalimat atau bahasa tentunnya sangat lumrah
dipraktikan dalam pembelajaran, baik oleh guru maupun siswa. Terkait dengan
komunikasi verbal ini, guru harus mampu menampilkan diri sebagai komunikator
dengan level kualitas tinggi. Beberapa hal yang harus diperhatikan guru terkait
komunikasi verbal ini, yaitu:
1.
Guru
harus memahami bahwa kualitas bahasa adalah cerminan kualitas budaya dan
kalimat yang keluar dari mulut seorang guru adalah potret kualitas pribadinya.
Sudah saatnya seorang guru, benar-benar memilih dan memilah kalimat-kalimat
yang keluar dari mulutnya saat mengajar. Mulai dari membuka pelajaran,
melakukan orientasi, motivasi, apersepsi, membimbing kegiatan belajar sampai
pada tahap konfirmasi, dan menutup pembelajaran. Penggunaan kalimat dan bahasa
yang tepat / fit to audience sangat
berpengaruh kepada peserta didik sebagai komunikan dalam proses komunikasi yang
bernama pembelajaran.
2.
Sebagai
Komunikator, guru harus memulai mempertimbangkan untuk berbicara dengan porsi
yang tepat, tujuan yang tepat dan dengan cara yang tepat. Apalagi dengan tren
strategi pembelajaran yang sudah bergeser dari “teacher centred ke student centred”. Guru tidak bisa lagi
menjadikan setiap pertemuan di kelas sebagai wilayah kekuasaannya secara
absolut untuk berbicara. Sudah saatnya guru memperbanyak porsi menyimak dan
membelajarkan anak didiknya. Artinya,
guru tidak boleh lagi terlalu banyak bicara (mengajar) dengan menyampaikan
semua materi kepada siswa (spoon feeding).
Guru harus memainkan peran sebagai fasilitator yang memberikan fasilitas dan
ruang bagi peserta didik untuk belajar. Semakin banyak waktu untuk kegiatan
belajar, maka semakin sedikitlah waktu bagi guru untuk mengajar (berceramah).
3.
Jadilah
pembicara yang efektif dan efisien. Saat guru berbicara, maka bicaralah dengan
efektif dan efisien. Efektif, artinya tepat sasaran dan efisien artinya tepat
waktu. Hindari kalimat-kalimat panjang dan mubazir sehingga justru membuat
peserta didik bingung menangkap pesan dan maksud guru.
4. Bawalah energi positif dalam setiap pembicaraan. Apa pun kondisi yang dialami, guru harus mampu menjadi stabilisator keadaan. Ketika peserta didik mulai turun motivasinya, maka guru tampil dengan kalimat-kalimat motivasinya. Kalimat guru ibarat sumber energi baru bagi peserta didik. Hindari kalimat-kalimat bernuansa negatif di dalam kelas, seperti kalimat emosional, kalimat merendahkan, menghina, dan kasar.
KOMUNIKASI
INTRAPERSONAL
Seperti
dijelaskan di awal bahwa komunikasi intrapersonal adalah komunikasi dengan diri
sendiri. Komunikasi intrapersonal adalah penggunaan bahasa atau pikiran yang
terjadi di dalam diri komunikator sendiri.
Komunikasi
intrapersonal atau intracommunication
adalah komunikasi pada diri pendidik atau peserta didik sendiri sebagai
persiapan untuk melakukan komunikasi intrapersonal atau intracommunication. Effendy dalam bukunya Ilmu Komunikasi;Teori dan Praktik menjelaskan bahwa pada saat
seseorang melakukan kegiatan intrapersonal, maka orang tersebut akan mengalami
tiga hal, yaitu: 1) Perception, 2) ideation; dan 3) transmition.
1.
Persepsi
/ Perception
Persepsi adalah pengindraan terhadap
suatu kesan yang timbul dalam lingkungannya. Menurut pendapat Rakhmat (2003:
49) persepsi bisa diawali oleh sensasi yang diartikan sebagai tahap paling awal
dalam penerimaan informasi. Baik sensasi maupun persepsi sama-sama ditentukan
oleh indra manusia. Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak
memerlukan penguraian verbal, simbolis atau konseptual dan terutama sekali
berhubungan dengan kegiatan indra sedangkan persepsi adalah pengalaman tentang
objek, pariwisata, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan (Coon dalam Rakhmat, 2003: 49).
2.
Ideasi
/ Ideation
Tahap
ini ditandai dengan proses mengkonsepsi apa-apa saja yang telah dipersepsinya.
Seseorang akan melakukan seleksi terhadap semua informasi, pengetahuan dan
pengalaman yang telah diperoleh selama ini lalu mengadakan penataan mana yang
relevan dan mana yang tidak. Proses ideasi ini akan menjadi dasar untuk
melakukan proses atau tahap berikutnya yaitu transmisi.
3.
Transmisi
/ Transmission
Transmisi
adalah hasil konsepsi karya penalaran sehingga apa yang keluar dari mulut
seseorang saat berkomunikasi yaitu sesuatu pernyataan yang mantap, meyakinkan,
sistematis, dan logis.
A.
KOMUNIKASI
INTERPERSONAL
1.
Kebutuhan
Manusia dan Komunikasi
Setiap
manusia membutuhkan hubungan dengan orang lain. Seorang psikolog yaitu William
Schutz menjelaskan bahwa hubungan interpersonal yang berkelanjutan tergantung
dari seberapa baik hal tersebut berkaitan dengan tiga kebutuhan dasar manusia. Pertama, afeksi yaitu keinginan untuk
memberi dan mendapatkan kasih sayang. Kedua, inklusif yaitu keinginan untuk
menjadi bagian dari kelompok sosial tertentu, dan Ketiga, adalah kontrol yaitu kebutuhan untuk memengaruhi orang atau
peristiwa dalam kehidupan.
Berkaitan
dengan hal tersebut, Abraham Maslow (1967) mengusulkan gagasan bahwa tujuan
manusia berkomunikasi adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan
manusia menurut Maslow, yaitu:
1.
Kebutuhan
fisiologi. Ini merupakan kebutuhan yang paling dasar yang berkaitan dengan
kebutuhan pokok seperti makan dan bertahan hidup.
2.
Kebutuhan
rasa aman. Komunikasinya juga membantu manusia untuk memenuhinya.
3.
Kebutuhan
untuk memiliki dan bersosialisasi.
4.
Kebutuhan
untuk mendapatkan harga diri. Ini kebutuhan pada hierarki yang lebih tinggi
versi Maslow.
5.
Kebutuhan
aktualisasi diri. Ini merupakan kebutuhan manusia yang paling abstrak. Maslow
mendefinisikannya aktualisasi diri sebagai pengembang diri yang seutuhnya
dengan menggunakan keunikan bakat, potensi, dan kemampuan manusia.
2.
Memaknai
Komunikasi Interpersonal
Komunikasi Interpersonal dapat
didefinisikan sebagai proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan
paling kurang satu orang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat
diketahui balikannya.
Komunikasi interpersonal adalah proses
membentuk hubungan dengan orang lain.
3.
Prinsip-prinsip
dalam komunikasi Interpersonal
Menurut pendapat Wood, ada delapan
prinsip-prinsip dalam komunikasi interpersonal.
a.
Kita
Tidak Mungkin Hidup Tanpa Berkomunikasi
Setiap manusia memiliki kebutuhan yang
harus dipenuhi dan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang beragam tersebut
manusia perlu berkomunikasi
b.
Komunikasi
Interpersonal adalah Hal yang Tidak Dapat Diubah
c.
Komunikasi
Interpersonal Melibatkan Masalah Etika
d.
Manusia
Menciptakan Makna dalam Komunikasi Interpersonal
e.
Metakognisi
Memengaruhi Pemaknaan
f.
Komunikasi
Interpersonal Menciptakan Hubungan yang Berkelanjutan
Komunikasi interpersonal adalah cara
utama untuk bangun dan memperbaiki sebuah hubungan. Komunikasi interpersonal
juga menjadi sarana utama untuk membangun masa depan dalam interaksi dan
hubungan interpersonal.
g.
Komunikasi
Tidak Dapat Menyelesaikan Semua Hal
h.
Efektifitas
Komunikasi Interpersonal adalah Sesuatu yang Dapat Dipelajari
KESANTUNAN BERKOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN
A.
Komunikasi Efektif
Kata
efektif termasuk kata dalam bahasa Indonesia yang penggunaanya sangat luas dan
lintas bidang ilmu/kajian. Menurut KBBI,
kata efektif diartikan sebagai : 1) ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya,
kesannya); 2) manjur atau mujarab (tentang obat); 3) dapat membawa hasil;
berhasil guna (tentang usaha, tindakan); mangkus; dan 4) mulai berlaku (tentang
undang-undang, peraturan) (kbbi.web.id). Secara sederhana, efektif dapat
diartikan dengan tepat sasaran dan berdaya guna. Terkait dengan komunikasi yang
tepat sasaran. Artinya, pesan yang disampaikan oleh komunikator sampai pada
komunikator sampai kepada komunikan dan komunikan memberikan respons sesuai
dengan harapan komunikator.
Salah
ssatu upaya untuk menciptakan komunikasi efektif sebagai proses pengiriman dan
penerimaan pesan yang sesuai harapan dan bersifat menyenangkan, maka perilaku
komunikasi harus memperhatikan hukum komunikasi. Prijosaksono dan Sembel (2002)
dalam Ermanto dan Emidar (2013: 250-252) mengemukakan bahwa ada lima hukum
komunikasi yang efektif (The 5 Inevitable
Laws of Effevtive Communication) yang dirangkum dalam satu kata yang
mencerminkan esensi komunikasi yaitu “REACH” (Respect, Empathy, Audible, Clarity, Humble).
1.
Respect. Dalam
berkomunikasi, komunikator harus memiliki rasa hotmat kepada pendengarnya.
Semua komunikator harus menyadari bahwa pada prinsipnya semua manusia ingin
dihargai dan dihormati.
2.
Empathy. Empathy adalah sikap atau kemampuan
seseorang komunikator menempatkan diri terhadap kondisi para komunikan.
3.
Audible. Hukum ketiga
ini berarti bahwa pesan atau informasi yang disampaikan oleh komunikator harus
dapat didengar oleh komunikan dengan baik.
4.
Clarity. Clarity adalah kejelasan pesan atau
informasi yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Kejelasan ini
menyangkut kesamaan makna antara maksud pengirim dengan penerima pesan.
5.
Humble. Hukum terakhir
adalah humble yang berarti rendah
hati. Maksud dari sikap rendah hati ini adalah seorang komunikator tidak
bersikap sombong atau menganggap komunikator lebih rendah. Hukum ini berkaitan
dengan hukum pertama yaitu respect.
Menurut pendapat Santoso Sastropoetro
yang dikutip oleh Riswandi (2013; 15) menjelaskan bahwa berkomunikasi efektif
berarti bahwa komunikator dan komunikan sama-sama memiliki pengertian yang sama
tentang suatu pesan atau sering disebut dengan istilah “the communication is in tune”. Untuk menciptakan komunikasi
efektif, ada lima syarat yang harus terpenuhi:
1. Menciptakan suasana komunikasi yang
menguntungkan.
2.
Menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti.
3.
Pesan yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau minat komunikan.
4.
Pesan dapat menggugah kepentingan komunikan yang dapat menguntungkan.
5. Pesan dapat menumbuhkan suatu penghargaan
bagi pihak komunikan.
Komunikasi efektif adalah jenis
komunikasi yang sangat diharapkan dalam kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh
siapa pun. Di samping indikator
efektivitas komunikasi seperti yang telah dijelaskan diatas., komunikasi
efektif tidak hanya ditandai dengan sampainya maksud komunikator kepada
komunikan namun lebih dari itu, komunikasi efektif mengharuskan terjadinya
perubahan paradigm dan cara berpikir (attitude
change) pada diri komunikan serta terjadinya saling pengertian yang
mendalam (the communication is in tune).
B. Komunikasi Ekspresif
Kata
ekspresif dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai “tepat atau mampu memberikan (mengungkapkan)
gambaran, maksud, gagasan dan perasaan” (kbbi.web.id). Dari arti kata tersebut
bisa dijelaskan bahwa komunikasi ekspresif aartinya komunikasi yang dilingkupi
oleh ekspresi yang sesuai antara isi pesan dan ekspresi pengirim pesan.
Ekspresi di sini bisa Komunikasi ekspresif ditandai dengan kemampuan
komunikator dalam memainkan emosi dan perasaan, baik secara internal maupun
eksternal.
Seorang
komunkator yang ekspresif dapat ditandai dengan pilihan kata yang sesuai,
ekspresi muka yang relevan dengan isi dan maksud pesan serta adanya dukungan kode-kode
nonverbal sebagai penguat kode verbal.
Komunikasi
ekspresif ini harus disesuaikan dengan jenis pembicaraan yang dilakukan
sehingga ekspresi yang muncul mampu memperkuat pesan.
Secara
umum, ada enam jenis atau karakter pembicaraan dalam komunikasi, yaitu:
1.
Informatif.
Jenis ini adalah pembicaraan atau penyampaian yang bersifat menyampaikan
sesuatu pesan atau informasi. Ekspresi yang diperlukan hanya ekspresi kata dan
makna pada saat menyampaikan.
2.
Persuasif.
Jenis pembicaraan atau penyampaian ini melibatkan emosi, pikiran, dan perasaan
baik pada diri komunikator maupun pada diri komunikan. Komunikasi persuasif ini
dikatakan sukses jika komunikator mampu memengaruhi komunikan untuk bertindak
atau melakukan sesuatu sesuai maksud dan tujuan komunikator.
3.
Instruktif.
Jenis komunikasi atau penyampaian instruktif mengacu kepada komunikasi yang
bersifat perintah seperti perintah untuk memulai gotong royong di sekolah,
perintah untuk berkumpul di halaman sekolah, dan sebagainya. Jenis penyampaian
instruktif ini banyak dipakai dan digunakan oleh orang-orang di bagian militer
atau semi militer.
4.
Kontradiktif.
Penyampaian kontradiktif adalah penyampaian atau komunikasi yang mempertentangkan dua hal atau dua kondisi.
Jenis penyampaian ini akan banyak digunakan pada saat rapat, seminar, atau
diskusi-diskusi. Penyampaian kontradiktif ini juga harus dilakukan dengan
cara-cara yang baik dan beretika.
5.
Demonstratif.
Penyampaian ini erat hubungannya dengan peragaan, simulasi, penyampaian
petunjuk penggunaan suatu alat, dan sebagainya. Contoh, seorang guru
memperagakan cara memnggunakan kompas bidik kepada siswa.
6.
Edukatif.
Komunikatif edukatif mengacu kepada komunikasi yang bertujuan untuk mendidik
dan mengembangkan potensi peserta didik oleh seorang pendidik.
Komunikasi ekspresif adalah bagian dari
komunikasi sosial yang bertujuan untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri,
untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan melalui
komunikasi yang menghibur dan menyenangkan serta memupuk hubungan baik dengan
orang lain. Komunikasi ekspresif mengantarkan komunikator dan komunikan pada
suatu bentuk sinergi dan kerja sama yang saling menguntungkan.
C. Komunikasi Respektif
Kata respek berasal dari kata “respect” dari bahasa Inggris yang
diartikan dalam KBBI diartikan sebagai “rasa hormat, kehormatan”. Dengan
demikian, respek artinya rasa hormat dan respektif berarti bersifat hormat.
Dalam konteks berkomunikasi, komunikasi respektif artinya komunikasi yang
berlangsung dalam suasana saling menghormati antara komunikator dengan
komunikan.
Rasa hormat adalah bentuk penghargaan
kita kepada orang lain karena ada sesuatu pada diri orang lain tersebut yang
layak dihormati baik karena status/jabatannya, kekuatannya, kewenangan,
kewibawaanya atau karena kepribadiannya. Rasa hormat kepada seseorang harus
didasari oleh status/jabatan atau kekuatan dan kewenangan bisa saja memudar
atau melemah karena hilangnya simbol-simbol tersebut.
Ada tiga kaidah yang perlu diperhatikan
dalam berkomunikasi agar tercipta sikap saling menghormati antara komunikator
dan komunikan.
1.
Kaidah formalitas (formality), artinya dalam berkomunikasi jangan terkesan memaksakan
kehendak atau pesan kepada orang lain. Kaidah formalitas ini juga berarti bahwa
komunikator tidak boleh bersikap angkuh dan sombong serta merendahkan
komunikan.
2.
Kaidah
ketidaktegasan (hesitancy), artinya
seorang komunikator harus mampu menciptakan suasana di mana komunikan memiliki
ruang dan kesempatan untuk memilih mana yang baik untuk dirinya.
3.
Kaidah
kesamaan atau kesekawanan (equality or
camaraderie), artinya seorang komunikator harus bisa bertindak seolah-olah
komunikator dan komunikan berada dalam kondisi yang sama. Kemampuan komunikator
untuk melebur dengan komunikan menjadi kunci kaidah ini. Kaidah ini juga berarti
bahwa komunikator juga memberikan penghargaan terhadap kondisi-kondisi spesifik
komunikan seperti budaya dan adat istiadat mereka dan sebagainya.
D.
Implementasi
Dalam Pembelajaran
1. Impelementasi
dalam Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Menengah (DIKDASMEN)
Sebagaimana
telah dijelaskan pada Bab 1 buku ini yang membahas tentang pengantar komunikasi
terutama pada subbab fungsi komunikasi, komunikasi yang dilakukan manusia
selain berfungsi sosial, ekspresif, ritual juga berfungsi instrumental. Dalam konteks
pembelajaran, komunikasi yang dilaksanakan berfungsi sebagai komunikasi
instrumental yaitu komunikasi dengan tujuan-tujuan tertentu. Tujuan-tujuan
tersebut tentunya mengacu kepada tujuan-tujuan pembelajaran.
Berbicara
tentang tujuan pembelajaran, maka sesuai dengan Kurikulum 2013 yang berlaku
saat ini di Indonesia, pembelajaran bertujuan untuk mengembangkan kompetensi
peserta didik yang meliputi empat kompetensi utama yang disebut Kompetensi
Inti/ KI yang terdiri dari:
1)
Kompetensi
inti yang berhubungan dengan sikap spiritual;
2)
Kompetensi
inti yang berhubungan dengan sikap sosial;
3)
Kompetensi
inti yang berhubungan dengan pengetahuan.
4)
Kompetensi
inti yang berhubungan dengan keterampilan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar
dan Menengah dijelaskan bahwa prinsip pembelajaran yang harus dipedomani
terutama oleh pendidik dalam merancang pembelajaran ada 14 buah, yaitu:
a.
Dari
peserta didik diberitahu menuju peserta didik mencari tahu.
b.
Dari
guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajad berbasis aneka sumber
belajar.
c.
Dari
pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan
ilmiah.
d.
Dari
pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi.
e.
Dari
pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu.
f.
Dari
pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban
yang kebenarannya multidimensi.
g.
Dari
pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif.
h.
Peningkatan
dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hard skills) dan keterampilan mental (soft skills).
i.
Pembelajaran
yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar
sepanjang hayat.
j.
Pembelajaran
yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso) dan mengembangkan kreativitas peserta didik
dalam pembelajaran (tut wuri handayani).
k.
Pembelajaran
yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat.
l.
Pembelajaran
yang menekankan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah peserta
didik, dan di mana saja adalah kelas.
m.
Pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pembelajaran.
n. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.
Minimal ada dua poin penting dari
prinsip pembelajaran dalam Kurikulum 2013 yang erat hubungannya dengan
komunikasi yaitu:
a.
Siapa saja adalah guru, siapa saja adalah
peserta didik. Pernyataan ini relevan dengan model komunikasi kontemporer yang
tidak lagi membatasi dan membedakan secara tegas antara komunikator (guru) dan
komunikan (peserta didik). Namun dalam pembelajaran siapa saja bisa berperan
dan mengambil peran apakah sebagai komunikator atau sebagai komunikan walaupun
rancangan awal tetap berdasarkan rencana yang dibuat oleh guru.
b.
Pembelajaran
yang seimbang antara hard skills dan soft skills. Pengembangan aspek soft skills selama ini cukup tertinggal
dibandingkan dengan aspek hard skills.
Padahal soft skills memegang peranan
penting dalam pembentukkan aspek-aspek sikap dan nilai-nilai di kalangan
peserta serta keterampilan-keterampilan yang tidak berwujud (intangible) dan hanya tampak setelah
ditampilkan oleh seseorang.
Masih dari Permendikbud yang sama,
pelaksanaan pembelajaran yang merupakan implementasi dari RPP (Rancangan
Pelaksanaan Pembelajaran) meliputi tiga kegiatan utama, yaitu kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
a.
Kegiatan pendahuluan. Dalam kegiatan
pendahuluan ini guru melakukan kegiatan-kegiatan: 1) orientasi (penyiapan dan
pemusatan perhatian peserta didik untuk belajar) seperti menyapa, memeriksa
kebersihan, memeriksa kehadiran, serta berdoa; 2) apersepsi yaitu menampilkan,
menyajikan, mengajukan pertanyaan dan sejenisnya sebagai upaya membangun hubungan
antara materi yang baru dan materi yang telah dipelajari; dan 3) motivasi.
Dalam kegiatan motivasi ini, guru menyampaikan tujuan, ruang lingkup dan
manfaat materi pelajaran, serta menjelaskan skenario pembelajaran yang akan
dilaksanakan.
b.
Kegiatan inti. Kegiatan inti menggunakan
model pembelajaran, metode, media dan sumber belajar yang disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik dan materi pelajaran. Pemilihan pendekatan tematik
dan/atau tematik terpadu dan/atau saintifik dan /atau inkuiri dan penyingkapan
(discovery) dan/atau pembelajaran
yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project and problem based learning) yang disesuaikan dengan
karakteristik kompetensi dan jenjang pendidikan.
c.
Kegiatan Penutup. Pada kegiatan ini, guru
dan siswa melakukan beberapa kegiatan yaitu merumuskan simpulan materi
pembelajaran, memberikan umpan balik, menjelaskan kegiatan pembelajaran pada
pertemuan berikutnya.
Dari
uraian kegiatan-kegiatan pembelajaran di atas, maka terlihat bahwa posisi guru
dalam pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 lebih banyak sebagai fasilitator
pembelajaran. Anaklah yang lebih banyak belajar dan melakukan pembelajaran.
Metode
konvensional seperti ceramah diharapkan hanya dilakukan di awal pembelajaran
atau di saat guru menekankan konsep penting atau pokok-pokok pembelajaran saja.
Berdasarkan
pengalaman dan analisis penulis tentang prinsip-prinsip pembelajaran dalam
Kurikulum 2013 ini, maka dapat dirumuskan bahwa porsi bagi guru untuk
berceramah di dalam pembelajaran paling
banyak hanya 25 persen.
Waktu
yang 25 persen tadi digunakan guru untuk membuka pembelajaran, menjelaskan
konsep-konsep penting, dan skenario pembelajaran serta menutup pembelajaran.
2.
Implementasi
pada Pembelajaran di Perguruan tinggi
Menurut undang-undang Nomor 12 tahun
2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa:
“Pendidikan
tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup
program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program
profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi
berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia”.
Sebagai pendidikan untuk orang dewasa,
Malcolm Knowles dalam Fry, dkk. (2013: 16) menyatakan bahwa andragogi memiliki
lima prinsip, yaitu:
a.
Ketika seseorang makin dewasa ia lebih dapat
mengarahkan dirinya sendiri.
b. Orang dewasa telah mengumpulkan
pengalaman yang bisa menjadi sumber yang kaya untuk belajar
c. Orang dewasa siap untuk belajar ketika mereka
mengalami kebutuhan untuk mengetahui sesuatu.
d. Orang dewasa cenderung kurang fokus
pada subjek daripada anak-anak; mereka semakin fokus kepada masalah.
e.
Untuk orang dewasa motivator yang paling kuat
adalah bersifat internal.
Dalam konteks pembelajaran di kampus,
salah satu kelemahan mahasiswa adalah dalam hal berkomunikasi. Padahal,
kemampuan berkomunikasi adalah atribut soft
skills yang utama yang harus dimiliki oleh mahasiswa. Malah Patrick S.
O’Brien dalam bukunya Making College Count menjelaskan ada tujuh area soft skills dalam perkuliahan yang harus
dikembangkan yang disebut dengan istilah winning
characteristic, yang terdiri dari:
a.
Communication
skills f. Group skills
b.
Organizational
skills g. Ethic
c.
Leadership
d.
Logic
HAKIKAT PUBLIC
SPEAKING
Kemampuan berbicara adalah salah satu
anugerah dari tuhan yang luar biasa. Namun banyak orang berpendapat bahwa
berbicara adalah hal alamiah yang akan berkembang seiring bertabahnya usia.
Sehingga mereka beranggapan tidak perlu
belajar dan melatih keterampilan dalam berbicara. Akibatnya banyak kita menemui
orang yang berbicara dengan seenaknya tanpa memikirkan isi, tujuan, maksud, dan
dampak dari pembicaraanya tersebut.
Satu hal yang sangat disayangkan adalah
ketika seseorang yang memiliki pengetahuan yang luas, pendidikan yang tinggi,
jabatan yang penting saat tampil di depan orang banyak justru membuat
pendengarnya bingung dan tidak mengerti sama sekali dengan konten
pembicaraannya. Apalagi jika pesan yang disampaikan malah disalahartikan oleh
pendengar.
Disadari atau tidak, keterampilan public speaking sebenarnya adalah
kebutuhan setiap manusia, siapa pun dan apa pun jabatan dan posisi kita. Beberapa
arti penting public speaking, yaitu:
1.
Kemampuan
public speaking adalah tuntutan
hampir semua profesi (guru, dosen, manajer, pendakwah, instruktur, narasumber,
penyiar, presenter, MC/pembawa acara, dan lain-lain).
2.
Melalui
public speaking kita bisa menyampaikan
ide/pemikiran kepada orang banyak dengan efektif and respektif.
3.
Kemampuan
dalam public speaking akan
memengaruhi tingkat perkembangan pribadi dan lingkungan sosial.
4.
Dengan
menguasai public speaking kita
memiliki kesempatan luas untuk mengaktualisasikan segala potensi di hadapan
siapa pun. Ini adalah kesempatan emas untuk promosi diri.
5.
Melalui
public speaking adalah sarana untuk
pengembangan dan pemberdayaan diri yang berkelanjutan.
6.
Kemampuan
public speaking mendukung
kepemimpinan/leadership.
7.
Kemampuan
public speaking menumbuhkan
kepercayaan diri/self-confident.
8.
Kemampuan
public speaking berkontribusi dalam
melejitkan prestasi.
9.
Kemampuan
dalam hal public speaking akan
mendukung dan mempermudah sampainya suatu informasi, pesan, materi, pelajaran,
dakwah dari komunikator kepada komunikan secara lebih efektif dan efisien.
Saat mengajar, maka guru memainkan
peranan sebagai seorang public speaking.
Sesuai dengan tujuannya, maka minimal ada enam misi yang diemban oleh seorang public speaker saat tampil di hadapan
umum, yaitu:
1. Menjelaskan
Ini adalah
tujuan yang paling mudah untuk dicapai karena guru di dalam kelas hanya sebagai
sebatas penyampaian pesan. Peran ini walaupun tidak begitu berefek baik/low effect presentation, tetapi sangat banyak guru justru betah dengan metode
ini. Pembelajaran jika hanya diisi dengan penjelasan, maka sama saja dengan
menjejali anak dengan berbagai informasi yang bisa saja informasi itu sudah
mereka ketahui atau bahkan tidak mereka perlukan.
2. Meyakinkan
Tugas guru selanjutnya sebagai public speaker dalam kelas adalah memberikan data-data dan fakta
yang bisa menyakinkan mereka terhadap informasi yang sedang dijelaskan.
3. Menggugah
Perasaan
Pembelajaran
yang bermakna adalah pembelajaran yang bisa menggugah rasa. Tugas guru sebagai public speaker tidak hanya menjelaskan
dan meyakinkan saja, tapi melangkah ke tangga berikutnya yaitu menggugah rasa.
Ini bisa dilakukan dengan pembuktian atau penjelaskan dengan pemahaman tinggi.
4. Mendorong untuk
membuat
Tugas
pembicara selanjutnya adalah mendorong orang untuk berbuat. Di sinilah salah
satu peran besar guru dalam pembelajaran. Bagaimana seorang guru mampu
menjelaskan, menyakinkan, menggugah rasa lalu mendorong orang lain untuk
berbuat.
5. Menanamkan
Nilai
Pendidikan adalah
kegiatan yang syarat nilai. Pendidikan tidak hanya sebagai ajang pewarisan
nilai-nilai tapi juga kegiatan yang merangsang lahirnya nilai, lestarinya nilai
serta dievaluasinya suatu nilai.
6. Menghibur
Pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran tidak
harus menjadikan pembelajaran menjadi suatu proses yang kaku dan membosankan.
Di sinilah peran guru dalam memberikan sentuhan humor dalam pembelajaran dengan
menggunakan trik-trik public speaker.
Sumber: Nofrion, S.Pd., M.Pd Komunikasi Pendidikan Penerapan Teori dan Konsep Komunikasi dalam Pembelajaran. Prenadamedia Jakarta, 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar