P
|
erkembangan teknologi dengan
adanya globalisasi memberikan banyak perubahan pada perilaku manusia, selain
terjadi kerugian karena teknologi mengambil alih fungsi-fungsi mental manusia.
Teknologi salam satu sisi mampu meningkatkan kinerja manusia tetapi disisi lain
menjadi penggerak perubahan perilaku yang bertentangan dengan idealism
peradaban yang lebih maju, beretika dan mampu memberikan identitas kemodernan,
sehingga perubahan social dimasyarakat andil media dan teknologi sangat berperan
sekali dalam peningkatan kualitas manusia yang bererilaku etis dan
lebih memahami hubungan empatik dan bersinergis dengan keharmonian alam yang sudah
direkayasa secara alami oleh Maha kuasa.
Menurut
Gardner (2006) Globalisasi memiliki empat trend yang
belum
pernah terjadi sebelumnya:
1. Pergerakan modal
dan instrumen pasar lainnya di seluruh dunia, dengan jumlah besar yang beredar dalam
sekejap setiap hari.
2. Gerakan manusia
lintas batas, dengan lebih dari 100-juta imigran tersebar di seluruh dunia
setiap saat.
3. Gerakan dari
semua masalah informasi melalui dunia maya, dengan megabyte informasi berbagai derajat kehandalan yang tersedia untuk
siapapun dengan akses ke komputer.
4. Gerakan budaya
populer - seperti makanan, pakaian, gaya, dan musik - mudah
melintasi perbatasan sehingga remaja di seluruh dunia tampak semakin serupa,
bahkan sebagai selera, keyakinan dan nilai-nilai orang tua mereka juga mungkin
saling bertemu.
BAGAIMANA SEHARUSNYA?
Teknologi dikembangkan adalah untuk membantu manusia yang
terbatas dalam melaksanakan aktifitasnya. Kendali penggunaan teknologi tetap
sepenuhnya ada di tangan manusia.
Pendidikan manusiawi termasuk pelaksanaan norma dan etika kemanusiaannya
tetap harus berada pada peringkat ke-satu. Kebebasan diperbolehkan dengan tanpa
meninggalkan control agama.
Salah satunya kita mengenal filsafat sebagai salah satu acuan
kita dalam melihat arah kehidupan yang akan dilaluinya. Semua ada control
perilaku kita yang bisa menjawab semua permasalahan salah satu bagian filsafat
yang mengkaji perilaku dan bertindak inilah dinamakan etika perilaku untuk
menghasil pola pemikiran etis dan memberikan mafaat bagi umat manusia. Pola
perilaku etis selalu berkaitan dengan pola pikiran kita yang memahami tingkat
keetisannnya secara tersirat dalam berkomunikasi dengan lingkungan formalnya.
LIMA
PIKIRAN DARI HOWARD GARDNER
Berkaitan pola pikiran ini, Ada lima
pikiran untuk masa depan sebagaimana ditulis oleh Howard Gardner (2006) dalam bukunya “Five Minds For The Future”
adalah:
1. Pikiran Disiplin;
2. Pikiran sintesa;
3. Pikiran Menciptakan;
4. Pikiran Hormat, dan
5. Pikiran Etis.
Gardner merasa bahwa lima pikiran
tersebut sangat penting di masa depan. Pendidikan etika adalah kunci untuk mengembangkan lima pikiran
untuk masa depan, dan sementara orang tua, teman sebaya dan media juga
memainkan peran penting dalam mempengaruhi dan mengembangkan pikiran di masa
depan. Selain itu, penting untuk dicatat bahwa dalam dunia yang semakin cepat
berubah, tidak ada individu atau organisasi yang santai dalam mengasah
intelektualnya. Masa depan adalah milik mereka yang telah membuat komitmen
seumur hidup untuk terus belajar. Gardner percaya bahwa di tempat kerja kita
harus mencari orang yang memiliki disiplin, sintesis, menciptakan, pikiran hormat
dan etika, tetapi semua harus terus terus-menerus dikembangkan oleh diri kita
sendiri dalam kehidupan bermasyarakat.
Lima pola pikir ini sejatinya digagas oleh Howard Gardner
melalui salah satu bukunya yang memikat bertajuk Five Minds for
the Future. Gardner sendiri merupakan pakar psikologi yang
dikenal luas karena dia juga orang yang pertama kali memperkenalkan teori
kecerdasan majemuk (multiple
intelligences). Melalui serangkaian riset yang ekstensif, Gardner
menyimpulkan adanya lima jenis pola pikir yang akan memiliki peran makin
penting dalam perjalanan sejarah masa depan.
Pola pikir yang pertama adalah the disciplined
mind (pikiran terdisiplin) atau suatu perilaku kognisi yang
mencirikan disiplin ilmu, ketrampilan, atau profesi tertentu. Seorang praktisi ataupun
para professional yang menekuni dunia bisnis dan manajemen misalnya, setidaknya
mesti menguasai ilmu dan ketrampilan yang solid dalam bidang tersebut. Demikian
pula, semua profesional lainnya – entah arsitek, ahli komputer, perancang
grafis, ahli bahasa – harus menguasai jenis-jenis pengetahuan dan ketrampilan
kunci yang membuat mereka layak menjadi bagian dari profesi mereka
masing-masing. Esensi dari pola pikir yang pertama ini adalah : untuk
benar-benar menjadi manusia yang profesional, kita mestinya menguasai secara
tuntas, komprehensif, mendalam dan terdisiplin satu bidang
pengetahuan/ketrampilan tertentu.
Pola pikir yang kedua
adalah : the synthesizing
mind (pikiran mensintesa). Atau juga pola untuk menyerap informasi
dari beragam sumber, memahami, mensintesakannya, dan lalu meraciknya menjadi
satu pengetahuan baru yang powerfull. Kecakapan dalam
melakukan sintesa ini tampaknya menjadi kian penting terutama ketika banjir
informasi kian deras mengalir melalui beragam media : televisi, media cetak,
dan dunia online. Dan sialnya,
bongkahan informasi yang deras mengalir itu acap kali dipenuhi dengan
informasi sampah (junk information).
Pola pikir yang ketiga
adalah the
creating mind (pikiran
mencipta). Pikiran ini mengharuskan kita untuk senantiasa
merekahkan ide-ide baru, membentangkan pertanyaan-pertanyaan tak terduga,
menghamparkan cara-cara berpikir baru, dan sekaligus memunculkan unexpected answers. Pola pikir inilah
yang akan membawa kita masuk dalam wilayah-wilayah baru yang menjanjikan
harapan dan peluang untuk direngkuh dan dimanfaatkan. Pola pikir inilah yang
akan membuat kita mampu berpikir secara lateral (out of the box) dan bukan sekedar berpikir linear mengikuti jalur
konvensional yang acap hanya akan membuat kita stagnan. Dan pola pikir inilah
yang akan menemani kita untuk bergerak maju, progresif, demi terciptanya
sejarah hidup yang positif dan bermakna (meaningful life).
Pola pikir berikutnya
adalah the
respectful mind (pikiran
merespek). Atau sebuah pola pikir untuk menghargai perbedaan pandangan
dengan sukacita, dan bukan dengan sikap saling curiga. Sebuah pola pikir yang
akan membuat kita terhindar dari anarki akibat pemaksaan kepentingan. Sebuah
pola pikir yang senantiasa mengajak kita untuk merayakan keragaman pandangan dan
sekaligus menghadirkan empati nan teduh bagi pendapat/pikiran orang lain –
meski pendapat itu mungkin berbeda dengan yang kita hadirkan.
Pola pikir yang kelima
yang juga amat dibutuhkan adalah the ethical mind (pikiran etis).
Inilah pola pikir yang terus membujuk kita untuk berikhtiar membangun kemuliaan
dan keluhuran dalam kehidupan personal dan profesional kita. Pikiran Etis dapat
menggabungkan peran di tempat kerja dan sebagai warga negara dan bertindak
secara konsisten dengan orang. Hal ini secara etis juga harus mencakup
peran sipil dimana setiap dari kita harus memiliki komitmen untuk secara
pribadi bekerja menuju terwujudnya masyarakat yang berbudi luhur yang dapat
dibanggakan. Sebuah orientasi etis dimulai di rumah di
mana anak-anak mengamati orang tua mereka pada pekerjaan mereka dan bermain dan
dalam tanggung jawab.
Dalam masyarakat kontemporer, juga menganggap penting
dari usia dini, dan kualitas dari rekan-rekan seseorang membuktikan sangat
penting selama masa remaja dalam pengembangan pelatihan etika. Tidak ada etika yang benar-benar universal di semua budaya dan
era, namun seorang pekerja yang baik umumnya memiliki seperangkat prinsip dan
nilai-nilai yang mereka dapat nyatakan secara eksplisit bahwa mereka hidup.
Prinsip-prinsip ini
konsisten dengan satu sama lain dan disimpan dalam pikiran terus-menerus. Mereka
bersikap transparan dan tidak akan menyembunyikan apa yang mereka
lakukan. Pekerja Etis juga tidak munafik, tetapi mematuhi prinsip-prinsip yang
membimbing mereka bahkan ketika mereka pergi melawan kepentingan pribadi
mereka. Bicara etis sering tampak untuk melawan kekuatan-kekuatan
ekonomi dari kepentingan yang membentuk bagian penting dari masyarakat modern
kita. Pasar bisa jadi kejam dan keras.
Jonathan Sacks
mengatakan bahwa "Ketika segala sesuatu yang penting dapat dibeli dan
dijual, ketika komitmen dapat rusak karena mereka tidak lagi untuk keuntungan
kita, saat berbelanja menjadi keselamatan dan slogan iklan menjadi panduan
kita,
ketika nilai kita diukur oleh berapa banyak yang kita pengaruhi, maka pasar
menghancurkan nilai-nilai yang sangat luhur di mana dalam jangka
panjang akan hancur. Setiap profesional harus dilatih dalam
pikiran etika untuk kebaikan individu dan masyarakat secara keseluruhan
Menurut
asumsi Gardner
percaya bahwa untuk melakukan praktek-praktek etika
perilaku yang baru dibutuhkan waktu. Ia percaya bahwa praktek saat ini tidak
bekerja dan bahwa kita tidak mendidik orang muda yang mampu berteori
ilmiah, toleran terhadap imigran atau terampil dalam resolusi konflik. Kedua,
ia merasa bahwa kondisi di dunia telah berubah dan terus berubah begitu
signifikan bahwa tujuan-tujuan tertentu, kapasitas dan praktek mungkin tidak
lagi bermanfaat, tetapi sebenarnya kontra produktif. Kita hidup pada saat
perubahan besar. Sebagian besar perubahan ini memerlukan kekuatan ilmu dan
teknologi dan globalisasi. Maka dari itu pendidik perlu
memutuskan ciri-ciri apa yang ingin
mereka kembangkan pada anak-anak sebelum mengembangkan suatu sistem pendidikan.
Tetapi dapat kita ketahui Orang mau mempelajari filsafat karena
mengira filsafat bisa membantu mereka dalam memahami makna kehidupan. Sebagian
besar filosuf mengakui bahwa filsafat itu muncul karena mereka selalu
mempertanyakan makna kehidupan yang beredar di lingkungannya.
Ada dua pertanyaan besar, satu menyangkut alam semesta dan yang
lainnya berkaitan dengan diri manusia.
Sumber : Ahmad kurnia, Etika perilaku suatu pengantar, reconiascript publishing, Bekasi, 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar