Senin, 24 Oktober 2016

RESENSI BUKU : ETIKA PERILAKU :SUATU PENGANTAR




P
erkembangan teknologi dengan adanya globalisasi memberikan banyak perubahan pada perilaku manusia, selain terjadi kerugian karena teknologi mengambil alih fungsi-fungsi mental manusia. Teknologi salam satu sisi mampu meningkatkan kinerja manusia tetapi disisi lain menjadi penggerak perubahan perilaku yang bertentangan dengan idealism peradaban yang lebih maju, beretika dan mampu memberikan identitas kemodernan, sehingga perubahan social dimasyarakat andil media dan teknologi sangat berperan sekali dalam peningkatan kualitas manusia yang bererilaku etis dan lebih memahami hubungan empatik dan bersinergis dengan keharmonian alam yang sudah direkayasa secara alami oleh Maha kuasa.

Menurut Gardner (2006) Globalisasi memiliki empat trend yang belum pernah terjadi sebelumnya:
1.    Pergerakan modal dan instrumen pasar lainnya di seluruh dunia, dengan jumlah     besar yang beredar dalam sekejap setiap hari.
2.    Gerakan manusia lintas batas, dengan lebih dari 100-juta imigran tersebar di seluruh dunia setiap saat.
3.    Gerakan dari semua masalah informasi melalui dunia maya, dengan megabyte informasi berbagai derajat kehandalan yang tersedia untuk siapapun dengan akses ke komputer.
4.    Gerakan budaya populer - seperti makanan, pakaian, gaya, dan musik - mudah melintasi perbatasan sehingga remaja di seluruh dunia tampak semakin serupa, bahkan sebagai selera, keyakinan dan nilai-nilai orang tua mereka juga mungkin saling bertemu.
BAGAIMANA SEHARUSNYA?

Teknologi dikembangkan adalah untuk membantu manusia yang terbatas dalam melaksanakan aktifitasnya. Kendali penggunaan teknologi tetap sepenuhnya ada di tangan manusia.  Pendidikan manusiawi termasuk pelaksanaan norma dan etika kemanusiaannya tetap harus berada pada peringkat ke-satu. Kebebasan diperbolehkan dengan tanpa meninggalkan control agama.

Salah satunya kita mengenal filsafat sebagai salah satu acuan kita dalam melihat arah kehidupan yang akan dilaluinya. Semua ada control perilaku kita yang bisa menjawab semua permasalahan salah satu bagian filsafat yang mengkaji perilaku dan bertindak inilah dinamakan etika perilaku untuk menghasil pola pemikiran etis dan memberikan mafaat bagi umat manusia. Pola perilaku etis selalu berkaitan dengan pola pikiran kita yang memahami tingkat keetisannnya secara tersirat dalam berkomunikasi dengan lingkungan formalnya.

LIMA PIKIRAN DARI HOWARD GARDNER

Berkaitan pola pikiran ini, Ada lima pikiran untuk masa depan sebagaimana ditulis oleh Howard Gardner (2006)  dalam bukunya Five Minds For The Future
adalah:
1.    Pikiran Disiplin;
2.    Pikiran sintesa;
3.    Pikiran Menciptakan;
4.    Pikiran Hormat, dan
5.    Pikiran Etis.

Gardner merasa bahwa lima pikiran tersebut sangat penting di masa depan. Pendidikan etika  adalah kunci untuk mengembangkan lima pikiran untuk masa depan, dan sementara orang tua, teman sebaya dan media juga memainkan peran penting dalam mempengaruhi dan mengembangkan pikiran di masa depan. Selain itu, penting untuk dicatat bahwa dalam dunia yang semakin cepat berubah, tidak ada individu atau organisasi yang santai dalam mengasah intelektualnya. Masa depan adalah milik mereka yang telah membuat komitmen seumur hidup untuk terus belajar. Gardner percaya bahwa di tempat kerja kita harus mencari orang yang memiliki disiplin, sintesis, menciptakan, pikiran hormat dan etika, tetapi semua harus terus terus-menerus dikembangkan oleh diri kita sendiri dalam kehidupan bermasyarakat.

Lima pola pikir ini sejatinya digagas oleh Howard Gardner melalui salah satu bukunya yang memikat bertajuk Five Minds for the Future. Gardner sendiri merupakan pakar psikologi yang dikenal luas karena dia juga orang yang pertama kali memperkenalkan teori kecerdasan majemuk (multiple intelligences). Melalui serangkaian riset yang ekstensif, Gardner menyimpulkan adanya lima jenis pola pikir yang akan memiliki peran makin penting dalam perjalanan sejarah masa depan.

Pola pikir yang pertama adalah the disciplined mind (pikiran terdisiplin) atau suatu perilaku kognisi yang mencirikan disiplin ilmu, ketrampilan, atau profesi tertentu. Seorang praktisi ataupun para professional yang menekuni dunia bisnis dan manajemen misalnya, setidaknya mesti menguasai ilmu dan ketrampilan yang solid dalam bidang tersebut. Demikian pula, semua profesional lainnya – entah arsitek, ahli komputer, perancang grafis, ahli bahasa – harus menguasai jenis-jenis pengetahuan dan ketrampilan kunci yang membuat mereka layak menjadi bagian dari profesi mereka masing-masing. Esensi dari pola pikir yang pertama ini adalah : untuk benar-benar menjadi manusia yang profesional, kita mestinya menguasai secara tuntas, komprehensif, mendalam dan terdisiplin satu bidang pengetahuan/ketrampilan tertentu.

Pola pikir yang kedua adalah : the synthesizing mind (pikiran mensintesa). Atau juga pola untuk menyerap informasi dari beragam sumber, memahami, mensintesakannya, dan lalu meraciknya menjadi satu pengetahuan baru yang powerfull. Kecakapan dalam melakukan sintesa ini tampaknya menjadi kian penting terutama ketika banjir informasi kian deras mengalir melalui beragam media : televisi, media cetak, dan dunia online. Dan sialnya, bongkahan informasi yang deras mengalir itu acap kali dipenuhi dengan informasi sampah (junk information).

Pola pikir yang ketiga adalah the creating mind (pikiran mencipta). Pikiran ini mengharuskan kita untuk senantiasa merekahkan ide-ide baru, membentangkan pertanyaan-pertanyaan tak terduga, menghamparkan cara-cara berpikir baru, dan sekaligus memunculkan unexpected answers. Pola pikir inilah yang akan membawa kita masuk dalam wilayah-wilayah baru yang menjanjikan harapan dan peluang untuk direngkuh dan dimanfaatkan. Pola pikir inilah yang akan membuat kita mampu berpikir secara lateral (out of the box) dan bukan sekedar berpikir linear mengikuti jalur konvensional yang acap hanya akan membuat kita stagnan. Dan pola pikir inilah yang akan menemani kita untuk bergerak maju, progresif, demi terciptanya sejarah hidup yang positif dan bermakna (meaningful life).

Pola pikir berikutnya adalah the respectful mind (pikiran merespek). Atau sebuah pola pikir untuk menghargai perbedaan pandangan dengan sukacita, dan bukan dengan sikap saling curiga. Sebuah pola pikir yang akan membuat kita terhindar dari anarki akibat pemaksaan kepentingan. Sebuah pola pikir yang senantiasa mengajak kita untuk merayakan keragaman pandangan dan sekaligus menghadirkan empati nan teduh bagi pendapat/pikiran orang lain – meski pendapat itu mungkin berbeda dengan yang kita hadirkan.

Pola pikir yang kelima yang juga amat dibutuhkan adalah the ethical mind (pikiran etis). Inilah pola pikir yang terus membujuk kita untuk berikhtiar membangun kemuliaan dan keluhuran dalam kehidupan personal dan profesional kita. Pikiran Etis dapat menggabungkan peran di tempat kerja dan sebagai warga negara dan bertindak secara konsisten dengan orang. Hal ini secara etis juga harus mencakup peran sipil dimana setiap dari kita harus memiliki komitmen untuk secara pribadi bekerja menuju terwujudnya masyarakat yang berbudi luhur yang dapat dibanggakan. Sebuah orientasi etis dimulai di rumah di mana anak-anak mengamati orang tua mereka pada pekerjaan mereka dan bermain dan dalam tanggung jawab. 

Dalam masyarakat kontemporer, juga menganggap penting dari usia dini, dan kualitas dari rekan-rekan seseorang membuktikan sangat penting selama masa remaja dalam pengembangan pelatihan etika. Tidak ada etika yang benar-benar universal di semua budaya dan era, namun seorang pekerja yang baik umumnya memiliki seperangkat prinsip dan nilai-nilai yang mereka dapat nyatakan secara eksplisit bahwa mereka hidup.

Prinsip-prinsip ini konsisten dengan satu sama lain dan disimpan dalam pikiran terus-menerus. Mereka bersikap transparan dan tidak akan menyembunyikan apa yang mereka lakukan. Pekerja Etis juga tidak munafik, tetapi mematuhi prinsip-prinsip yang membimbing mereka bahkan ketika mereka pergi melawan kepentingan pribadi mereka. Bicara etis sering tampak untuk melawan kekuatan-kekuatan ekonomi dari kepentingan yang membentuk bagian penting dari masyarakat modern kita. Pasar bisa jadi kejam dan keras.

Jonathan Sacks mengatakan bahwa "Ketika segala sesuatu yang penting dapat dibeli dan dijual, ketika komitmen dapat rusak karena mereka tidak lagi untuk keuntungan kita, saat berbelanja menjadi keselamatan dan slogan iklan menjadi panduan kita, ketika nilai kita diukur oleh berapa banyak yang kita pengaruhi, maka pasar menghancurkan nilai-nilai yang sangat luhur di mana dalam jangka panjang akan hancur. Setiap profesional harus dilatih dalam pikiran etika untuk kebaikan individu dan masyarakat secara keseluruhan

Menurut asumsi Gardner percaya bahwa untuk melakukan praktek-praktek etika perilaku yang baru dibutuhkan waktu.  Ia percaya bahwa praktek saat ini tidak bekerja dan bahwa kita tidak mendidik orang muda yang mampu berteori ilmiah, toleran terhadap imigran atau terampil dalam resolusi konflik. Kedua, ia merasa bahwa kondisi di dunia telah berubah dan terus berubah begitu signifikan bahwa tujuan-tujuan tertentu, kapasitas dan praktek mungkin tidak lagi bermanfaat, tetapi sebenarnya kontra produktif. Kita hidup pada saat perubahan besar. Sebagian besar perubahan ini memerlukan kekuatan ilmu dan teknologi dan globalisasi. Maka dari itu pendidik perlu memutuskan ciri-ciri apa yang ingin mereka kembangkan pada anak-anak sebelum mengembangkan suatu sistem pendidikan.

Tetapi dapat kita ketahui Orang mau mempelajari filsafat karena mengira filsafat bisa membantu mereka dalam memahami makna kehidupan. Sebagian besar filosuf mengakui bahwa filsafat itu muncul karena mereka selalu mempertanyakan makna kehidupan yang beredar di lingkungannya.

Ada dua pertanyaan besar, satu menyangkut alam semesta dan yang lainnya berkaitan dengan diri manusia.

Sumber : Ahmad kurnia, Etika perilaku suatu pengantar, reconiascript publishing, Bekasi, 2015.

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Komentar Anda

Nama

Email *

Pesan *