Rabu, 23 Juli 2014

PENDIDIKAN DI INDONESIA : MASALAH DAN SOLUSINYA


OLEH : M. SHIDDIQ AL-JAWI**

1. Pengantar
Kualitas pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).

Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke- 12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.

Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di
Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).Apa makna data-data tentang rendahnya kualitas pendidikan Indonesia ityu? Maknanya adalah, jelas ada something wrong (masalah) dalam sistem pendidikan Indonesia. Ditinjau secara perspektif ideologis (prinsip) dan perspektif teknis(praktis), berbagai masalah itu dapat dikategorikan dalam 2 (dua) masalah yaitu :

Pertama, masalah mendasar, yaitu kekeliruan paradigma pendidikan yang mendasari keseluruhan penyelenggaran sistem pendidikan. Kedua, masalah-masalah cabang, yaitu berbagai problem yang berkaitan aspek praktis/teknis yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan, seperti mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya sarana fisik, rendahnya kesejahteraaan guru, dan sebagainya.

Walhasil, jika pendidikan kita diumpamakan mobil, mobil itu berada di jalan yang salah yang รข€“sampai kapan pun-- tidak akan pernah menghantarkan kita ke tempat tujuan (masalah mendasar/paradigma).

Di samping salah jalan, mobil itu mengalami kerusakan dan gangguan teknis di sana-sini : bannya kempes, mesinnya bobrok, AC-nya mati, lampu mati, dan jendelanya rusak (masalah cabang/praktis).

2. Masalah Mendasar : Sekularisme Sebagai Paradigma Pendidikan

Jarang ada orang mau mengakui dengan jujur, sistem pendidikan kita adalah sistem yang sekular-materialistik. Biasanya yang dijadikan argumentasi, adalah UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal 4 ayat 1 yang berbunyi, "Pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air."

Tapi perlu diingat, sekularisme itu tidak otomatis selalu anti agama. Tidak selalu anti "iman" dan anti "taqwa".
Sekularisme itu hanya menolak peran agama untuk mengatur kehidupan publik, termasuk aspek pendidikan. Jadi,selama agama hanya menjadi masalah privat dan tidak dijadikan asas untuk menata kehidupan publik seperti sebuah sistem pendidikan, maka sistem pendidikan itu tetap sistem pendidikan sekular, walaupun para individu pelaksana sistem itu beriman dan bertaqwa (sebagai perilaku individu).

Sesungguhnya diakui atau tidak, sistem pendidikan kita adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Hal ini dapat dibuktikan antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi: Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagaman, dan khusus.

Dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem
pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia salih yang berkepribadian Islam sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi.

Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institut agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejuruan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar sebagai salah satu aspek yang perannya sangatminimal, bukan menjadi landasan dari seluruh aspek kehidupan.

Hal ini juga tampak pada BAB X pasal 37 UU Sisdiknas tentang ketentuan kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang mewajibkan memuat sepuluh bidang mata pelajaran dengan pendidikan agama yang tidak proposional dan tidak dijadikan landasan bagi bidang pelajaran yang lainnya.

Ini jelas tidak akan mampu mewujudkan anak didik yang sesuai dengan tujuan dari pendidikan nasional sendiri, yaitu mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Kacaunya kurikulum ini tentu saja berawal dari asasnya yang sekular, yang kemudian mempengaruhi penyusunan struktur kurikulum yang tidak memberikan ruang semestinya bagi proses penguasaan tsaqfah Islam dan pembentukan kepribadian Islam.

Pendidikan yang sekular-materialistik ini memang bisa melahirkan orang pandai yang menguasai sains-teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi, pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan tsaqfah Islam. Berapa banyak lulusan pendidikan umum yang tetap saja buta agama dan rapuh kepribadiannya? Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan agama memang menguasai tsaqfah Islam dan secara relatif sisi kepribadiannya tergarap baik. Akan tetapi, di sisi lain, ia buta terhadap perkembangan sains dan teknologi.

Akhirnya, sektor-sektor modern (industri manufaktur, perdagangan, dan jasa) diisi oleh orang-orang yang relatif awam terhadap agama karena orang-orang yang mengerti agama terkumpul di dunianya sendiri (madrasah, dosen/guru agama, Depag), tidak mampu terjun di sektor modern.

Jadi, pendidikan sekular memang bisa membikin orang pandai, tapi masalah integritas kepribadian atau perilaku, tidak ada jaminan sama sekali. Sistem pendidikan sekular itu akan melahirkan insan pandai tapi buta atau lemah pemahaman agamanya. Lebih buruk lagi, yang dihasilkan adalah orang pandai tapi korup. Profesional tapi bejat moral. Ini adalah out put umum dari sistem pendidikan sekular.

Mari kita lihat contoh negara Amerika atau negara Barat lainnya. Ekonomi mereka memang maju, kehidupan publiknya nyaman, sistim sosialnya nampak rapi. Kesadaran masyarakat terhadap peraturan publik tinggi.
Tapi, perlu ingat bahwa agama ditinggalkan, gereja-gereja kosong. Agama dilindungi secara hukum tapi agama tidak boleh bersifat publik. Hari raya Idul Adha tidak boleh dirayakan di lapangan, azan tidak boleh pakai mikrofon. Pelajaran agama tidak saja absen di sekolah, tapi murid-murid khususnya Muslim tidak mudah melaksanakan sholat 5 waktu disekolah. Kegiatan seks di kalangan anak sekolah bebas, asal tidak melanggar moral publik. Narkoba juga bebas asal untuk diri sendiri. Jadi dalam kehidupan publik kita tidak boleh melihat wajah agama.

Sistem pendidikan yang material-sekularistik tersebut sebenarnya hanyalah merupakan bagian belaka dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga sekular. Dalam sistem sekular, aturan-aturan, pandangan, dan nilai-nilai Islam memang tidak pernah secara sengaja digunakan untuk menata berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Karena itu, di tengah-tengah sistem sekularistik ini lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama.

3. Masalah-Masalah Cabang
Masalah-masalah cabang yang dimaksud di sini, adalah segala masalah selain masalah paradigma pendidikan, yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan. Masalah-masalah cabang ini tentu banyak sekali macamnya, di antaranya yang terpenting adalah sebagai berikut :

3.1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.

Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung
25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.

3.2. Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.

Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut
kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).

Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).

Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

3.3. Rendahnya Kesejahteraan Guru

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia.
Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).

Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.
Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006).

3.4. Rendahnya Prestasi Siswa

Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.

Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah
mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.

Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1(Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).

Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.

Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999)
memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.

3.5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan.

Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen
Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi
Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut

3.6. Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan

Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

3.7. Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.

Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, ” sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta. Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS
(Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.

Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, "sesuai keputusan Komite Sekolah". Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.

Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.

Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).

Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.

Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk
meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.

Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan.

4. Solusinya

4.1. Solusi Masalah Mendasar
Penyelesaian masalah mendasar tentu harus dilakukan secara fundamental. Itu hanya dapat diwujudkan dengan
melakukan perombakan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekular menjadi
paradigma Islam. Ini sangat penting dan utama.

Ibarat mobil yang salah jalan, maka yang harus dilakukan adalah : (1) langkah awal adalah mengubah haluan atau arah mobil itu terlebih dulu, menuju jalan yang benar agar bisa sampai ke tempat tujuan yang diharapkan. Tak ada artinya mobil itu diperbaiki kerusakannya yang macam-macam selama mobil itu tetap berada di jalan yang salah. (2) Setelah membetulkan arah mobil ke jalan yang benar, barulah mobil itu diperbaiki kerusakannya yang bermacam-macam.

Artinya, setelah masalah mendasar diselesaikan, barulah berbagai macam masalah cabang pendidikan diselesaikan, baik itu masalah rendahnya sarana fisik, kualitas guru, kesejahteraan gutu, prestasi siswa, kesempatan pemerataan pendidikan, relevansi pendidikan dengan kebutuhan, dan mahalnya biaya pendidikan.

Solusi masalah mendasar itu adalah merombak total asas sistem pendidikan yang ada, dari asas sekularisme diubah menjadi asas Islam, bukan asas yang lain.

Bentuk nyata dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU Sistem Pendidikan yang ada dengan cara
menggantinya dengan UU Sistem Pendidikan Islam. Hal paling mendasar yang wajib diubah tentunya adalah asas sistem pendidikan. Sebab asas sistem pendidikan itulah yang menentukan hal-hal paling prinsipil dalam sistem pendidikan, seperti tujuan pendidikan dan struktur kurikulum.

4.2. Solusi Masalah-Masalah Cabang

Seperti diuraikan di atas, selain adanya masalah mendasar, sistem pendidikan di Indonesia juga mengalami masalah-masalah cabang, antara lain :
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan gutu,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
(7). Mahalnya biaya pendidikan.

Untuk mengatasi masalah-masalah cabang di atas, secara garis besar ada dua solusi yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.

Maka, solusi untuk masalah-masalah cabang yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan “seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan gutu, dan mahalnya biaya pendidikan-- berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.

Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa. Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

5. Sistem Pendidikan Islam

Seperti diungkapkan di atas, sistem pendidikan Islam merupakan solusi mendasar untuk mengganti sistem pendidikan sekuler saat ini. Bagaimanakah gambaran sistem pendidikan Islam tersebut? Berikut uraiannya secara sekilas.

5.1. Tujuan Pendidikan Islam

Pendidikan Islam merupakan upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis yang bertujuan untuk membentuk manusia yang berkarakter, yakni:

Pertama, berkepribadian Islam. Ini sebetulnya merupakan konsekuensi keimanan seorang Muslim. Intinya, seorang Muslim harus memiliki dua aspek yang fundamental, yaitu pola pikir ('aqliyyah) dan pola jiwa (nafsiyyah) yang berpijak pada akidah Islam. Untuk mengembangkan kepribadian Islam, paling tidak, ada tiga langkah yang harus ditempuh, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw., yaitu:
  1. Menanamkan akidah Islam kepada seseorang dengan cara yang sesuai dengan kategori akidah tersebut, yaitu sebagai 'aqIdah 'aqliyyah; akidah yang muncul dari proses pemikiran yang mendalam.
  2. Menanamkan sikap konsisten dan istiqomah pada orang yang sudah memiliki akidah Islam agar cara berpikir dan berprilakunya tetap berada di atas pondasi akidah yang diyakininya.
  3. Mengembangkan kepribadian Islam yang sudah terbentuk pada seseorang dengan senantiasa mengajaknya untuk bersungguh-sungguh mengisi pemikirannya dengan tsaqofah islamiyyah dan mengamalkan ketaatan kepada Allah SWT.
Kedua, menguasai tsaqofah Islam. Islam telah mewajibkan setiap Muslim untuk menuntut ilmu. Berdasarkan takaran kewajibannya, menurut al-Ghazali, ilmu dibagi dalam dua kategori, yaitu:

  1. Ilmu yang termasuk fardhu 'ain (kewajiban individual), artinya wajib dipelajari setiap Muslim, yaitu tsaqofah Islam yang terdiri dari konsepsi, ide, dan hukum-hukum Islam; bahasa Arab; sirah Nabi saw., Ulumul Quran, Tahfizh al-Quran, ulumul hadis, ushul fikih, dll.
  2. Ilmu yang dikategorikan fadhu kifayah (kewajiban kolektif); biasanya ilmu-ilmu yang mencakup sains dan teknologi serta ilmu terapan-keterampilan, seperti biologi, fisika, kedokteran, pertanian, teknik, dll.

Ketiga, menguasai ilmu kehidupan (IPTEK). Menguasai IPTEK diperlukan agar umat Islam mampu mencapai kemajuan material sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi dengan baik. Islam menetapkan penguasaan sains sebagai fardlu kifayah, yaitu jika ilmu-ilmu tersebut sangat diperlukan umat, seperti kedokteran, kimi, fisika, industri penerbangan, biologi, teknik, dll.

Keempat, memiliki keterampilan yang memadai. Penguasaan ilmu-ilmu teknik dan praktis serta latihan-latihan keterampilan dan keahlian merupakan salah satu tujuan pendidikan Islam, yang harus dimiliki umat Islam dalam rangka melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Allah SWT. Sebagaimana penguasaan IPTEK, Islam juga menjadikan penguasaan keterampilan sebagai fardlu kifayah, yaitu jika keterampilan tersebut sangat dibutuhkan umat, seperti rekayasa industri, penerbangan, pertukangan, dan lainnya.

5.2. Pendidikan Islam Adalah Pendidikan Terpadu
Agar keluaran pendidikan menghasilkan SDM yang sesuai harapan, harus dibuat sebuah sistem pendidikan yang
terpadu. Artinya, pendidikan tidak hanya terkonsentrasi pada satu aspek saja. Sistem pendidikan yang ada harus memadukan seluruh unsur pembentuk sistem pendidikan yang unggul.

Dalam hal ini, minimal ada 3 hal yang harus menjadi perhatian, yaitu :

 Pertama, sinergi antara sekolah, masyarakat, dan keluarga. Pendidikan yang integral harus melibatkan tiga unsur di atas. Sebab, ketiga unsur di atas menggambarkan kondisi faktual obyektif pendidikan. Saat ini ketiga unsur tersebut belum berjalan secara sinergis, di samping masing-masing unsur tersebut juga belum berfungsi secara benar. Buruknya pendidikan anak di rumah memberi beban berat kepada sekolah/kampus dan menambah keruwetan persoalan di tengah-tengah masyarakat seperti terjadinya tawuran pelajar, seks bebas, narkoba, dan sebagainya. Pada saat yang sama, situasi masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin sudah berhasil ditanamkan di tengah keluarga dan sekolah/kampus menjadi kurang optimum. Apalagi jika pendidikan yang diterima di sekolah juga kurang bagus, maka lengkaplah kehancuran dari tiga pilar pendidikan tersebut.

Kedua, kurikulum yang terstruktur dan terprogram mulai dari tingkat TK hingga Perguruan Tinggi. Kurikulum
sebagaimana tersebut di atas dapat menjadi jaminan bagi ketersambungan pendidikan setiap anak didik pada setiap jenjangnya.

Selain muatan penunjang proses pembentukan kepribadian Islam yang secara terus-menerus diberikan mulai dari tingkat TK hingga PT, muatan tsaqofah Islam dan Ilmu Kehidupan (IPTEK, keahlian, dan keterampilan) diberikan secara bertingkat sesuai dengan daya serap dan tingkat kemampuan anak didik berdasarkan jenjang pendidikannya masing-masing.

Pada tingkat dasar atau menjelang usia baligh (TK dan SD), penyusunan struktur kurikulum sedapat mungkin bersifat mendasar, umum, terpadu, dan merata bagi semua anak didik yang mengikutinya.
Khalifah Umar bin al-Khaththab, dalam wasiat yang dikirimkan kepada gubernur-gubernurnya, menuliskan, "Sesudah itu, ajarkanlah kepada anak-anakmu berenang dan menunggang kuda, dan ceritakan kepada mereka adab sopan-santun dan syair-syair yang baik."

Khalifah Hisyam bin Abdul Malik mewasiatkan kepada Sulaiman al-Kalb, guru anaknya, "Sesungguhnya anakku ini adalah cahaya mataku. Saya mempercayaimu untuk mengajarnya. Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah dan tunaikanlah amanah. Pertama, saya mewasiatkan kepadamu agar engkau mengajarkan kepadanya al-Quran, kemudian hapalkan kepadanya al-Quran"

Di tingkat Perguruan Tinggi (PT), kebudayaan asing dapat disampaikan secara utuh. Ideologi sosialisme-komunisme atau kapitalisme-sekularisme, misalnya, dapat diperkenalkan kepada kaum Muslim setelah mereka memahami Islam secara utuh. Pelajaran ideologi selain Islam dan konsepsi-konsepsi lainnya disampaikan bukan bertujuan untuk dilaksanakan, melainkan untuk dijelaskan dan dipahami cacat-celanya serta ketidaksesuaiannya dengan fitrah manusia.

Ketiga, berorientasi pada pembentukan tsaqofah Islam, kepribadian Islam, dan penguasaan terhadap ilmu
pengetahuan. Ketiga hal di atas merupakan target yang harus dicapai. Dalam implementasinya, ketiga hal di atas menjadi orientasi dan panduan bagi pelaksanaan pendidikan.

5.3. Pendidikan Adalah Tanggung Jawab Negara
Islam merupakan sebuah sistem yang memberikan solusi terhadap berbagai problem yang dihadapi manusia. Setiap solusi yang disajikan Islam secara pasti selaras dengan fitrah manusia. Dalam konteks pendidikan, Islam telah menentukan bahwa negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan dan mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah.
Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya. (HR al-
Bukhari dan Muslim).

Perhatian Rasulullah saw. terhadap dunia pendidikan tampak ketika beliau menetapkan para tawanan Perang Badar dapat bebas jika mereka mengajarkan baca-tulis kepada sepuluh orang penduduk Madinah. Hal ini merupakan tebusan.

Dalam pandangan Islam, barang tebusan itu merupakan hak Baitul Mal (Kas Negara). Tebusan ini sama nilainya dengan pembebasan tawanan Perang Badar. Artinya, Rasulullah saw. telah menjadikan biaya pendidikan itu setara nilainya dengan barang tebusan yang seharusnya milik Baitul Mal. Dengan kata lain, beliau memberikan upah kepada para pengajar (yang tawanan perang itu) dengan harta benda yang seharusnya menjadi milik Baitul Mal. Kebijakan beliau ini dapat dimaknai, bahwa kepala negara bertanggung jawab penuh atas setiap kebutuhan rakyatnya, termasuk pendidikan.

Imam Ibnu Hazm, dalam kitabnya, Al-Ihkรƒm, menjelaskan bahwa kepala negara (khalifah) berkewajiban untuk
memenuhi sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat. Jika kita melihat sejarah Kekhalifahan Islam, kita akan melihat begitu besarnya perhatian para khalifah terhadap pendidikan rakyatnya.

Demikian pula perhatiannya terhadap nasib para pendidiknya. Imam ad-Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari al-Wadliyah bin Atha' yang menyatakan, bahwa di kota Madinah pernah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin al-Khaththab memberikan gaji kepada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar=4,25 gram emas).

Perhatian para khalifah tidak hanya tertuju pada gaji pendidik dan sekolah, tetapi juga sarana pendidikan seperti
perpustakaan, auditorium, observatorium, dll. Pada masa Kekhilafahan Islam, di antara perpustakaan yang terkenal adalah perpustakaan Mosul didirikan oleh Jaรข€˜far bin Muhammad (w. 940 M). Perpustakaan ini sering dikunjungi para ulama, baik untuk membaca atau menyalin. Pengunjung perpustakaan ini mendapatkan segala alat yang diperlukan secara gratis, seperti pena, tinta, kertas, dll. Bahkan para mahasiswa yang secara rutin belajar di perpustakaan itu diberi pinjaman buku secara teratur. Seorang ulama Yaqut ar-Rumi memuji para pengawas perpustakaan di kota Mer Khurasa karena mereka mengizinkan peminjaman sebanyak 200 buku tanpa jaminan apapun perorang. Ini terjadi pada masa Kekhalifahan Islam abad 10 M. Bahkan para khalifah memberikan penghargaan yang sangat besar terhadap para penulis buku, yaitu memberikan imbalan emas seberat buku yang ditulisnya.

6. Penutup
Wahai kaum Muslim, apakah sistem pendidikan sekuler yang rusak dan bobrok saat ini akan terus kita pertahankan? Apakah sistem pendidikan yang buruk lagi gagal ini akan terus kita lestarikan?
Marilah kita bergegas membangun sistem pendidikan Islam, dalam negara Khilafah, yang akan melahirkan generasi yang berkepribadian Islam. Generasi inilah yang akan mampu mewujudkan kemakmuran dan kemuliaan peradaban manusia di seluruh dunia. Wallahu alam bi ash-shawab.

*Disampaikan dalam Seminar Nasional " Potret Pendidikan Indonesia Antara Konsep, Reality dan Solusi"
diselenggarakan oleh Forum Ukhuwah dan Studi Islam (FUSI) Universitas Negeri Malang, Ahad 7 Mei 2006
**Pengamat Pendidikan Islam; Ketua Lajnah Tsaqafiyah HTI DIY; dosen STEI Hamfara Yogyakarta; mahasiswa
Pascasarjana Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

RAHASIA MANAJEMEN WAKTU


Waktu adalah sesuatu yang tidak dapat dipegang atau dirasakan keberadaannya,tetapi kita dapat merasakan akibatnya dalam kehidupan kita.  Managemen waktu sebenarnya hanya diperlukan oleh orang yang nenganggab waktu itu penting.   Dan mempunyai misi dan visi yang jelas tentang hidupnya. Tanpa misi yang jelas, hidup seolah bergerak tanpa arah dan waktupun  kehilangan nilai pentingnya.

Dasar- dasar penting  misi dan visi   hidup adalah:
A. Tentukan Misi Hidup Anda
Untuk menentukan misi hidup perlu perenungan yang mendalam. Termasuk mengoreksi diri sendiri. Kalau anda sudah memiliki misi hidup yang jelas, maka anda akan mengetahui apa yang penting dan apa yang tidak penting dalam hidup anda. Dan dari situ anda bisa menentukan apa yang anda harus diperbuat dan mana yang harus ditinggalkan.  Hidup tanpa misi seperti  “menembak panah tanpa papan sasaran”, ibarat melakukan perjalanan , anda terus berjalan tanpa tahu kota mana yang hendak dituju.  Anda harus menjadi “ seperti orang yang mendirikan rumah diatas karang”: kuat dan tidak teerombang ambing ombak sebesar apapun.

B. Tentukan Tujuan Dan Atur Prioritas Tujuan Anda
Kalau misi hidup itu tujuan besar anda, maka sebuah tujuan lebih merupakan sasaran kecil bagi anda. Untuk mencapai tujuan hidup yang sudah anda tetapkan, anda harus memiliki lima sifat sebagi berikut:

·         Specific
·         Measurable( dapat di ukur)
·         Achievable ( bisa di capai )
·         Realistic ( tidak mengawang- awang)
·         Time- bound ( ada target waktunya.


Kalau anda sudah tahu tujuan hidup anda, buatlah aturan prioritas dengan mengacu pada urutan berikut:
·         Penting dan mendesak
·         Penting tapi tidak mendesak
·         Tidak penting tapi mendesak
·         Tidak penting dan tidak mendesaK


C.   Kenapa Perlu Prioritas?
Jika anda adalah orang yang sibuk dan banyak aktifitas, dalam    mempraktikan rencana dan jadwal dalam kehidupan sehari- hari, harus  benar-benar bisa memprioritaskan  mana yang penting yang harus di dahulukan dan mana yang bisa ditunda.

Prioritas penting diketahui karena:
a)      Setiap kegiatan memiliki bobot yang berbeda
b)      Waktu yang terbatas
c)      Tidak bisa berada di dua tempat sekaligus
d)     Prioritas berhubungan dengan efektifitas dan produktifitas.

D.    Pentingnya Integrasi
Mungkin anda adalah orang yang sangat sibuk dengan banyaknya aktivitas. Supaya tidak terjadi bentrok antara kegiatan yang satu dengan yang lain, buatlan acara yang terjadwal  (scheduled event ). pastikan semua terintegrasi agar bisa membedakan mana kepentingan pekerjaan dan pribadi tanpa salah satu ada yang jadi korban.

Salah satu prinsip penting untuk mengendalikan waktu secara efektif ialah anda”harus  selalu ada waktu untuk hal – hal penting”. jadi yang dilihat disini bukan jumlah kegiatan tetapi kwalitas dan motivasi dibelakang kegiatan itu.

E.Hidup Yang Pas
·      Enam Hidup Yang Penting
Hidup ini tidak sekedar  bekerja dan mencari uang,menghabiskan hari-hari dirumah bersama keluarga dan tidak hanya untuk bermain. Ada enam bidang yang penting  dalam kehidupan ini:

1.      Spiritual
2.      Kesehatan
3.      Keluarga
4.      Financial
5.      Pekerjaan
6.      sosiaL


·      Bahaya Ketidakseimbangan
Keenam bidang kehidupan  diatas memang tidak  mudah dipertahankan. Karena sebagai manusia, anda berinteraksi dengan banyak hal dan banyak orang. Ketidakseimbangan waktu bisa datang dari mana saja dan siapa saja. Ketidakseimbangan sungguh berbahaya. Orang yang hanya hidup di tiga bidang kehidupannya sangat rentan kehilangan semuanya. Ini sering terjadi, anda mungkin bisa sukses dalam pekerjaan dan punya banyak uang , namun kesehatan anda bermasalah, keluarga tidak punya, jika suatu saat anda kehilangan apa yang anda punya , maka sukses yang anda dambakan akan sulit diraih.

F.Buatlah Perencanaan
·      Pentingnya Dan Prinsip Perencanaan
Perencanaan merupakan fungsi dasar atau fundamental managemen . Bertindak sebagai peta yang akan memberikan bimbingan tentang arah yang dituju dan bagaimana cara mencapai tujuan dengan  hasil optimal kendati memiliki waktu yang terbatas.

·      Buatlah Rencana Jangka Panjang Dan Pendek
Perencanaan bisa dibuat berdasarkan periode tertentu: Ada yang membuat rencana  jangka panjang ( 5-10 tahun ). Dalam rencana jangka panjang,   Ini sangat membantu anda jika anda terus berkomitmen kepadanya. Agar rencana jangka panjang bisa terealisasikan buatlah rencana jangka pendek yang berdasarkan rencana jangka panjang. Kita analisa sebelumnya. Apa saja yang harus dilakukan , karena rencana jangka pendek adalah sebagi penunjang rencana jangka panjang. Buatlah jadwal dalam keseharian anda: apa saja yang harus anda lakukan dari bangun tidur sampai tidur lagi.
·      Manfaat Perencanaan
Manfaat dari perencanaan yang telah di buat adalah
a)      Bisa melihat tujuan hidup yang jelas.
b)      Obyektif dan rasional.
c)      Bisa mendayagnakan sumber daya waktu yang terbatas.
d)     Bisa membedakan antar orang yang berhasil dan gagal.

Karena itu bijaksanalah. Pilihan hari ini akan terlihat hasilnya di hari esuk. Pilihan yang salah di hari ini akan berakibat buruk di hari esuk. Ingatlah  good plan is half work done” ( rencana yang bagus sama dengan selesainya setengah dari pekerjaan.

G.PENDELEGASIAN
·      Pentingnya Kemampuan Mendelegasikan
Pendelegasian adalahpemindahan wewenang dan kepercayaaan kepada orang lain. Dalam kenyataannya banyak bidang yang tidak mungkin  yang anda kerjakan sendiri dengan waktu yang Terbatas. Pendelegasian wewenang merupakaan hal yag alami.
Ada 3 hal yang menjadi alasan kenapa pendelegasian penting dilakukan:
a)      Pendelegasian memungkinkan pekerjaan lebih efektif.
b)      Pendelegaisan memungkinkan pekerjaan peningkatan produksi.
c)      Pendelegasian Organisasi hanya mungkin karena adanya pedelegasian.

·      Pastikan Apa Dan Kepada Siapa Pendelegasian Diberikan.
Salah satu cara pendelegasian yang efektif adalah membangun jaringan dengan orang yang anda percayai dan andalkan untuk  melakukan tugas-tugas anda. Lihat siapa saja yang layak anda mintai tolong supaya pendelegasian berjalan sesuai dengan keinginan. Diantara yang layak untuk dimintai pertolongan adalah:
a)      Bawahan anda.
b)      Bawahan rekan anda ( dengan sarat minta ijin dulu ).
c)      Atasan anda.
d)     Rekan sejajar.

Tapi ada bagian yang paling sulit dalam pendelegasian yaitu ketika para eksekutif merasa bahwa hanya dirinya yang mampu mengerjakan tugas- tugas di kantor, dan menganggap bawahanya tidak sanggup mencapai kwalitas seperti yang and inginkan. Sehingga seorang atasan sendiri yang bekerja keras dan terancam kebakaran kerja. Ada beberapa cara pendelegasian kegiatan:
·   Anda meminta orang lain mengerjakan sesuatu sepenuhnya
·   Anda meminta orang lain menggantikan posisi untuk sementara.
·   Anda meminta orang lain membantu sebagian pekerjaan anda.

H.Mengelola Bacaan Dan Kertas Kerja
·      Bacaan Sebagai Masalah
Perkembangan dunia yang pesat memaksa kita untuk selalu membaca, supaya pengetahuan kita tetap up to date. Tetapi sebuah bacaan kalau tidak dikelola dengan baik akan menjadi masalah yang serius. Jikalau jumlahnya sudah melebihi kapasitas waktu dan otak. Membaca itu penting dan berguna. Tapi   tidak semua bacaan itu berguna sehingga kitapun harus mengkategorikan mana yang penting dan mana yang tidak penting.
Contoh, anda bisa membuat 4 kategori
a)   Kategori A ( penting dan mendesak dan harus segera direspon)
b)   Kategori B ( penting tapi tidak mendesak )
c)   Kategori C (kurang penting dan tidak mendesak )
d)  Kategori D (tidak penting dan tidak mendesak ).

Sebelum anda mengkategorikan bacaan atau kertas kerta anda harus melakukan screening ( pengujian ) terlebih dahulu. Men- screening buku dan kertas kerja pun  akan menyita waktu, supaya terhindar dari pembuangan waktu secara percuma.  Ada cara yang lebih efektif untuk menghindarinya pemborosan waktu:
·         Mintalah bantuan orang lain.
·         Buatlah system supaya staf anda mengenali mana item yang lebih masuk dan mana yang harus dibuang


I.Mengelola Waktu Istirahat Dan Liburan
Pada intinya tujuan istirahat dan liburan adalah sama. Kita  tidak bisa di sebut istirahat atau liburan kalau masih memikirkan masalah – masalah rutinitas sehingga otak masih bekerja memikirkan pekerjaan. Itu berarti hanya fisiknya saja yang berhenti.
·      Mengapa Kita Harus Istirahat
Karena setiap orang harus memperhatikan keseimbangan antara kerja dan istirahat. Kekurangan istirahat akan sangat berpengaruh pada kondisi fisik seseorang. Sehingga apa yang kita lakukan kurang maksimal, semakin lama semakin menurun dan bahka bisa menjadi sumber dari berbagai macam penyakit.
·      Manfaaat Dari Istirahat
Dengan melakukan istirahat yang teratur dan benar ada beberapa manfaat yang akan di perolah:

รพ  Kahidupan terasa lebih ringan.
รพ  Kehidupan keluarga lebih harmonis.
รพ  Timbul ide-ide yang cemerlang.
รพ  Perform kerja yang baik.
รพ  Lebih cepat menangani masalah.
รพ  Kondisi kesehatan lebih stabil dll.


Dalam memanfaatkan waktu istirahat dan liburan, kita disuruh tetap berhati-hati  maenjaga jangan sampai terlena. Sebab kalau kita tenggelam dalam menikmati waktu liburan, biasanya seseorang akan menjadi malas dan akan menyia-nyiakan waktu.

J.Interupsi
Interupsi adalah suatu kejadian atau orang yang datang secara tiba-tiba dan menghalangi rencana yang sedang berjalan. Interupsi tidak diinginkan, tetapi selalu datang, baik diundang ataupun tidak. Setiap hari selalu saja muncul peristiwa atau orang yang tidak di duga muncul secara tiba-tiba untuk merusak rencana.

Interupsi Karena Pengunjung Tak Diundang
Pengunjung yang tidak diundang merupakan interupsi yang harus ditangani dengan tegas. Bukan saja dia akan merusak rencana anda, tetapi juga akan menyabot pekerjaan anda. Anda harus memandang interuptor sebagi orang yang harus diperlakukan dengan tegas. Memang itu berat dalam budaya timur, anda harus menghadapi dilemma antar pencapaian rencana anda dan hubungan social.
Untuk menghindari interupsi dari tamu yang tidak diundang  ada beberapa cara yang bisa anda lakukan:
·         Hindari kebijakan buka pintu.
·         Batasi waktu berkunjung.
·         Gunakan bahasa tubuh.

K. Menunda-Nunda Waktu (Proscrastination)
Hambatan  lain untuk pencapaian suatu rencana adalah menunda waktu.  Yang berarti melakukan kegiatan berprioritas rendah dan malah menghindari kegiatan yang harus diprioritaskan. Seperti anda selalu aktif dalam kegiatan, tapi yang anda lakukan adalah kegiatan yang tidak penting.

·      Kecenderungan Manusiawi
Manusia cenderung menghindari kegiatan yang dirasa memberatkan walaupun itu penting. dan senang melakukan kegiatan yang menyenangkan walaupun  mungkin akan merusak. Gejala penundaan waktu akan muncul ketika seseorang akan melakukan sesuatu dengan menunggu waktu yang pas. Misalnya dengan berkata  “ nanti atau besuk lagi”.padahal waktu bersifat netral. Dia akan terus berputar dan akan  menggilas siapaun yang tidak seirama.

Penundaan waktu sering trjadi karena tugas yang menumpuk dan tampak terlalu besar sehingga akan memakan waktu yang lama. Karena itu lakukan system “ devide et impera” pecah belah dan kuasai. buatlah proyek kedalam unit-unit yang lebih kecil, dengan jagka waktu yang lebih pendek.

·      Pentingnya Tenggat Waktu (Deadline)
Deadline merupakan salah satu energy ayng lebih dari dalam diri kita. Dengan deadline yang jelas anda bisa membuat prioritas dimana tugas itu ditempatkan, berapa lama dan kapan harus diselesaikan. Sehingga akan mendorong kita untuk  bekerja  keras.

Ketika kita sudah menetapkan deadline dikantor, catat dan umumkan kepada pihak-pihak terkait. Dengan begitu kemungkinan kita bisa terhindar dari gangguan interupsi. Mereka segan mengganggu anda karena tahu tugas dan dedline anda.
            Deadline penting karena beberapa factor:
·         Memberikan ketegasan karena beberapa factor
·         Mendorong kita bertindak lebih cepat.
·         Lebih menghargai waktu.

L.Other Devil
·      Perangkap Entertainment (Hiburan )
Tingkat stress yang makin tinggi akibat persingan dan beban hidup yag makin berat mendorong orang untuk mencari hiburan. Pasa zaman sekarang ini hiburan sangat beragam dan mudah dia dapat. Kalau kita tidak selektif dan waspada, hiburan bisa menghambat dan mengancam keefektifan seseorang dalam mengelola waktudan akan menjauhkan kita dari misi dan tujuan sebenarnya.

Di samping hiburan godaan lain dalam mencapai sebuah rencana adalah:

1)      Over planning
2)      Misplanning
3)      Overdetail
4)      Overscheduling
5)      Kurang disiplin


Dalam managemen waktu,sebelum kita melakukan suatu aktifitas sangatlah penting kita terlebih dahulu membuat suatu rencana dan schedule secara mendetail. Tetapi kalau kita terlalu berkutat pada sebuah rencana dan gagal mengekekusi rencana dan schedule yang sudah kita buat, maka itu akan mambawa akibat buruk dan akan menambah masalah. Karena banyak aktifitas yang pada awalnya kita sudah merencanakan dengan baik ahirnya tidak terealistis karena hidup banyak diliputi spontanitas dan hal- hal yang tidak diduga.

Disamping itu ketidakdisiplinan juga menjadi factor penghambat keefektifan orang untuk menjalankan menegeman waktu. Ketidakdisiplinan akan membawa banyak kehancuran. Perhatikan orang- orang yang gagal, mayoritas penyebab utamanya adalah karena mereka tidak disiplin.

M.Waktu-Waktu Evaluasi
·      Pentingnya Evaluasi
Setiap kegiatan pasti mengalami kekurangan. Tidak ada yang sempurna. Kekurangan bisa dihadapi dengan dua pendekatan:
รพ  Membiarkan.
รพ  Menganalisa dan mengoreksinya.
Setiap kekurangan tidak boleh dibiarkan, tetapi  harus dianalisa dan diperbaiki. Dengan begitu anda harus mengevaluasi lagi semua aktifitas. Apakah rencana yang dulu dibuat sesuai dengan kenyataanatau malah meleset. Dan apakah dalam pelaksanaannya sesuai dengan yang direncanakan atau tidak.

·      Yang Dilakukan Saat Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui factor apa saja yang membuat anda  berhasi dan gagal. Sebuah kegagalan mungkin bisa di sebabkan oleh lemahnya tekad dan semangat. Semua factor kegagalan harus di atasi bisa dengan cara membuat daftar kekurangan –kekurangan yang terjadi.kemudian berusaha meningkatkan kwalitas pencapaian misi dan tujuan anda.

Sebaiknya yang anda lakukan saat evaluasi adalah:
1.      Membuat inventarisasi (daftar ) kekurangan-kekurangan anda.
2.      Membuat catatan kemajuan yang sudah di capai.
3.      Membuat prioritas yang menyangkut kegiatan-kegiatan pap saja yang mendukung kegiatan tersebut.
4.      Periksa tujuan jangka panjang dan jamgka pendek.

N.Penutup
Siklus Hidup
Dahulu aku mnjadi anak.Sekarang aku menjadi dewasa. Kemudian aku menjadi tua. Dan nanti aku akan meninggal. Itulah perjalanan hidup seorang manusia. Siklus ini berlaku untuk semua orang tanpa kecuali dan semuanya berkaitan dengan waktu yang  terus berjalan. Tidak akan pernah mundur. Kita di tuntut untuk menggunakan waktu dengan bijak, supaya peristiwa-peristiwa penting dalam hidup kita tak terlewati begitu saja. Tanpa memberikan makna dalam kehidupan yang tuhan berikan dengan indah.

Waktu bukan milik manusia tapi milik sang pencipta. Tuhan memberikan waktu pada semua hambanya adalah sama ( 24 jam sehari, 7 hari  seminggu, 365 hari per tahun ). Kita dituntut untuk memanajemen waktu secermat dan sebaik mungkin jangan sampai ada yang terbuang dengan sia-sia. Karena waktu merupakan suatu nvestasi yang tidak bisa dikembalikan. Sekali salah menginvestasikan, kita akan menanggung akibatnya.





  

           




Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Komentar Anda

Nama

Email *

Pesan *