Rabu, 30 April 2014

ISU-ISU "GRASS ROOT" KAMPUS

Oleh :  Phillip Rekdale **

Situs GrassRoots Campus ini adalah forum di mana kita dapat membahas keinginan, harapan dan strategi-strategi untuk meningkatkan mutu dan kreativitas lulusan-lulusan dari sektor perguruan tinggi di Indonesia. Masalah-masalah yang sangat serius sudah mulai muncul di sistim perguruan tinggi di Indonesia. Banyak lulusan kami gagal mendapat pekerjaan yang berarti dan memuaskan, dan kelihatannya mereka tidak mempunyai kemampuan kemandirian atau kreativitas yang cukup untuk membentuk masa depan sendiri. Ini bukan hanya isu di Indonesia tetapi di beberapa negara maju juga. Tetapi kami percaya bahwa barangkali pentingnya lebih urgen di Indonesia oleh karena kira-kira 40 juta orang di Indonesia sedang menganggur

  "Kata universitas berasal dari Latin universitas magistrorum et scholarium, kira-kira berarti 'lingkungan guru dan pelajar'.... 'kata Latin yang asli 'universitas', digunakan pertama pada waktu menarik ulang dengan tradisi Yunani dan Roma Klasik, yang mencoba mencerminkan fitur ini dari Akademi Plato (didirikan 385 BC). Istilah 'akademia' kadang-kadang diperluas ke sejumlah lembaga pendidikan non-Barat jaman 'antiquity'." (Ref: Wikipedia.Org

"lingkungan guru dan pelajar"  Selama lebih dari 10 tahun saya sudah memikirkan banyak hal yang terkait dengan kampus yang menjadi isu-isu di sektor perguruan tinggi di Indonesia. Saya sudah bekerja di sektor perguruan tinggi termasuk universitas selama 30 tahun, tetapi beberapa pertanyaan baru mulai muncul di Australia pada tahun 90an yang membuat saya mulai bertanya mengenai seluruh proses dan sistim pembelajaran di perguruan tinggi, khusus di sistim universitas.

Saya pernah belajar sebagai mahsiswa "external" (luar kampus) sejumlah 14 tahun, karena saya tidak mampu membiayai pembelajaran di dalam kampus tanpa bejerja sejak kira-kira tahun 1967 (pada umur 18). Ini bukan masalah dan bekerja sambil kuliah sebenarnya sangat menguntungkan. Tetapi adalah fenomena yang memaksakan saya berpikir ulang mengenai sistim perguruan tingi lagi pada tahun 90an, yaitu: Saya adalah pelajar "average" (biasa), pada waktu itu saya bekerja full-time di salah satu universitas di Brisbane, Australia, saya juga mengajar 2-3 malam seminggu di TAFE (PT Kejuruan), di samping itu saya juga menjalankan sesuatu bisnis kecil, juga mengunjungi kegiatan lelang pada setiap hari Sabtu dan Minggu untuk membeli barang-barang untuk diservis atau diperbaiki untuk dijual ulang, sambil kuliah dengan beban setengah (half-time)

Kebanyakan saya membaca buku dan menulis tugas kuliah antara jam 11 malam dan jam 2 pagi. Ini bukan masalah karena saya adalah "night person" (cocok kerja malam). Sampai sekarang kebanyakan tulisan saya yang lebih baik dikerjakan pada malam hari. Pembelajaran terpaksa sesuai dengan waktu yang ada. Yang saya tidak dapat pahami adalah "grades" saya (penilaian) adalah sama bagus dan kadang-kadang lebih bagus daripada mahasiswa-mahasiswi biasa (average) yang belajar di kampus, dan pada waktu saya lulus saya ditawarkan untuk ikut "Program Honors" (pre-S3). Pada waktu itu saya ikut program persiapan untuk Program Honors tetapi tidak melanjutkan karena saya sudah diterima oleh Florida State University untuk bekerja di Depdiknas sebelumnya.

Oleh karena pengalaman saya pada waktu kuliah dan karena pada waktu itu saya memang belajar jurusan pendidikan, banyak pertanyaan baru muncul seperti apa gunanya dan keuntungannya belajar di dalam kampus (on-campus). Dari pengalaman saya berobservasi di universitas-universitas di Australia, khusus selama saya lagi kuliah jurusan pendidikan dan sumber daya manusia, adalah banyak dosen yang membaca isi pembelajaran dari tulisan mereka sendiri dan kadang-kadang dari buku yang jelas sangat membuang waktu mahasiswa-mahasiswi yang sebetulnya dapat membaca lebih cepat secara masing-masing. Mengapa ini pernah terjadi? Mengapa ini masih terjadi? Apakah ini adalah "good education practice?"

Saya pernah di dalam keadaan di mana saya perlu belajar mengenai fisiologi dasar secara cepat untuk kursus yang saya ikuti dan saya bertanya kepada mahasiswa-mahasiswi jurusan fisiologi (di Australia) sebaiknya ikut kelas-kelas yang mana? Jawaban mereka mengagetkan, sebaiknya anda membeli buku fisiologi dan membaca sendiri, dosennya hanya membaca buku itu di dalam kelas dan banyak mahasiswa-mahasiswi malas ikut kelasnya.  

Selama 10 tahun terakhir ini, oleh karena ada banyak masalah serius untuk lulusan-lulusan universitas, saya sudah pelan-pelan merumuskan rencana di mana kelas-kelas formal di kampus akan sesedikit mungkin. Cara merancang program ini sangat berdasar dari pengalaman saya sebagai pelajar luar kampus yang cukup lama. Kampus universitas akan sebagai pusat sumber pembelajaran dan pusat dukungan untuk mahasiswa-mahasiswi, sebagai "hub of learning", di mana pelajar dapat mengakses dosen-dosen secara langsung, dan membahas isu-isu secara kelompok bersama dosen, atau berkelompok bersama-sama pelajar yang lain. Salah satu cara untuk meningkatkan kreativitas adalah banyak kegiatan tugas kelompok (bukan di kelas). Seharusnya mereka akan mempunyai lebih banyak waktu juga untuk melaksanakan penelitian di perpustakaan maupun di resource centre, dll. Ini adalah layanan yang saya harapkan pada waktu saya berkuliah selama sedang kuliah di luar kampus, maupun waktu saya kuliah di dalam kampus untuk melaksanakan double major. 

Pembelajaran di mana dosen membaca buku atau tulisan sendiri kepada mahasisiswa-mahasiswi seharusnya tidak pernah dilaksanakan. Kelas-kelas formal seharusnya hanya dilaksanakan untuk menjelaskan konsep-konsep dan isu-isu tekait dengan topik-topik baru. Kelas-kelas formal akan sebagai stimulasi untuk meningkatkan pengertian terhadap isu penting dan sekaligus meningkatkan daya tarik topik-topik untuk pelajarnya. Kelas-kelas ini seharusnya lebih berbasis pada pertanyaan-pertanyaan dibandingkan berbasis pidato. Mungkin peringatan dari Professor Julius Sumner Miller berguna pada waktu ini. Saya mencintai orang itu pada waktu saya masih kecil dan masih mencintai beliau, walapun beliau sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Berapa banyak dosen yang mempunyai kemampuan untuk meningkatkan daya tarik ilmunya kepada anak-anak seperti beliau? Ada beberapa video-klip yang anda dapat lihat dari link di atas.

Mengapa saya sebut konsep ini "GrassRoots" (Akar Rumput)? Karena menurut saya tujuan program ini adalah kembali ke prinsip-prinsip dasar pendidikan di mana fokus adalah kepada pelajar, bukan dosennya. Kelihatannya sekarang terlalu banyak waktu mahasiswa-mahasiswi digunakan untuk duduk pasif daripada belajar secara aktif di mana mereka dapat mengembangkan kreativitas mereka.

Beberapa minggu yang lalu saya berusaha untuk menonjolkan konsep ini untuk mengaktifkan pelajar, pada waktu saya melaksanakan Seminar Teknologi dan Pendidikan. Baru kemarin kami membahas isu-isu Kampus GrassRoots dan kelihatannya kami akan membangun sebuah kampus GrassRoots dalam waktu dekat di Indonesia dan itu sebabnya saya membuat situs ini sebagai forum pada 17 Oktober, 2008. Nanti saya akan memasang informasi lebih lanjut mengenai konsep GrassRoots. GrassRoots juga dapat meningkatkan kesempatan penelitian dan pengembangan lingkungan, selain meningkatkan kemandirian dan kreativitas oleh pelajar kita. Akan dilanjutkan.....


**Konsultan Pendidikan Jakarta, Indonesia

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Komentar Anda

Nama

Email *

Pesan *