Jumat, 09 November 2012

KONSEP PELAYANAN DALAM PENDIDIKAN

A. PENDAHULUAN     
Layanan publik di Indonesia masih sangat rendah. Demikian salah satu kesimpulan Bank Dunia yang dilaporkan dalam World Development Report 2002.  Hasil penelitian Governance and Desentralization Survey (GDS) 2002 menemukan tiga masalah penting yang banyak terjadi di lapangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu pertama, besarnya diskriminasi pelayanan. Penyelenggaraan pelayanan masih amat dipengaruhi oleh nepotisme, kesamaan afiliasi politik, etnis, dan agama. Fenomena semacam ini tetap marak walaupun telah diberlakukan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN yang secara tegas menyatakan keharusan adanya kesamaan pelayanan, bukannya diskriminasi. Kedua, tidak adanya kepastian biaya dan waktu pelayanan. Ketidakpastian ini sering menjadi penyebab munculnya KKN, sebab para pengguna jasa cenderung memilih menyogok dengan biaya tinggi kepada penyelenggara pelayanan untuk mendapatkan kepastian dan kualitas pelayanan. Ketiga, rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan publik. Ini merupakan konsekuensi logis dari adanya diskriminasi pelayanan dan ketidak pastian.
            Optimalisasi pelayanan publik oleh birokrasi pemerintahan bukanlah pekerjaan mudah, mengingat optimalisasi menyangkut berbagai aspek yang telah membudaya dalam lingkaran birokrasi pemerintahan. Salah satu aspek tersebut adalah kultur birokrasi yang tidak kondusif.
            Prosedur dan etika pelayanan yang berkembang dalam birokrasi pemerintah sangat jauh dari nilai-nilai dan praktik yang menghargai warga bangsa sebagai warga negara yang berdaulat. Prosedur pelayanan, misalnya, tidak dibuat untuk mempermudah pelayanan, tetapi lebih untuk melakukan kontrol terhadap perilaku warga, sehingga prosedurnya berbelit-belit dan rumit. Tidak hanya itu, mulai masa orde baru hingga kini, eksistensi PNS merupakan jabatan terhormat yang begitu dihargai tinggi dan diidolakan publik, khususnya Jawa, sehingga filosofi PNS sebagai pelayan publik (publik servant) dalam arti riil menghadapi kendala untuk direalisasikan. Hal ini terbukti dengan sebutan pangreh raja (pemerintah negara) dan pamong praja (pemelihara pemerintahan) untuk pemerintahan yang ada pada masa tersebut yang menunjukkan bahwa mereka siap dilayani bukan siap untuk melayani.
            Permasalahan utama pelayanan publik pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan itu sendiri. Pelayanan yang berkualitas sangat tergantung pada berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata laksana),dukungan sumber daya manusia, dan kelembagaan serta adanya konsep yang jelas. Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan antara lain :
  1.  Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.
  2.  Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
  3.  Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut.
  4. .Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara para instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
  5. Birokratis.  Pelayanan, khususnya pelayanan perijinan pada umumnya dilakukan
  6. melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama.
  7. Kurang mau mendengar keluhan, saran, dan aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan, saran dan aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.
  8.  Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan, khususnya dalam pelayanan perijinan seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.


            Berdasarkan latar belakang di atas ,makalah ini akan menjelaskan mengenai konsep standar pelayanan prima dengan ruang lingkup mengenai pelayanan berkualitas, standar pelayanan minimal, dan peningkatan standar mutu.

 B. BAHASAN 

A.    Konsep Pelayanan
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Dahlan, dkk., 1995:646) menjelaskan pelayanan adalah usaha melayani kebutuhan orang lain. Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan kepada konsumen atau pelanggan yang dilayani, yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki. Sejalan dengan hal tersebut, Norman (1991:14) menyatakan karakteristik pelayanan sebagai berikut:
a.    Pelayanan bersifat tidak dapat diraba, pelayanan sangat berlawanan sifatnya dengan barang jadi.
b.    Pelayanan pada kenyataannya terdiri dari tindakan nyata dan merupakan pengaruh yang bersifat tindakan sosial.
c.    Kegiatan produksi dan konsumsi dalam pelayanan tidak dapat dipisahkan secara nyata, karena pada umumnya terjadi dalam waktu dan tempat bersamaan.

Pengertian lebih luas mengenai pelayanan disampaikan Daviddow dan Uttal dalam Sutopo dan Suryanto (2003) bahwa pelayanan merupakan usaha apa saja yang meningkatkan kepuasan pelanggan.
Pelayanan yang menjadi produk dari organisasi pemerintahaan adalah pelayanan masyarakat (publik service). Pelayanan tersebut diberikan untuk memenuhi hak masyarakat, baik  layanan sipil maupun publik. Artinya kegiatan pelayanan pada dasarnya menyangkut pemenuhan suatu hak dan  melekat pada setiap orang, baik secara pribadi maupun berkelompok (organisasi), serta dilakukan secara universal. Teori ini sesuai dengan pendapat Moenir (1998) yang menjelaskan bahwa hak atas pelayanan itu sifatnya universal, berlaku terhadap siapa saja yang berkepentingan atas hak tersebut.
            Thoha (1995) menjelaskan bahwa tugas pelayanan lebih menekankan kepada mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik, dan  mempersingkat waktu proses. Sedangkan tugas mengatur lebih menekankan kepada kepuasan atau power yang melekat pada posisi jabatan birokrasi. Lebih lanjut Pasolong (2007) berpendapat bahwa pelayanan pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, sekelompok, dan organisasi baik langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan. Sedangkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (1993), mengemukakan pelayanan adalah segala bentuk kegiatan pelayanan dalam bentuk barang atau jasa dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat.
            Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No 63/KEP/M.PAN7/2003, tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, yang disebut pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima layanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-Undangan.
            Lebih spesifik lagi Dwiyanto (2005:141) mendefinisikan Pelayanan Publik sebagai serangkaian aktivitas yg dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan warga pengguna. Betapa penting nya birokrasi dalam pelayanan publik sehingga birokrasi selalu menjadi sorotan dan perhatian masyarakat baik pengguna layanan secara langsung maupun tida. Tidak hanya barang yang dihasilkan dalam pelayanan publik, tetapi juga jasa dalam hal memberikan pelayanan administrasi
            Berdasarkan teori para ahli tersebut di atas, maka pelayanan adalah suatu kegiatan atau tindakan yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan baik berupa barang ataupun jasa yang menghasilkan manfaat bagi penerima layanan.

B.   Pelayanan Prima
Pelayanan prima merupakan terjemahan istilah ”excellent service” yang secara harfiah berarti pelayanan terbaik atau sangat baik. Disebut sangat baik atau terbaik karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki instansi pemberi pelayanan.
Jika pelayanan prima dikaitkan dengan pelayanan publik, berarti pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Nurhasyim (2004) menyebut beberapa perilaku pelayanan prima pada sektor publik sebagai berikut:
a. Pelayanan yang terbaik dari pemerintah kepada pelanggan atau pengguna jasa.
b. Pelayanan prima ada bila ada standar pelayanan.
c. Pelayanan prima bila melebihi standar atau sama dengan standar. Sedangkan yang belum ada standar pelayanan yang terbaik dapat diberikan pelayanan yang mendekati apa yang dianggap pelayanan standar dan pelayanan yang dilakukan secara maksimal.
d. Pelanggan adalah masyarakat dalam arti luas masyarakat eksternal dan internal.
Apabila pelayanan prima dikaitkan dengan pelayanan umum, maka pelayanan prima dapat diartikan sebagai suatu proses pelayanan kepada masyarakat, baik berupa barang atau jasa melalui tahapan, prosedur, persyaratan-persyaratan, waktu dan pembiayaan yang dilakukan secara transparan untuk mencapai kepuasan sebagaimana visi yang telah ditetapkan dalam organisasi.
Pelayanan prima sebagaimana tuntutan pelayanan yang memuaskan pelanggan atau masyarakat memerlukan persyaratan, bahwa setiap pemberi layanan harus memiliki kualitas kompetensi yang professional. Oleh sebab itu kualitas kompetensi profesional menjadi aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi.            Pelayanan prima dikembangkan berdasarkan konsep A3, yaitu Attitude (sikap), Attention (perhatian), Action (tindakan).
Pelayanan prima berdasarkan konsep sikap (attitude) meliputi tiga prinsip berikut ini:
1. Melayani pelanggan berdasarkann penampilan yang sopan dan serasi
2. Melayani pelanggan dengan berpikiran positif, what dan logis.
3. Melayani pelanggan dengan sikap menghargai.
            Pelayanan prima berdasarkan attention ( perhatian)  meliputi tiga prinsip berikut ini.
1.    Mendengarkan dan memahami secara sungguh-sungguh kebutuhan para pelanggan.
2.    Mengamati dan menghargai perilaku para pelanggan.
3.    Mencurahkan perhatian penuh kepada para pelanggan.
Pelayanan prima berdasarkan action (tindakan)  meliputi lima prinsip berikut ini.
1.    Mencatat setiap pesanan para pelanggan.
2.    Mencatat kebutuhan para pelanggan.
3.    Menegaskan kembalii kebutuhan para pelanggan.
4.    Mewujudkan kebutuhan para pelanggan.
5.    Menyatakan terima kasih dengan harapan pelanggan mau kembali.
            Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan konsep Pelayanan Prima adalah sebagai berikut.
1.    Apabila dikaitkan dengan tugas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat maka pelayanan prima adalah pelayanan yang terbaik dari pemerintah kepada masyarakat.
2.    Pelayanan prima didasarkan pada standar pelayanan yang terbaik.
3.    Untuk instansi yang sudah mempunyai standar pelayanan maka pelayanan prima adalah yang memenuhi standar.
4.    Apabila pelayanan selama ini sudah memenuhi standar maka pelayanan prima berarti adanya terobosan baru, yaitu pelayanan yang melebihi standarnya.
5.    Untuk instansi yang belum mempunyai standar pelayanan maka pelayanan prima
adalah pelayanan yang terbaik dari instansi yang bersangkutan. Usaha selanjutnya adalah menyusun standar pelayanan.
            Hasil pengkajian para ahli menunjukkan pentingnya pelayanan prima kepada pelanggan dengan mengembangkan konsep Total Quality Service (TQS). Tujuan dari TQS adalah mewujutkan tercapainya kepuasan pelanggan, memberikan tanggung jawab kepada setiap orang dan melakukan perbaikan pelayanan secara berkesinambungan. Konsep TQS menurut Tjipto (1997 ), yaitu:

1. Berfokus kepada Pelanggan
Prioritas utama adalah mengidentifikasi keinginan, kebutuhan dan harapan pelanggan. Selanjutnya dirancang sistem yang dapat memberikan jasa atau layanan tertentu yang memenuhi keinginan pelanggan.

2. Keterlibatan Pegawai secara Menyeluruh
Semua pihak yang terkait dengan upaya peningkatan pelayanan hares dilibatkan secara total menyeluruh. Karena itu, pimpinan harus dapat memberikan peluang perbaikan kualitas terhadap semua pegawai. Selain itu, kepemimpinan harus pula memberikan kesempatan berpartisipasi kepada semua pegawai yang ada dalam organisasi, serta memperdayakan pegawai atau karyawan dalam merancang dan memperbaiki barang, jasa,sistem dan organisasi.

3. Sistem Pengukuran
            Komponen dalam sistem pengukuran terdiri hal-hal berikut ini:
a.    Menyusun standar proses dan produk
b.    Mengidentifikasi ketidaksesuaian dan mengukur kesesuaiannya dengan
keinginan pelanggan
b.    Mengoreksi penyimpangan dan meningkatkan kinerja.

4. Perbaikan Kesinambungan.
a.  Memandang bahwa semua pekerjaan sebagai suatu proses
b.  Mengantisipasi perubahan keinginan, kebutuhan dan harapan para pelanggan.
c.   Mengurangi waktu siklus proses produksi dan distribusi.
d.  Dengan senang hati menerima umpan balik dari pelanggan.

C.   Standar Pelayanan Minimal
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom mengisyaratkan adanya hak dan kewenangan pemerintah pusat untuk menetapkan kebijakan tentang perencanaan nasional yang menjadi pedoman atau acuan bagi penyelenggaraan pendidikan di provinsi, kabupaten/ kota sebagai daerah otonom. Dalam rangka standardisasi itulah, maka Mendiknas menerbitkan Kepmen No. 053/U/2001 tanggal 19 April 2001 tentang pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 65 tahun 2005 Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
Isi SPM tersebut adalah Pedoman SPM Penyelenggaraan TK, SD, SMP. SMA, SMK, dan SLB sebagai berikut: (1) Dasar hukum (2) Tujuan penyelenggaraan sekolah (3) Standar kompetensi (4) Kurikulum (5) Peserta didik (6) Ketenagaan (7) Sarana dan prasarana (8) Organisasi (9) Pembiayaan (10) Manajemen (11) Peran serta masyarakat.
Pedoman administrasi Sekolah Menengah Pertama berisikan.
1.  Pendahuluan (latar belakang, tujuan, pendekatan, dan ruang lingkup)
2.  Organisasi sekolah (struktur, fungsi dan tugas, mekanisme hubungan kerja, dan alur kerja)
3.  Penyelenggaraan administrasi sekolah (pengertian, tujuan, dan ruang lingkup)
4.  Komponen administrasi (kurikulum, kesiswaan, tenaga kependidikan, sarana, persuratan dan kearsipan, dan peran serta masyarakat.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 129a/U/2004 Tentang Standar Pelayanan Minimal ( SPM ) bidang Pendidikan,
(1) SPM Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/ Madrasah Tsanawiyah (MTs) terdiri atas :
a.    90 persen anak dalam kelompok usia 13-15 tahun bersekolah di SMP/MTs
b.    Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 persen dari jumlah siswa yang ber-sekolah
c.    90 persen sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis yang di-tetapkan secara nasional
d.    80 persen sekolah memiliki tenaga kependidikan non guru untuk melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non mengajar lainnya
e.    90 persen dari jumlah guru SMP yang diperlukan ter-penuhi
f.     90 persen guru SMP/MTs memiliki kualifikasi, sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan secara nasional
g.    100 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap mata pelajaran
h.    Jumlah siswa SMP/MTs per kelas antara 30– 40 siswa
i.      90 persen dari siswa yang mengikuti uji sampel mutu pendidikan standar nasional mencapai nilai “memuaskan” dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA, dan IPS di kelas I dan II
j.      70 persen dari lulusan SMP/ MTs melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)/ Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar
Kemdiknas terbitkan Permendiknas nomor 15 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal atau SPM pendidikan dasar.
Kemdiknas telah menerbitkan regulasi baru yakni Permendiknas nomor 15 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal atau SPM pendidikan dasar. Oleh karen itu Direktorat Mandikdasmen mengadakan sosialisasi Standar pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Jakarta. SPM Pendidikan Dasar ini bertujuan untuk peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan SD/MI dan SMP/ MTs.
SPM pendidikan dasar dapat diartikan sebagai ketentuan tentang jumlah dan mutu layanan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk SD dan SMP dan Kandepag untuk MI dan MTs secara langsung maupun secara tidak langsung melaluisekolahdan\madrasah.
SPM diharapkan mampu mempersempit kesenjangan mutu pendidikan yang kedepannya juga diharapkan berimplikasi pada mengecilnya kesenjangan sosial ekonomi. SPM mulai diberlakukan tahun 2011 dengan tahapan rehabilitasi sarana dan prasarana sekolah pelatihan guru dan tenaga pendidik, maka diharapkan dalam waktu tiga tahun atau pada tahun 2013 seluruh SD/MI dan SMP/MT sudahmelaksanakanSPM.
            Standar pelayanan minimal pendidikan dasar selanjutnya disebut SPM Pendidikan Dasar adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan merupakan ketentuan tentang jumlah dan mutu layanan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, Kantor Wilayah Kementerian Agama, dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota secara langsung maupun secara tidak langsung melalui sekolah dan madrasah. Penerapan SPM dimaksudkan untuk memastikan bahwa di setiap sekolah dan madrasah terpenuhi kondisi minimum yang dibutuhkan untuk menjamin terselenggaranya proses pembelajaran yang memadai.
SPM Pendidikan meliputi layanan-layanan:
a.    Merupakan tanggung-jawab langsung Pemerintah Kabupaten/Kota yang menjadi tugas pokok dan fungsi dinas pendidikan untuk sekolah atau kantor departemen agama untuk madrasah (misalnya: penyediaan ruang kelas dan penyediaan guru yang memenuhi persyaratan kualifikasi maupun kompetensi)
b.    Merupakan tanggung-jawab tidak langsung Pemerintah Kabupaten/Kota  Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama, karena layanan diberikan oleh pihak sekolah dan madrasah, para guru dan tenaga kependidikan, dengan dukungan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan Kantor Kementerian Agama (contoh: persiapan rencana pembelajaran dan evaluasi hasil belajar siswa terjadi di sekolah, dilaksanakan oleh guru tetapi diawasi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota).
SPM Pendidikan menyatakan secara tegas dan rinci berbagai tanggungjawab Pemerintah Kabupaten/Kota c/q oleh Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama dalam menyelenggarakan layanan pendidikan. SPM Pendidikan menyatakan secara tegas dan rinci berbagai hal yang harus disediakan dan dilakukan oleh dinas pendidikan, sekolah/madrasah untuk memastikan bahwa pembelajaran bisa berjalan dengan baik.
SPM menyatakan dengan jelas dan tegas kepada warga masyarakat tentang tingkat layanan pendidikan yang dapat mereka peroleh dari sekolah/ madrasah di daerah mereka masing-masing. SPM tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan tahapan menuju pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Dengan ditetapkannya SPM Bidang Pendidikan Dasar maka setiap daerah perlu menyusun perencanaan program/kegiatan untuk mencapai SPM. Untuk mengukur sejauh mana kinerja dinas pendidikan telah mencapai SPM atau belum maka dinas pendidikan perlu melakukan pemetaan terhadap kinerja layanan dinas pendidikan/depag serta sekolah-sekolah (SD/MI dan SMP/MTs). Dari pemetaan tersebut diketahui kinerja mana yang belum mencapai SPM dan kinerja mana yang sudah mencapai SPM.
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, dinas pendidikan perlu menganalisis pencapaian masing-masing indikator yang tercantum dalam standar pelayanan minimum (SPM) bidang pendidikan. Hasil analisis kondisi pencapaian SPM digunakan sebagai bahan masukan dalam merumuskan kebijakan, program, kegiatan dan juga pembiayaan ketika menyusun dokumen rencana strategis pencapaian SPM.
Pengembangan rencana peningkatan mutu pendidikan setiap kabupaten/kota perlu memperhatikan kondisi pencapaian SPM di daerah masing-masing. Setiap tahun program pencapaian SPM perlu dilaksanakan sampai SPM benar-benar tercapai. Pelaksanaan dan capaian program juga di monitor dan dievaluasi sehingga diketahui indikator apa saja yang belum dicapai, dan berapa perkiraan biaya yang diperlukan untuk mencapai SPM. Sehingga diharapkan semua kabupaten/kota telah mencapai SPM pada tahun 2014.

D.    Peningkatan Standar Mutu
Standar mutu adalah suatu standar yang ditetapkan oleh institusi penghasil produk terhadap mutu produk yang dihasilkannya untuk memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan terhadap kualitas produk yang digunakannya.
Kajian tentang standar mutu pada awal perkembangannya banyak dilakukan dalam dunia bisnis dan industri. Para pengusaha berusaha sekuat tenaga menghasilkan produk yang bermutu yang dapat diterima secara baik oleh masyarakat. Pada tahap-tahap selanjutnya, seperti yang diketahui bahwa kajian tentang standar mutu terus mengalami perkembangan dan evolusi, menjadi semakin matang dan mengalami diversifikasi untuk aplikasi di berbagai bidang seperti manufactur, industri jasa, kesehatan, dan dewasa ini juga di bidang pendidikan.
Beberapa tahun belangan ini telah banyak standar mutu yang diperkenalkan, seperti BS5750, Standar Internasional ISO9000, BS7850, Investor in People, The Deming Prize, The Malcolm Baldridge Award, The European Quality Award, The Citizen ‘s Charter, Akreditasi BAN-PT, Standar Nasional Indonesia - Badan Standardisasi Nasional (SNI – BSN).
Standar mutu Inggris BS5750 dan standar internasional ISO9000 mendapatkan perhatian yang serius dari dunia pendidikan. terutama dari Amerika dan Eropa. Pertumbuhan gerakan kerjasama Pendidikan dan Bisnis (Educartional Business Partnership) telah berhasil merangsang ketertarikan dan perhatian masyarakat terhadap berbagai metodologi bisnis, termasuk BS5750.
Ketertarikan pendidikan terhadap BS5750 merupakan hal yang baru. Meskipun harus diakui, bahwa baik British Standards Institution (BSI) maupun Internasional Standards Organization (ISO) belum menunjukan ketertarikan terhadap dunia pendidikan sebelum tahun 1989. Mayoritas perusahaan yang terdaftar pada standar BS5750 adalah perusahaan yang bergerak di bidang produk, namun berkembang ke dalam dunia industri jasa dan praktek-praktek professional, seperti badan amal, arsitek, dan konsultan manajemen. Walaupun demikian belum ada praktek pendidikan yang memberikan jawaban terhadap kesesuaian BS5750/ISO9000 dalam pendidikan.
Namun demikian ada sejumlah kecil perguruan tinggi dan organisasi pelatihan swasta yang berhasil memperoleh status perusahaan, meskipun demikian, saat ini minat dan ketertarikan terhadap standar tersebut betul-betul telah menyebar dalam pendidikan tinggi dan sekolah-sekolah.

1.    BS5750 DAN ISO 9000
BS5750 dan ISO9000 adalah alat pemasaran yang sangat jitu bagi organisasi  dengan menunjukan logo registrasinya. BS5750 identik dengan standar Eropa EN29000, standar mutu internasional ISO9000, dan standar mutu Amerika Serikat Q90. Perbandingan tersebut adalah sebagai tambahan informasi bagi lembaga-lembaga yang berkeinginan untuk membina hubungan atau kontrak internasional. Keuntungan yang bisa diraih institusi pendidikan apabila sudah terdaftar adalah lembaga-lembaga tersebut akan mengupayakan disiplin untuk menspesifikasikan dan mendokumentasikan sistem mutu mereka dan akreditasi dari pihak ketiga. BS5750 dipublikasikan pertama kali pada tahun 1979 dengan nama Quality Systems. Pada mulanya, ia adalah sistem yang diterapkan oleh Menteri Pertahanan dan NATO yang dikenal sebagai AQAP, Allied Quality Assurance Procedures ( Prosedur Jaminan Mutu Sekutu), yang menjadi kebutuhan organisasi dalam posisi mereka sebagai agen-agen belanja mereka.
Seri-seri BS5750/ISO9000 dikenal sebagai skema penilaian pihak ketiga. Penilaian pihak pertama adalah penilaian sebuah organisasi terhadap mutu organisasi mereka dengan standar-standar mereka sendiri. Masalah yang muncul dalam metode ini adalah pelanggan tidak begitu yakin terhadap proses jaminan yang tidak membuka penilaian eksternal secara obyektif. Untuk  menjawab masalah ini maka konsumen diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengirim penilaian kepada pihak pertama, organisasi produsen. Ini dikenal sebagai penilaian pihak kedua dan ini merupakan metode yang sangat terkenal yang digunakan. Misalnya Marks dan Spencer. Masalah penilaian pihak kedua adalah jelas, terutama jika pembelinya adalah organisasi kecil, Sertifikasi pihak ketiga menyebabkan organisasi bekerja dengan menggunakan standar, dengan pemeriksaan dan penilaian yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memenuhi syarat.
ISO 9000 sendiri adalah suatu rangkaian dari lima standar mutu internasional. Seri tersebut diberi nama sedemikian rupa sehingga terdiri dari lima set standar atau kriteria, dengan modifikasi angka berurutan mulai dari 9000. Standar pertama yaitu ISO 9000 merupakan suatu peta jaringan yang memberikan definisi dasar dan konsep-konsep, serta menerangkan bagaimana suatu perusahaan memilih dan menggunakan standar-standar yang lain dalam seri tersebut.
Tujuan dari standar ISO 9001, 9002, dan 9003 adalah untuk memberikan jaminan kualitas dalam hal kontraktual dengan pihak luar. Ini merupakan standar yang digunakan untuk mencatat sistem kualitas pemasok. Ketiga standar ini bersifat saling melengkapi dan pemilihannya tergantung pada ruang lingkup dan kompleksitas operasi perusahaan, serta ukuran bisnisnya.
ISO 9001 adalah standar yang paling komprehenshif dan digunakan untuk menjamin kualitas pada tahap perancangan dan pengembangan, produksi, instalasi, dan pelayanan jasa. Standar ini digunakan khususnya oleh perusahaan manufaktur yang merancang produk dan membuatnya sendiri. ISO 9002 digunakan untuk memenuhi persyaratan produksi dan instalasi yang memerlukan jaminan. Sebagai contoh, bila suatu produk dibuat dengan sprsifikasi yang ditentukan oleh pihak lain.
ISO 9004 digunakan untuk kepentingan intern dan bukan untuk situasi kontraktual. Standar ini antara lain mencangkup unsur-unsur pokok yang ikut menpengaruhi sistem jaminan kualitas, termasuk di dalamnya tanggung jawab manajemen, pemasaran, pengadaan, langkah pengendalian, pemanfaatan SDM, faktor keamanan produk, dan penggunaan metode statistik.

2.    Mengaplikasikan BS5750 dan ISO9000 dalam Pendidikan.
BS5750/ISO9000 adalah hal baru dalam pendidikan. BSI mengeluarkan panduan aplikasi Standar dalam pendidikan dan pelatihan pada tahun 1992. Salah satu konsep yang ada dalam Standar adalah sistem mutu harus dapat menghasilkan produk dan mutu yang konsisten serta menyakinkan. Namun sejauh ini BS5750/ ISO9000 belum menghasilkan dampak konsistensi layanan terhadap interaksi murid atau staf. Berdasarkan alasan tersebut, sekolah, perguruan tinggi dan universitas meninggalkan BS5750/ ISO9000.

2.  Investor in People.
Investor in People (IIP) diluncurkan pada bulan Oktober 1991. Ia berbeda dengan BS7850. IIP adalah sebuah standar bagi pengembangan dan pelatihan sumber daya manusia yang bisa dikembangkan bersama TQM.
Investor in People diawasi oleh Departermen of Employment (Departermen Ketenagakerjaan) dan standarnya dikembangkan oleh National Training Task Force. IIP telah diatur dan diawasi secara local oleh Training and Enterprise Councils and Local Enterprice Companise di Skotlandia. Salah satu kekurangannya adalah IIP merupakan standar Inggris Raya yang tidak sejajar dengan standar internasional.
Elemen-elemen penting yang harus dipenuhi organisasi untuk menjadi Investor in People adalah:
a.  Sebuah komitmen publik dari atas untuk mengembangkan seluruh staf untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi;
b.  Sebuah rencana institusional tertulis yang mengidentifikasikan tujuan dan target organisasi. Rencana tersebut mengidentifikasikan kebijakan pelatihan dan sumber-sumber daya yang tersedia untuk itu dan harus disampaikan secara terbuka serta dipahami oleh seluruh staf;
c.   Tinjauan teratur terhadap pelatihan dan pengembangan seluruh staf;
d.  Tindakan untuk melatih dan mengembangkan individu-individu melalui karir mereka;
e.  Evaluasi terhadap investasi dalam pelatihan dan pengembangan dan evaluasi terhadap efektifitas proses pengembangan staf.
Investor in People dikembangkan dalam dunia bisnis, namun dapat diadaptasikan dalam pendidikan. Sejumlah sekolah, perguruan tinggi dan lembaga pendidikan tinggi dapat melihat kemungkinan penerapan IIP untuk mewujudkan inisiatif pengembangan mutu. Kesulitan utamanya adalah beberapa sekolah dan perguruan tinggi tidak memiliki kebebasan yang sangat luas untuk mengembangkan sumber daya pengembangan staf yang sepenuhnya konsisten terhadap tujaun-tujuan startegisnya.

3.  The Deming Prize
Deming Prize adalah penghargaan mutu tingkat Nasional Jepang. Penghargaan mutu nasional Jepang diluncurkan pada tahun 1951. Dana untuk penghargaan ini dikumpulkan dari royalti kuliah pengukuhan Dr. Deming di Jepang. Deming, menjelaskan bahwa peran manajemen sangat besar dalam mencapai mutu. Menurutnya sekitar 15% dari kualitas buruk dihasilkan oleh pekerja, sementara 85% disebabkan manajemen, system, dan proses yang kurang tepat. Deming berpendapat bahwa manajer seharusnya melibatkan karyawan dalam memecahkan permasalahan, bukan hanya sekedar menyalahkan karena buruknya kualitas.

4.  The Malcolm Baldridge Award
 Malcolm Baldridge Award adalah penghargaan Amerika yang setara dengan Hadiah Deming. Penghargaan tersebut didirikan oleh kongres Amerika pada tahun 1987. Hadiah Malcolm Baldridge bukan sebuah standar, namun seperti halnya Hadiah Deming, ia merupakan sebuah penghargaan tahunan di Amerika. Penghargaan tersebut dirancang untuk menghargai perusahaan-perusahaan Amerika yang unggul dalam prestasi mutu dan manajemen mutu. Penghargaan tersebut dirancang untuk mempromosikan beberapa hal berikut ini:
a.  Kesadaran mutu
b.  Pemahaman terhadap syarat-syarat mutu;
c.   Pemberian informasi tentang strategi-strategi yang jitu dan menguntungkan selama pelaksanaan.
Hadiah Malcolm Baldridge sebagai standar pengukuran peningkatan mutu internal dapat memberikan kontribusi proses yang bermanfaat pada beberapa lembaga pendidikan. Kriteria-kriteria tersebut bisa digunakan sebagai bagian dari proses audit internal.

5.  The European Quality Award
The European Quality Award diperkenalkan pada tahun 1991 dalam pertemuan Forum Manajemen Mutu Eropa di Paris. Forum tersebut merupakan organisasi baru yang dibentuk pada tahun 1988 oleh 14 perusahaan besar Eropa. Sekarang telah berkembang menjadi 170 perusahaan yang bertujuan untuk merangsang dan membantu perusahaan-perusahaan Eropa dalam mengembangkan mutu terpadu. Komisi Eropa memainkan peran penting dalam pengembangannya. Tujuan dari Forum dan Penghargaan tersebut adalah untuk mendorong perkembangan TQM. Penghargaan tersebut bertujuan untuk menghargai organisasi-organisasi yang memberikan perhatian besar terhadap mutu terpadu, dan mendorong yang lainnya untuk mengikuti percontohan mereka.
 Penghargaan Mutu Eropa juga bukan sebuah standar mutu, melainkan hadiah dari sebuah kompetisi seperti halnya Hadiah Deming di Jepang dan Hadiah Malcolm Baldridge di Amerika. Penghargaan Mutu Eropa merupakan penghargaan tunggal tahunan yang diberikan pada eksponen TQM yang paling sukses di Eropa Barat, penghargaan pertama kali diberikan pada tahun 1992. Di samping Penghargaan tersebut, ada juga European Quality Prizes  yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang telah menunjukan prestasi dalam manajemen mutunya. Kriteria penghargaan tersebut memiliki gaya Eropa yang khas dan dirancang untuk diberikan kepada perusahaan-perusahaan berprestasi tanpa memperhatikan ukuran dan tipe bisnis perusahaan tersebut. Organisasi yang menginginkan penghargaan tersebut, akan dinilai berdasarkan hasil dan peningkatan prestasi yang diraih melalui beberapa kriteria dibawah ini :
a.  Kepuasan pelanggan
b.  Kepuasan karyawan
c.   Prestasi bisnis
d.  Pengaruh organisasi terhadap masyarakat.
Ada delapan kriteria spesifik serta nilai relatifnya masing-masing dalam nilai keseluruhan penghargaan tersebut, yaitu:
a.    Kepuasan pelanggan: Persepsi pelanggan eksternal, baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap perusahaan atau terhadap produk dan layanannya (20%).
b.    Orang-orang: Orang-orang yang ada dalam manajemen perusahaan dan perasaan mereka terhadap perusahaan (18%).
c.    Hasil bisnis: Prestasi perusahaan dalam kaitannya dengan rencana prestasi bisnis mereka (15%)
d.    Proses: Manajemen seluruh kegiatan yang memiliki nilai tambah dalam perusahaan (14%)
e.    Kepemimpinan: Sikap seluruh manajer dalam transformasikan perusahaan pada Mutu Terpadu (10%)
f.     Sumberdaya: Pemanfaatan dan pemeliharaan manajemen terhadap sumberdaya financial, sumberdaya informasi, dan sumberdaya teknologi (9%).
g.    Strategi dan kebijakan – visi. Nilai dan arah perusahaan, serta cara untuk mencapainya (8%)
h.    Pengaruh terhadap masyarakat – persepsi komunitas secara umum terhadap perusahaan. Pandangan pendekatan perusahaan terhadap kehidupan, lingkungan dan kebutuhan pemeliharaan sumberdaya global (6%).

6.  The Citizen ‘s Charter
The Citizen ‘s Charter memiliki publisitas yang luas, dan pada tahun 1992, setelah melakukan pemilihan umum internalnya, lembaga tersebut memiliki Kabinet Menteri sendiri. Piagam tersebut merupakan program yang dirancang untuk meningkatkan pelayanan terhadap publik dan menyediakan pilihan bagi mereka. Piagam tersebut melakukan publikasi secara detail tentang pelayanan seperti apa yang diinginkan oleh publik dan menjelaskan kepada mereka prosedur Komplain yang tepat. Prinsip dasar piagam tersebut mencangkup semua layanan public termasuk pendidikan. Dalam pendidikan, dikenal The Parent’s Charter, dan yang berhubungan dengan piagam tersebut adalah Charter Mark, yaitu penghargaan terhadap keunggulan dalam pemberian layanan public. Organisasi publik dan swasta bisa mendaftarkan diri untuk mendapatkan piagam tersebut, termasuk sekolah. Tanda Piagam adalah sebuah kompetisi dan pada tahun pertamanya, 1992, sedikitnya 50 institusi layak mendapatkan piagam tersebut. Tanda Piagam tersebut berlaku selama 3 tahun dan diberikan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Ada enam prinsip dalam The Citizen ‘s Charter,  yaitu :
a.    Publikasi standar layanan serta prestasi terhadap standar tersebut.
b.    Konsultasi pelanggan
c.    Informasi yang jelas tentang layanan
d.    Layanan pelanggan yang jelas dan efisien
e.    Prosedur pengaduan dan complain
f.     Pengesahan prestasi yang independen dan komitmen terhadap nilai uang.

7.  Akriditasi BAN-PT
Majelis BAN-PT pertama kali diangkat oleh menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui Kepmen Dikbud No. 187/U/1994, tanggal 7 Agustus 1994. Sekertariat BAN-PT pertama kali beroperasi mulai Agustus–1994, sedangkan proses akreditasi pertama kali dilakukan pada tahun 1996.
Akreditasi dipahami sebagai penentuan standar mutu serta penilaian terhadap suatu lembaga pendidikan (dalam hal ini pendidikan tinggi) oleh pihak di luar lembaga pendidikan itu sendiri. Mengingat adanya berbagai pengertian tentang hakikat perguruan tinggi (Barnet, 1992) maka kriteria akreditasi pun dapat berbeda-beda. Barnet menunjukkan, bahwa setidak-tidaknya ada empat pengertian atau konsep tentang hakikat perguruan tinggi :
a.    Perguruan tinggi sebagai penghasil tenaga kerja yang bermutu (qualified manpower). Dalam pengertian ini pendidikan tinggi merupakan suatu proses dan mahasiswa dianggap sebagai keluaran (output) yang mempunyai nilai atau harga (value) dalam pasaran kerja, dan keberhasilan itu diukur dengan tingkat penyerapan lulusan dalam masyarakat (employment rate) dan kadang-kadang diukur juga dengan tingkat penghasilan yang mereka peroleh dalam karirnya.
b.    Perguruan tinggi sebagai lembaga pelatihan bagi karier peneliti. Mutu perguruan tinggi ditentukan oleh penampilan/prestasi penelitian anggota staf. Ukuruan masukan dan keluaran dihitung dengan jumlah staf yang mendapat hadiah/penghargaan dari hasil penelitiannya (baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional), atau jumlah dana yang diterima oleh staf dan/atau oleh lembaganya untuk kegiatan penelitian, ataupun jumlah publikasi ilmiah yang diterbitkan dalam majalah ilmiah yang diakui oleh pakar sejawat (peer group).
c.    Perguruan tinggi sebagai organisasi pengelola pendidikan yang efisien. Dalam pengertian ini perguruan tinggi dianggap baik jika dengan sumber daya dan dana yang tersedia, jumlah mahasiswa yang lewat proses pendidikannya (throughput) semakin besar.
d.    Perguruan tinggi sebagai upaya memperluas dan mempertinggi pengkayaan kehidupan. Indikator sukses kelembagaan terletak pada cepatnya pertumbuhan jumlah mahasiswa dan variasi jenis program yang ditawarkan. Rasio mahasiswa-dosen yang besar dan satuan biaya pendidikan setiap mahasiswa yang rendah juga dipandang sebagai ukuran keberhasilan perguruan tinggi.
Perguruan tinggi di Indonesia merupakan campuran yang mengandung unsur-unsur dari keempatnya, oleh karena itu sistem akreditasi BAN-PT memperhatikan konsep dasar tersebut.
            Peningkatan mutu berkaitan dengan target yang harus dicapai, proses untuk mencapai dan faktor-faktor yang terkait. Dalam peningkatan mutu ada dua aspek yang perlu mendapat perhatian, yakni aspek kualitas hasil dan aspek proses pencapaian hasil tersebut. Ada dua macam peningkatan mutu yaitu peningkatan mutu untuk mencapai standar mutu yang ditetapkan dan peningkatanmutu dalam konteks peningkatan standar mutu yang telah dicapai. Peningkatan standar mutu dilakukan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi (monev), evaluasi diri, audit, dan benchmarking.
Evaluasi diri dilakukan terutama untukmelihat kekuatan dan kelemahan satuan pendidikan kaitannyadengan upaya pemenuhan standar. Tahapan selanjutnya adalah Audit Mutu Akademik Internal untuk melihat kepatuhan terhadapstandar mutu yang telah ditetapkan. Hasil-hasil yang diperoleh dari tahapan monitoring dan evaluasi, evaluasi diri, dan audit mutu internal serta ditambah dengan masukan dari seluruh stakeholders, digunakan sebagai pertimbangan di dalam melakukan peningkatan mutu.
            Apabila hasil evaluasi diri dan audit menunjukkan bahwa standar mutu yang telah ditetapkan belumtercapai, maka harus segera dilakukan tindakan perbaikan untukmencapai standar tersebut. Sebaliknya apabila hasil evaluasi diridan audit menyatakan bahwa standar mutu yang ditetapkan telah tercapai, maka pada proses perencanaan berikutnya standar mutu tersebut ditingkatkan melalui benchmarking. Benchmarking adalah upaya pembandingan standar baik antar bagian internal organisasi maupun dengan standar eksternal secara berkelanjutan dengan tujuan untuk peningkatan standar mutu. Terdapat tiga pertanyaan mendasar yang akan dijawab oleh proses benchmarking adalah:1) Seberapa baik kondisi kita sekarang? (Evaluasi Diri), 2. Harus menjadi seberapa baik? (Target), 3. Bagaimana cara untuk mencapai yang baik tersebut? (Rencana Tindakan)
            Perumusan standar mutu harus mengandung unsur ABCD (audiens, behavior, competence, degree) dan tidak sekaligus jadi.
Contoh Standar Mutu pada Dunia Pendidikan Nasional diartikan sebagai sebagai kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum NKRI. Standar mutu dalam dunia pendidikan selanjutnya disebut Standar Nasional Pendidikan (SNP).
            Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi:
a.    standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan
b.    standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
c.    standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
d.    standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
e.    standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
f.     standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan  pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
g.    standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun; dan
h.    standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
            Tingkat keberhasilan peningkatkan standar mutu ditentukan oleh banyak faktor. Sebagai contoh peningkatan standar mutu  sekolah sangat ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1.    Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepala sekolah harus memiliki dan memahami visi kerja secara jelas, mampu dan mau bekerja keras, mempunyai dorongan kerja yang tinggi, tekun dan tabah dalam bekerja, memberikan layananyang optimal, dan disiplin kerja yang kuat.
2.    Siswa
Pendekatan yang harus dilakukan adalah “anak sebagai pusat “ sehingga kompetensi dan kemampuan siswa dapat digali sehingga sekolah dapat menginventarisir kekuatan yang ada pada siswa .
3.    Guru
Pelibatan guru secara maksimal dengan meningkatkan kompetensi dan profesi kerja guru dalam kegiatan seminar, Musyawarah Guru Mata Pelajaran, lokakarya serta pelatihan sehingga hasil dari kegiatan tersebut diterapkan disekolah.
4.    Kurikulum
Adanya kurikulum yang ajeg dan tetap tetapi dinamis, dapat memungkinkan dan memudahkan standar mutu yang diharapkan sehingga tujuan dapat dicapai secara maksimal
5.    Jaringan Kerjasama
Jaringan kerjasama tidak hanya terbatas pada lingkungan sekolah dan masyarakat semata tetapi dengan organisasi lain, seperti perusahaan, instansi sehingga output dari sekolah dapat terserap didalam dunia kerja
6.    Tim Pengendali Mutu
Tim Pengendali Mutu mempunyai peranan penting dalam menjamin keberlangsungan standar mutu secara terus menerus dan berkesinambungan. Tim ini merupakan tim independen yang melaksanakan dan melakukan audit mutu secara berkala.
          
C. KESIMPULAN  
1.    Pelayanan adalah suatu kegiatan atau tindakan yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan baik berupa barang ataupun jasa yang menghasilkan manfaat bagi penerima layanan.
2.    Pelayanan prima merupakan terjemahan istilah ”excellent service” yang secara harfiah berarti pelayanan terbaik atau sangat baik. Disebut sangat baik atau terbaik karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki instansi pemberi pelayanan
3.    Standar mutu adalah suatu standar yang ditetapkan oleh institusi penghasil produk terhadap mutu produk yang dihasilkannya untuk memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan terhadap kualitas produk yang digunakannya. Contoh standar mutu yang diperkenalkan, seperti BS5750, Standar Internasional ISO9000, BS7850, Investor in People, The Deming Prize, The Malcolm Baldridge Award, The European Quality Award, The Citizen ‘s Charter, Akreditasi BAN-PT, Standar Nasional Indonesia - Badan Standardisasi Nasional (SNI – BSN).
4.    Peningkatan standar mutu dilakukan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi (monev), evaluasi diri,audit, dan benchmarking
5.    Tim Pengendali Mutu mempunyai peranan penting dalam menjamin keberlangsungan standar mutu secara terus menerus dan berkesinambungan. Tim ini merupakan tim independen yang melaksanakan dan melakukan audit mutu secara berkala.

Referensi :
Darmadi, Hamid. 2007. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung : Alfabeta.
Dewantoro, Ki Hajar. 1962. Bagian Pertama: Pendidikan. Jogjakarta : Taman Siswa.
Edward Sallis. 2006. Total Quality Management In Education (alih Bahasa Ahmad Ali Riyadi ). Jogjakarta : IRCiSoD
Eti Rochaety,dkk.2005 . Sistem Informamsi Manajemen Pendidikan. Jakarta : bumi Aksara
Indra Djati Sidi.2003. Menuju Masyarakat Belajar. Jakarta : Logos
Ismaun. 2007. Filsafat Administrasi Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan.
Lalu Sumayang.2003. Manajemen produksi dan Operasi. Jakarta : Salemba Empat
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia..1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :Balai Pustaka
Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Kloang klede Putra Timur
Sagala,Syaiful.2005.Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta
—————–.2004. Manajemen Berbasis Sekolah &Masyarakat. Bandaung : alfabeta
Sudarwan Danim.2007.Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta : Bumi Aksara
Suyadi Prawirosentono. 2007 . Filosofi Baru tentang Manajemen Mutu terpadu abad 21. Jakarta : Bumi Aksara
Zamroni. 2007 . Meningkatkan Mutu Sekolah . Jakarta : PSAP Muhamadiy

1 komentar:

Materi Presentasi ISO mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Komentar Anda

Nama

Email *

Pesan *